Jokowi Diramal Batasi Anggaran Infrastruktur Jelang Pemilu 2019

Desy Setyowati
15 Agustus 2017, 16:44
Hut Jokowi
ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri PUPR Basoeki Hadimoeljono, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Dirut PT Trans Jabar Tol Muhammad Sadeli meninjau pembangunan jalan tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) Seksi I di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/

Analis Mirae Asset Sekuritas Franky Rivan meramalkan pemerintahan Presiden Joko Widodo bakal membatasi anggaran untuk infrastruktur menjelang pemilihan umum (pemilu) 2019. Sebab, biasanya pemerintah cenderung menaikkan anggaran subsidi jelang pemilu guna meraup dukungan politik dari masyarakat.

Franky memaparkan, kecendrungan tersebut tampak jelang pemilu 2009. “Trennya menguat saat pemerintahan inkumben (petahana) mencoba untuk kembali memenangkan pemilu seperti dibuktikan pada periode kampanye 2008-2009, ketika Susilo Bambang Yudhoyono maju dalam pemilu untuk kedua kalinya,” kata dia dalam laporannya yang diterima Katadata, Selasa (15/8).

Ia mencatat, anggaran subsidi mencapai Rp 223 triliun pada 2008, atau melonjak 91% dibanding tahun sebelumnya. Ia menduga, pemerintahan Jokowi juga akan mengambil kebijakan populis emacam itu jelang pemilu 2019. Adapun dalam revisi anggaran 2017, anggaran untuk subsidi energi tercatat naik 16,3% dari rencana awal Rp 77,3 triliun menjadi Rp 89,9 triliun. (Baca juga: Pemerintah Targetkan Subsidi Elpiji Nontunai Mulai Tahun Depan)

“Ini menambah perhatian kami tentang keberlanjutan anggaran infrastruktur yang juga sudah ditekan dalam jangka pendek,” ucap Franky.

Di sisi lain, menurut dia, keleluasaan anggaran negara juga bisa makin terbatas lantaran pemerintah berencana merealisasikan wacana lama yaitu redenominasi (penyederhanaan) mata uang rupiah dan pemindahan ibu kota negara ke Palangkaraya. Untuk biaya analisis pemindahan ibu kota saja, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengajukan anggaran indikatif sebesar Rp 1,5 triliun.  

Sebagai gambaran, ketika Malaysia memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya (sekitar 30 kilometer), biaya yang dibutuhkan cukup besar yaitu mencapai US$ 1,8 miliar atau setara Rp 107,7 triliun. Meski begitu, diakuinya pemindahan ibu kota juga berdampak positif yakni memberikan proyek pada kontraktor. Namun, tender proyek tersebut toh belum akan terlaksana dalam waktu dekat.

Sekalipun pemerintah tidak menaikkan anggaran subsidi dan merealisasikan wacana redenominasi rupiah dan pemindahan ibu kota, namun Franky melihat anggaran infrastruktur tetap akan terbatas. Penyebabnya, pemerintah membutuhkan biaya untuk penyelenggaraan Asian Games 2018 dan pemilu 2019. (Baca juga: Dana Parpol Akan Naik 10 Kali Lipat, KPK Tuntut Transparansi)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...