Dirjen Pajak Batalkan Rencana Intip Data Transaksi Kartu Kredit

Desy Setyowati
31 Maret 2017, 19:45
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi
Arief Kamaludin|KATADATA

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan akan membatalkan aturan yang mewajibkan bank untuk menyetor data transaksi kartu kredit. Alasannya, transaksi kartu kredit merupakan utang yang tidak mencerminkan penghasilan. Sehingga, tidak akurat untuk dijadikan data pembanding dalam memungut pajak.

Ken mengaku dirinya sudah mengeluarkan surat edaran agar bank tak lagi mengirimkan data transaksi kartu kredit ke instansinya. Padahal, siang tadi, ia mengatakan kebijakan ini hanya ditunda sementara waktu. Dengan alasan, Ditjen Pajak ingin fokus menganalisis data yang sudah didapat dari program pengampunan pajak (tax amnesty). (Baca juga: Masih Fokus Tax Amnesty, Wajib Lapor Data Kartu Kredit Ditunda)

“Kenapa saya enggak tertarik data kartu kredit, karena itu utang. Kan ada plafonnya, misalnya beli barang Rp 50 juta. Memang gaji saya Rp 50 juta? Kan enggak juga. Jadi utang, bukan penghasilan,” kata Ken sebelum meresmikan Kantor Wajib Pajak Besar di Jakarta, Jumat (31/3).

Ia mengakui, belum ada revisi atau pencabutan atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur soal kewajiban bank menyetor data transaksi kartu kredit. Namun, ia mengklaim sudah berbicara dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait hal ini.

"Nanti Menkeu yang bilang (PMK akan dicabut atau tidak). Saya sudah bilang (ke Menkeu) semalam melalui whatsapp (terkait pembatalan aturan ini)," kata Ken. PMK yang dimaksud yaitu PMK Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan pajak.

Ia membatah pembatalan aturan tersebut lantaran adanya keberatan dari perbankan dan penyelenggara kartu kredit. Dia juga menegaskan bahwa kebijakannya ini tidak bermaksud menentang Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak sebelumnya yang menerbitkan aturan ini. Hanya saja, data transaksi kartu kredit dinilainya tak bisa dijadikan pembanding untuk intensifikasi.

“Karena enggak akurat (menggambarkan penghasilan), bikin masalah malah nanti,” ujarnya. Menurut dia, alasan tersebut jugalah yang mendasari keputusannya untuk menunda pemberlakukan aturan tersebut tahun lalu.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...