Cegah Krisis Terulang, Sri Mulyani Ingin Bos OJK yang Mumpuni

Desy Setyowati
13 Maret 2017, 20:07
Sri Mulyani
ARIEF KAMALUDIN I KATADATA

Ketua Panita Seleksi (Pansel) Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, pihaknya tidak main-main dalam menyeleksi kandidat dewan komisioner. Sebab, institusi tersebut memegang tugas penting dalam menjaga dan mengawasi industri keuangan secara terintegrasi.

Sri Mulyani menjelaskan, kegagalan di sektor keuangan merupakan penyebab utama terjadinya krisis. Sebab, kegagalan di salah satu industri keuangan bisa menjalar ke bagian lainnya sehingga merusak stabilitas sistem keuangan dan makro ekonomi secara keseluruhan. Krisis semacam itu pernah terjadi di 1997-1998 yang menyebabkan pemerintah berhutang ratusan triliun guna membenahi sektor keuangan.  

“Surat Utang Negara (SUN) untuk bail out sektor jasa keuangan yang alami kerusakan itu mencapai Rp 195 triliun dan Rp 49 triliun itu masih ada sampai sekarang. Masih harus kami bayar sejak 20 tahun lalu,” ujar dia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (13/3).  

Maka itu, ia menekankan, pimpinan OJK yang baru harus memiliki kualitas yang baik serta dipercaya oleh industri. Apalagi, aset industri keuangan domestik mencapai Rp 16 ribu triliun. “Nilai capital-nya mencapai Rp 16 ribu triliun, fungsinya besar, Presiden Joko Widodo ingin Pansel bekerja untuk memilih dewan komisioner OJK dan berintegritas dan tidak terafilisasi politik,” ucapnya. (Baca juga: Jokowi Terima 21 Calon OJK, Wimboh Bersaing dengan 2 Bankir Senior)

Hal senada disampaikan Anggota Pansel yang juga menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo. Ia menekankan, pimpinan baru OJK harus bisa menjaga sektor jasa keuangan pada kondisi yang aman, utamanya sektor perbankan. Sebab, 71 persen pembiayaan masih dilakukan oleh perbankan. (Baca juga: Calon Kuat Anggota OJK Berguguran, Pansel Soroti Soal Integritas)

“Karena satu sektor jasa keuangan tidak sehat itu langsung akan berdampak pada kemampuan pertumbuhan ekonomi negara dan stabilitas sistem keuangan dan stabilitas makro ekonomi suatu negara,” ucapnya. Ia juga mengingatkan soal beban yang harus ditanggung negara akibat krisis 1997-1998. "Kita bayar mahal kondisi krisis di 1997-1998 yang berdampak bukan hanya ekonomi, tapi juga sosial politik,” kata dia.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...