Sepekan lalu para pelaku logistik masih senang lantaran usaha pengiriman mereka naik pesat. Sejak virus corona mengganas dan instruksi pemerintah agar masyarakat bekerja dari rumah, permintaan jasa distribusi bertambah hingga dua kali. Namun keadaan cepat berubah. Sejumlah daerah menerapkan “karantina” lokal. Arus logistik terancam tersendat.

Pertengahan minggu kemarin, setidaknya ada tiga kepala daerah mengambil tindakan antisipatif di tengah kondisi darurat virus corona dengan menutup wilayahnya atau lockdown. Langkah mandiri ini termasuk membatasi akses kendaraan dan orang untuk keluar masuk di jalur-jalur utama daerah.

Tegal, Maluku, dan Papua menerapkan penutupan akses dengan kurun waktu yang beragam, dari hitungan minggu hingga bulan. Sejauh ini, rencana penutupan yang terlama di Tegal, mulai Senin kemarin hingga 31 Juli. Ini menyusul temuan satu warga di sana yang positif terinfeksi Covid-19.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita mengatakan, sejauh ini distribusi logistik memang masih normal. Tapi ia ingin ada aturan main yang jelas tentang penutupan wilayah. Pemerintah daerah semestinya tidak menerapkan aturan tersendiri yang mengganggu arus logistik.

(Baca: Cegah Corona Masuk, Pemerintah Setop Kedatangan WNA dari Luar Negeri)

“Kami berharap pemerintah pusat segera mengeluarkan kebijakan bahwa distribusi logistik tetap berjalan di semua wilayah, baik yang lockdown ataupun tidak,” kata Zaldy kepada Katadata.co.id, Senin (30/3) malam. “Sehingga ketersediaan barang tetap terjaga dan tidak ada kepanikan di masyarakat.”

Di lapangan, kata Zaldy, tak ada kebijakan seragam. Misalnya, masih ada pemerintah daerah yang memperbolehkan arus truk barang, tapi ada yang tidak. Begitu juga dengan perlakuan terhadap jasa pengiriman. Hal ini sempat terjadi di Tegal yang membuat arus logistik di sana tersendat. Pengiriman barang pun menjadi tak tepat waktu.

Padahal, menurut Zaldy yang juga COO Paxel, perusahaannya sedang mencatatkan kenaikan pengiriman makanan dan bahan makanan segar hingga 80% selama 10 hari sejak pertengahan bulan ini. Mayoritas kliennya usaha mikro kecil dan menengah serta pedagang di pasar. Selain itu e-commerce.

Lonjakan pengiriman yang cukup signifikan juga untuk alat kesehatan, bahkan bahan kimia untuk pembuatan cairan pembersih. Permintaan alat kesehatan ini melonjak seiring makin mengganasnya virus corona di sejumlah daerah. Sayangnya, distribusinya mulai tak begitu mulus.

(Baca: Jokowi Gelontorkan Anggaran Kesehatan Rp 75 Triliun Hadapi Corona)

Marifah, pelaku konveksi UKM di Tangerang Selatan, misalnya, sempat kebingungan ketika mendapat pesanan alat pelindung diri. Beberapa perusahaan jasa pengiriman yang biasa menjadi langganannya tak menyediakan jalur ke beberapa daerah di Jawa Barat, sejalan meningkatnya kewaspadaan atas darurat corona.

Ya, karantina wilayah atau lockdown kini menjadi isu utama di daerah. Sementara itu, pemerintah pusat masih berkukuh untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar.

PEMERIKSAAN KESEHATAN DI PINTU MASUK KOTA TEGAL
PEMERIKSAAN KESEHATAN DI PINTU MASUK KOTA TEGAL (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/wsj.)

Bila mengacu pada Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, karantina wilayah sebetulnya bisa dilakukan bila dari hasil laboratorium menunjukkan sudah terjadi penyebaran penyakit antar-anggota masyarakat di wilayah tersebut.

Ini merupakan satu dari empat respons yang bisa diambil di tengah kedaruratan kesehatan. Namun, seperti disampaikan Presiden Joko Widodo, penetapannya merupakan kewenangan pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah. 

Konsekuensi kebijakan ini yaitu “wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga oleh Pejabat Karantina Kesehatan dan Kepolisian,” demikian tertulis dalam undang-undang tersebut. Warga tidak bisa keluar-masuk wilayah sembarangan.

Sebagai kompensasinya, pemerintah menanggung kebutuhan hidup dasar di wilayah tersebut selama karantina wilayah. Ini artinya, bukan seperti yang terlanjur diterapkan daerah yaitu pasokan barang berjalan sebagaimana biasanya.

Sejauh ini, belum ada satu pun daerah yang ditetapkan dalam status karantina wilayah. Jokowi masih memilih respons kebijakan berupa pembatasan sosial berskala besar dengan kebijakan jaga jarak alias social distancing yang lebih disiplin.

Kebijakan ini didampingi oleh rencana penerapan darurat sipil. Aturan teknis mengenai pembatasan sosial skala besar pun sedang disiapkan untuk acuan pemerintah daerah.

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement