Setahun Restrukturisasi AJB Bumiputera Masih Jalan di Tempat

Irvan Rahardjo
Oleh Irvan Rahardjo
24 November 2017, 17:18
No image
Ilustrator: Betaria Sarulina

Kinerja Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 terpuruk sejak beberapa tahun terakhir. Akibatnya, setelah melalui proses pengawasan sejak 2012, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil alih pengelolaannya melalui penunjukan Pengelola Statuter (PS) pada 21 Oktober 2016.

Penunjukan PS dengan berbagai langkah yang dilakukan, telah mendorong  sejumlah pihak termasuk Komisi XI DPR untuk mengamati proses yang berlangsung. Sebab, kegagalan atas pengelolaan dan program penyelamatan AJB Bumiputera 1912 akan menimbulkan dampak negatif yang sangat besar terhadap perekonomian nasional, khususnya dampak sistemik di sektor jasa keuangan.

Dalam lima tahun terakhir, kinerja AJB Bumiputera 1912 semakin memburuk karena  penerimaan premi tidak dapat menutup kewajiban kepada pemegang polis. Berdssarkan data OJK, total aset AJB Bumiputera 1912 per tahun 2015 mencapai Rp 13 triliun, sedangkan kewajibannya hampir Rp 30 triliun.

OJK sebagai regulator menetapkan PS untuk menggantikan fungsi Direksi dan Dewan Komisaris yang di-nonaktifkan. Ini berdasarkan Pasal 9 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, Pasal 62 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dan Peraturan OJK Nomor 41/POJK.05/2015 Tentang Tata Cara Penetapan Pengelola Statuter Pada Lembaga Jasa Keuangan.

PS telah melaksanakan beberapa inisiatif di antaranya rencana penerbitan saham baru (rights issue ) senilai Rp 40 triliun melalui PT Evergreen Invesco Tbk. Prospektus lengkapnya telah diterbitkan dan dipublikasikan pada 31 Oktober 2016 untuk dilaksanakan sebelum akhir 2016.

Namun, inisiatif tersebut diragukan kelayakannya. Apalagi, AJB Bumiputera 1912 yang justru dalam kesulitan keuangan parah ditunjuk sebagai standby buyer (pembeli siaga) saham baru itu.

Jumlah dana yang ditargetkan dari rights issue terus berubah-ubah dari semula Rp 40 triliun menurun menjadi Rp 30 triliun, lalu Rp 10 triliun dan terakhir Rp 4 triliun sebelum akhirnya dinyatakan batal. Setelah melalui proses yang tampak seperti trial and error tersebut, PS mengambil langkah baru berupa private placement (penempatan modal secara langsung) yang dilakukan oleh investor lokal.

Meski skema itu belum dipublikasikan secara resmi, sudah diketahui bahwa sebuah perusahaan asuransi jiwa baru dengan nama PT Asuransi Jiwa Bumiputera (PT AJB) mengambil alih seluruh infrastruktur dan sebagian sumber daya manusia dari AJB Bumiputera 1912.

Dalam restrukturisasi yang dilakukan oleh OJK, PS telah mengalihkan ribuan orang karyawan dan agen, seluruh jaringan kantor dan infrastruktur usaha (IT). Begitu juga dengan properti bernilai tinggi yang terletak di area strategis senilai Rp 4,16 triliun dari seluruh aset yang diperkirakan senilai Rp 6,5 triliun. Alhasil, nilai properti yang tertinggal di AJB Bumiputera 1912 hanya sebesar Rp 2,34 triliun.  

Pengalihan aset properti senilai Rp 4,16 triliun tersebut akan dibayar tunai sebesar Rp 860 miliar dan sisanya Rp 3,3 triliun dibayar dalam bentuk Promissory Notes yang akan jatuh tempo dalam masa tiga tahun.

Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi terhadap Pasal 7 ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian pada 3 April 2014 mengamanatkan pembuatan UU tentang Usaha Bersama (Mutual) paling lambat 2 Oktober 2016. Berbeda dengan amanat Putusan MK tersebut, UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian bahwa ketentuan mengenai usaha bersama akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Namun, tindakan OJK yang menetapkan Pengelola Statuter untuk AJB Bumiputera 1912 telah menimbulkan konflik hukum. Sebab, tindakan hukum pada badan usaha yang belum diatur oleh UU bukan dengan membuat penetapan pengambilalihan melalui Pengelola Statuter  atau proses pembuatan PP.

Melainkan, tindakannya mengacu kepada Anggaran Dasar badan usaha yang bersangkutan sesuai Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berlaku sebagai UU.

Jadi, pembentukan PS yang berlandaskan peraturan OJK dan tindakan yang dilakukannya tersebut tidak sesuai dengan UU yang secara hierarki berada di atasnya. Pengalihan aset seharusnya terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Badan Perwakilan Anggota (BPA) sebagai wakil pemegang polis sesuai ketentuan Anggaran Dasar.

Halaman:
Irvan Rahardjo
Irvan Rahardjo
Pendiri Komunitas Penulis Asuransi Indonesia ( KUPASI )

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...