MA Vonis Guru Nuril 6 Bulan, Jokowi Ramai-ramai Didesak Beri Amnesti

Dimas Jarot Bayu
16 November 2018, 16:00
Jokowi
ANTARAFOTO | Zabur Karuru
Presiden Joko Widodo menyerahkan sertifikat tanah kepada warga di Surbaya, Jawa Timur, 6 September 2018.

Presiden Joko Widodo didesak memberikan amnesti terhadap Baiq Nuril Makmun. Oleh Mahkamah Agung (MA), dia divonis enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta dalam kasus perekaman konten kesusilaan.

Kuasa hukum Nuril, Aziz Fauzi, mengatakan mantan guru honorer SMAN 7 Mataram itu dalam pengadilan tingkat pertama terbukti tidak mengirimkan trasmisi informasi elektronik berupa rekaman telepon. Namun, melalui putusan bernomor 574K/Pid.Sus/2018, Mahkamah malah menghukum Nuril.

Advertisement

Karena itu, Aziz dan sejumlah kalangan mendesak Presiden segera mengeluarkan amnesti lantaran Mahkamah dinilai tidak memahami duduk perkara secara utuh. Sebab, Nuril menyerahkan rekaman itu secara konvensional melalui pemberian ponsel kepada rekan kerjanya, dan selanjutnya dia tidak turut menyebarluaskan.

Menurut Aziz, Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hanya dapat menjerat subjek hukum pidana dalam konteks transaksi melalui elektronik, bukan konvensional. “Baiq Nuril tidak dapat dikatakan melakukan transmisi terhadap informasi elektronik tersebut,” kata Aziz di Kantor LBH Pers, Jakarta, Jumat (16/11).

Selain itu, Nuril tidak melakukan penyebaran rekaman secara sengaja. Menurut Aziz, Nuril dipaksa oleh rekan kerjanya menyerahkan rekaman percakapannya dengan mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram Muslim yang berisikan konten kesusilaan tersebut.

Dengan demikian, Nuril tidak memenuhi unsur secara aktif dan dengan sengaja sebagaimana tertera dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Hal tersebut telah ditegaskan oleh saksi ahli dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Mataram. 

Aziz pun menilai Nuril tidak memenuhi unsur formil yang tertera dalam Pasal 5 dan 6 UU ITE. Alasannya, bukti elektronik yang diserahkan oleh jaksa penuntut umum tidak dapat dijamin keutuhannya. Sebab, rekaman yang diperdengarkan oleh jaksa berbeda dengan yang direkam oleh Nuril. Rekaman dari jaksa sudah banyak terpenggal kata-katanya.

Selain itu, transkrip rekaman yang disampaikan oleh jaksa banyak berbeda dengan isi rekaman percakapan Nuril. “Bukti yang diajukan jaksa cacat, tidak bisa dijamin keutuhannya,” kata Aziz.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement