Akhir Kisah Elia Massa Manik di Pertamina

Muchamad Nafi
22 April 2018, 12:57
Elia Massa Manik
Antara

Elia Massa Manik pernah dikenal cukup “dingin” ketika membereskan sejumlah masalah pada korporasi negara yang ditanganinya. Utang menggunung, rugi membengkak, dan inefisiensi perusahan pelat merah merupakan beberapa hal yang kerap ia benahi. Namun, di PT Pertamina, dia hanya bertahan setahun sebulan ketika sejumlah proyek besar negara belum selesai seperti pembentukan induk usaha (holding) perusahaan minyak dan gas.

Jumat kemarin, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merombak jajaran direksi perusahaan migas negara itu melalui rapat umum pemegang saham (RUPS). Elia termasuk yang terpental bersama Direktur Mega Proyek Pengolahan dan Petrokimia Ardhy N. Mokobombang, Direktur Pengolahan Toharso, Direktur Manejemen Aset Dwi Wahyu Daryoto, dan Direktur Pemasaran Korporat Muchamad Iskandar. Sementara Direktur Sumber Daya Manusia Nicke Widyawati ditetapkan sebagai Pelaksana tugas Dirut Pertamina.

Menurut Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, dasar pergantian direksi atas masukan Dewan Komisaris dan implementasi restrukturisasi Pertamina. Berdasar SK 039 Tahun 2018 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, dan Pengalihan Tugas Anggota-anggota Direksi PT Pertamina -menyangkut perubahan struktur dan nomenklatur- dipecahlah Direksi Pemasaran menjadi tiga yakni Korporat; Ritel; serta Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur.

Menimbang hal itu, kata Fajar, Kementerian BUMN memutuskan untuk melakukan penyegaran terhadap susunan direksi Pertamina. “Ibu Menteri (Menteri BUMN Rini Soemarno) selaku RUPS telah membuat keputusan pemberhentian dengan hormat,” kata Fajar, Jumat (20/04/2018). (Baca: Rini Copot Elia Massa Manik dan Empat Direktur Pertamina).

Penyegaran oleh Kementerian BUMN kali ini merupakan yang paling cepat dalam 15 tahun terakhir. Dirunut ke belakang, Widya Purnama menjadi orang nomor satu di Pertamina dari 2004 – 2006. Ari Soemarno yang menggantikannya pada 8 Maret 2006 bertahan hingga 5 Februari 2009.

Bahkan, Karen Agustiawan menduduki Direktur Utama Pertamina sepanjang pemerintahan kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai 5 Februari 2009 – 1 Oktober 2014. Sementara Dwi Soetjipto, selepas menjabat Direktur Utama PT Semen Indonesia pada 18 November 2014, ia didapuk untuk mengendalikan Pertamina hingga 3 Februari 2017.

Rangkain perubahan tersebut selalu menyedot perhatian publik. Maklum, Pertamina salah satu BUMN dengan aset paling besar. Pada 2004, misalnya, total aset perusahaan migas negara ini baru Rp 142,5 trilun, lalu 12 tahun kemudian melonjak menjadi Rp 624,7 trilun. Sepanjang 2016 itu, laba Pertamina US$ 3,14 miliar atau setara Rp 41,7  triliun, melonjak 121,1 persen dari tahun sebelumnya Rp 18,9 triliun.

Dan dalam pergantian pucuk pimpinan tersebut kadang diwarnai kabar tak sedap, misalnya ketika Dwi Soetjipto harus melepaskan jabatannya pada awal tahun lalu. Ketika itu santer tersiar kabar adanya “matahari kembar” di tubuh Pertamina. Selain Dwi, arah kebijakan perseroan cenderung dikendalikan oleh Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang.

Sebelum kedua orang ini diganti, muncul kisruh mengenai impor solar 1,2 juta barel untuk Januari 2017 yang diputuskan pada Desember 2016. Keputusan diteken oleh Bambang tanpa melalui Dwi, yang kemudian oleh Bambang dibantah terjadi pelanggaran prosedur.

Karena ada kemelut di internal perusahaan, Kementerian BUMN merombak direksi Pertamina walau menampik terjadinya “matahari kembar”. Kala itu, Komisaris Pertamina Gatot Trihargo mengatakan keduanya dicopot lantaran masalah kepemimpinan. “Salah satu hal yang dicermati Ibu Menteri dan jajaran komisaris adalah masalah leadership,” kata Gatot. Padahal Pertamina memiliki tanggung jawab yang sangat besar. “Manajemen harus solid. Internal yang ada perlu penyegaran.” (Baca: Rini Copot Dirut dan Wakil Dirut Pertamina Karena Tak Solid).

Menteri BUMN Rini Soemarno lalu menunjuk Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan Pertamina Yenni Andayani sebagai pelaksana tugas (Plt) direktur utama menggantikan Dwi. Yenny mengisi pos sementar hingga pemerintah menunjuk Elia sebagai direktur utama yang definitif.

Di industri minyak dan gas, Elia pernah menduduki Direktur Utama PT Elnusa pada Juni 2011 hingga Mei 2014. Saat itu, kondisi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki Pertamina tersebut cukup memprihatinkan lantaran ulah direktur keuangannya ketika itu. Dalam 2,5 tahun, Elnusa akhirnya keluar dari ancaman kebangkrutan hingga rapor perusahaan mulai menghijau.

Dua tahun selepas dari Elnusa, Elia diamanahi memegang kendai PT Perkebunan Nusantara III (PT PN III). Waktu itu, induk usaha BUMN Perkebunan ini menghadapi krisis keuangan karena dililit seabrek utang, dengan total hingga Rp 33,24 triliun pada semester pertama 2016. Utang sebanyak itu sebagai konsolidasi 13 PT Perkebunan Nusantara di bawah PT PN III.

Halaman:
Reporter: Arnold Sirait, Anggita Rezki Amelia
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...