Tujuh Pelanggaran R.J Lino Versi Rizal Ramli

Muchamad Nafi
29 Oktober 2015, 20:43
No image
Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli

KATADATA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli kembali menyerang Direktur Utama PT. Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino. Tidak tanggung-tanggung, Rizal menyebut Lino melakukan tujuh pelanggaran terkait pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan Hutchison Port Holdings (HPH).

Pertama, Lino memperpanjang perjanjian sebelum jangka waktu berakhir dan melanggar Pasal 27 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 6 Tahun 2011. Perjanjian semestinya berakhir pada 27 Maret 2019. "Kenyataannya diperpanjang pada tahun 2014," kata Rizal di depan Panitia Khusus Pelindo II Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.

Kedua, perpanjangan tersebut tanpa melakukan perjanjian konsesi dengan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok sebagai regulator. Hal ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. "Pelanggaran ketiga, saudara Lino tidak mematuhi surat Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok tertanggal 6 Agustus 2014 agar tidak memperpanjang perjanjian sebelum memperoleh konsesi tersebut," kata Rizal.

Pelabuhan Tanjung Priok
Pelabuhan Tanjung Priok (Arief Kamaludin|KATADATA)

Menteri Koordinator Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid ini juga menuduh Lino tidak menggubris surat Komisaris Utama Pelindo II Luky Eko Wuryanto, tertanggal 23 Maret 2015, agar merevaluasi dan renegosiasi besaran up front fee dengan Hutchison Port Holdings (HPH). Dalam perjanjian 1999, up front fee sebesar US$ 215 juta plus US$ 28 juta, sekarang hanya US$ 215 juta.

Tudingan selanjutnya, perpanjangan tersebut tidak dilakukan dengan tender terbuka sehingga harga kompetitif tidak tercapai. Efeknya, bisa berpotensi terkena tuntutan Post Bider Claim dari peserta tender sejak 1999. "Dia juga mengabaikan keputusan dewan komisaris yang ditandatangani Komisaris Utama Tumpak Hatorangan Panggabean pada 30 Juli 2015," kata Rizal.

Terakhir, Rizal menyebut perpanjangan kontrak menimbulkan potensi kerugian negara berupa harga jual lebih murah dengan selisih uang muka US$ 28 juta. Selain itu, rendahnya penjualan JICT terlihat dari perbedaan kajian dua konsultan yang digandeng Lino dengan komisaris Pelindo II.

Studi yang dilakukan Lino dengan menggandeng Deutsch Bank pada 2014 menyebut valuasi JICT sebesar US$ 833 juta, uang muka US$ 215 juta dengan saham HPH 49 persen. Adapun Dewan Komisaris Pelindo II memilih untuk melakukan kajian sendiri dengan konsultan FRI pada 2015. Hasilnya, valuasi JICT sebesar US$ 854 juta dengan uang muka US$ 215 juta dan saham HPH 25 persen.

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...