Kisah Perantau Minang Melawan Corona demi Bertahan Hidup

Muchamad Nafi
22 Mei 2020, 06:00
Kisah Perantau Minang Melawan Corona demi Bertahan Hidup
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Pedagang menggunakan face shield saat melayani pembeli di Kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (18/5/2020). Meski Pasar Tanah Abang telah tutup selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sebagian pedagang tetap menggelar lapaknya di sejumlah titik.

//Karantau madang di hulu babuah babungo balun

//marantau bujang daulu di rumah baguno balun

Advertisement

Penggalan sajak tersebut merupakan cerminan dari pentingnya merantau bagi masyarakat Minangkabau yang ditanamkan sejak dahulu. Hal ini diajarkan sedari kecil pada anak, cucu, dan para penerus terutama generasi muda. Bahwa untuk menjadi orang besar harus merantau.

Sebagai salah satu suku yang identik dengan kesukaan merantau, orang Minangkabau yang mencari penghidupan di Jakarta kerap lebih dikenal sebagai “orang Padang”. Walaupun sebenarnya Minangkabau tidak hanya yang berasal dari Kota Padang, salah satu kota besar di Sumatera Barat.

Saat memilih sebagai perantau, orang Minangkabau umumnya berdagang. Mereka menjajakan apa saja. Misalnya pakaian, mulai dari penutup kepala, badan, hingga kaki. Tidak jarang yang membuka lapak di kaki lima. Tidak sedikit pula yang menjadi pedagang besar di pusat-pusat perbelanjaan.

Namun bukan berarti profesi mereka sebatas pedagang. Ada yang sukses menjadi pebisnis, birokrat, politisi, bahkan Wakil Presiden RI pertama pun berasal dari Tanah Minangkabau yakni Mohamad Hatta.

Di Jakarta tidak sulit menemukan orang Padang. Jika merindukan percakapan atau logat khas Padang, bisa menemukannya dengan mudah di Pasar Tanah Abang atau rumah makan Padang.

Sebagai pedagang, momentum Lebaran merupakan masa yang selalu ditunggu-tunggu, di mana omzet dan penghasilan mereka terkadang mencapai masa jayanya. Mereka bersemangat mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk bekal dibawa pulang sekali setahun ke kampung halaman.

Namun, Idul Fitri 1441 Hijriah kali ini berbeda. Kampung halaman terasa lebih jauh. Kerinduan akan orang tua dan sanak saudara mesti ditanggung lebih lama. Pandemi virus corona mengubah rencana para perantau Minang 180 derajat. Jangankan untuk menginjakkan kaki di Tanah Minang, mereka harus melewati masa-masa sulit dalam mengais rezeki untuk sekadar bertahan hidup di Ibu Kota.

(Baca: Mendag Kaji Protokol Tes Covid-19 untuk Pedagang Pasar)

Yandri, salah seorang perantau asal Nagari Sulit Air, Kabupaten Solok, Sumatera Barat turut merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Bapak dua anak tersebut biasanya berdagang pakaian anak-anak di sekitar Jalan Sabang, Jakarta Pusat.

Gelar Dagangan Menggunakan Mobil Pribadi
Gelar Dagangan Menggunakan Mobil Pribadi (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)

Namun, karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota, ia terpaksa menutup lapak kaki limanya yang disewa Rp15 juta per tahun. “Saya sudah berjualan sejak 2013. Namun badai corona seakan menghapus mata pencarian yang saya geluti untuk kebutuhan keluarga,” kata Yandri.

Sebelum terjadi pandemi corona dan kebijakan PSBB, Yandri bisa meraup omzet sekitar Rp1 juta pada hari biasa. Khusus pada Jumat dan Minggu, omzetnya jauh lebih banyak. “Bisa mencapai Rp 5 juta,” ujarnya. Pada Jumat ia menjajakan dagangannya di salah satu masjid dan hari Minggu memanfaatkan keramaian “Car Free Day” sehingga terjadi banyak transaksi.

Sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan PSBB, Yandri menutup habis lapaknya di Jalan Sabang. Imbasnya ia sekitar dua bulan tidak ada pemasukan. Untuk mencukupi kebutuhan selama itu, ia terpaksa menggunakan tabungan yang sudah dikumpulkan bertahun-tahun guna menyambung hidup bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil.

Melihat ketidakpastian dari pandemi Covid-19, Yandri memutar otak untuk mencari peluang agar dagangannya bisa dijual terutama saat Ramadan. Ia bersama istri akhirnya berjualan secara daring dengan memanfaatkan aplikasi e-commerce atau perdagangan elektronik. “Alhamdulillah saya masih bisa mencari nafkah. Di luar sana banyak orang tidak bisa bekerja di tengah pandemi ini,” katanya.

Meskipun sudah mulai bisa memanfaatkan teknologi jual beli daring, namun pengeluaran lewat e-commerce atau potongan biayanya cukup besar, tergantung berapa banyaknya pesanan. Dia menerima pembayaran satu kali seminggu.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement