Penyebab RI Gagal Merdeka Sinyal di Mata DPR dan Tokoh Telekomunikasi
Semestinya, 2020 menjadi tahun “Merdeka Sinyal” di mana seluruh wilayah Tanah Air bisa terjangkau oleh akses internet. Namun Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G Plate menganulir target tersebut. Keputusan ini menuai sorotan sebagai kegagalan program tersebut.
Lantas, apa saja penyebab kegagalan Merdeka Sinyal ini? Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, pembangunan “tol langit” mulai dari Palapa Ring hingga satelit mengalami sejumlah tantangan.
Pertama, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingannya semestinya berada dalam satu perspektif agar tidak ada perbedaan interpretasi. Ia mencontohkan, DPR hanya ingin ada satu lembaga yang menilai kerugian negara yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tujuannya agar tidak ada 'pintu' lain yang menghitung kerugian negara dari sebuah masalah.
(Baca: Kominfo Pesimistis RI Merdeka Sinyal Tahun Ini Meski Ada Palapa Ring)
“Harus ada kesamaan sikap di eksekutif, terutama terkait tol langit ini. Pemerintah seharusnya mengkonsolidasi para stakeholder,” kata Bobby dalam konferensi pers Tol Langit: Peluang dan Tantangan Mewujudkan Indonesia Merdeka Sinyal di Jakarta, Kamis (12/3).
Kedua terkait pembiayaan infrastruktur. Menurut Bobby, pemerintah perlu memastikan kesiapan skema pembiayaan tol langit melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) maupun dana universal service obligation (USO). Perspektif sumber-sumber pembiayaan ini harus sama antara pemerintah dan operator.
Di sisi lain, pada dasarnya pemerintah membuka kesempatan bagi berbagai pihak yang ingin berinvestasi di Indonesia, termasuk terkait pembangunan tol langit. “Tidak ada over investasi, justru kita memerlukan investasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujar dia.
Berbeda dengan Bobby, Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan bahwa Indonesia gagal merdeka sinyal karena industri telekomunikasi diduga mengalami kelebihan investasi. Apalagi selama ini belum ada transparansi mengenai USO dari Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).
(Baca: Palapa Ring Dibangun, Pemprov Papua Barat Masih Mengeluhkan Internet)
“Over investment itu juga menyebabkan over lapp dan inefisiensi dan itu bisa saling membunuh industri ini,” ujar Alamsyah. Sehingga, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) perlu memperkuat pengawasan terkait anggaran infrastruktur tersebut.
Sementara itu, Ketua Bidang Infrastuktur Broadband Nasional Masyarakat Telematika (Mastel) Nonot Harsono mengatakan bahwa Indonesia perlu mengharmonisasikan antarrencana kerja dalam pembangunan tol langit. “Salah satunya, tugas utama BAKTI adalah mengharmonisasikan para operator agar wilayah komersial dan USO bisa tergelar bersamaan sesuai mekanismenya,” ujar Nonot.
Karena itu, kata dia, perlu peninjauan over investment terhadap BAKTI. Apalagi jumlah gelaran kabel optik di Indonesia tidak dibatasi. Yang kemudian terjadi, semua perusahaan membangunnya sehingga terjadi over supply. Padahal satu atau dua fiber optik bisa dipakai bersama-sama.
(Baca: Gangguan Internet di Sejumlah Lokasi, Kominfo: Ada Penggantian Alat)
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pesimistis Indonesia bisa merdeka sinyal tahun ini. Penyebabnya, infrastruktur telekomunikasi belum dapat menjangkau semua kecamatan dan desa di seluruh Indonesia. “Merdeka sinyal diartikan semua wilayah Tanah Air dan menjangkau seluruh rakyat. Tidak mungkin di tahun ini,” kata Johnny Plate di Gedung DPR, Rabu (5/2).
Padahal, Menteri Kominfo sebelumnya, Rudiantara, menargetkan seluruh masyarakat Indonesia menikmati layanan telekomunikasi pada 2020. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah membangun infrastruktur seperti Base Transceiver Station (BTS), fiber optik, Palapa Ring hingga satelit. Hal itu untuk menyediakan akses telekomunikasi hingga ke wilayah terdepan, terluar, dan terbelakang (3T).