Cegah Pengemplang Utang, Fintech Akan Diwajibkan Setor Data Debitur

Desy Setyowati
14 Juli 2018, 16:07
Pameran fintech
Katadata

Layanan keuangan digital seperti teknologi finansial alias financial technology (fintech) tergolong baru di Indonesia. Karenanya, banyak hal yang perlu dibenahi. Misalnya, langkah antisipasi perusahaan fintech ketika mendapati debitur yang tidak mau membayar pinjaman.

Kajian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa ada debitur beritikad buruk dengan sengaja menghapus nomor teleponnya. Padahal, nomor telepon merupakan akses utama dalam pinjam-meminjam di dunia fintech. Alhasil, jasa penyalur dana secara online kesulitan menghubungi debitur.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menegaskan hal seperti ini perlu diantisipasi. Salah satu langkahnya dengan melaporkan data debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). (Baca juga: OJK Hukum Fintech RupiahPlus karena Langgar Prosedur Penagihan).

“Cukup kumpulkan data dan laporkan ke kami dan Asosiasi Fintech (Aftech) supaya konsumen yang berperilaku tidak baik ini terekam di semua industri,” kata Hendrikus di acara Indonesia Fintech Fair 2018 di Mall Taman Anggrek, Jakarta, Jumat (13/7).

Hanya saja, OJK baru mewajibkan pelaporan data debitur untuk fintech jenis peer to peer lending pada 2022. Hendrikus menjelaskan, bisnis fintech berbeda dengan industri jasa keuangan lain seperti bank dan asuransi. Oleh karenanya, tata cara pelaporan data masih dikaji bersama Aftech. Misalnya, mengembangkan SLIK dengan fintech.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Boedi Armanto menyatakan data debitur atau peminjam fintech belum terlalu banyak. Karena itu fintech baru diwajibkan melapor data pada 2022. “Kalau tambah banyak (data debitur dan lender) ya kami percepat,” ujarnya.

Walaupun demikian, saat ini perusahaan fintech peer to peer lending bisa melaporkan data peminjam kepada otoritas. Sifatnya masih sukarela. Hanya saja, jika fintech tidak memberikan data, mereka juga tidak bisa mendapat informasi serupa dari otoritas keuangan.

Selain menyesuaikan kebijakan SLIK dengan bisnis fintech, OJK akan merilis aturan terkait Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di industri ini. “LAPS fintech pada saatnya akan ada setelah asosiasi membuatnya,” kata Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK Sondang Martha Samosir. LAPS ini penting ketika ada kasus yang tidak dapat diselesaikan oleh pelaku usaha jasa keuangan.

Hingga saat ini, ia mencatat ada 461 pertanyaan seputar fintech peer to peer lending per Maret 2018. Pertanyaan itu terdiri atas 202 legalitas, 101 perizinan, 97 peraturan, dan sisanya yang lain-lain. Dari jumlah itu, sejauh ini belum ada aduan terkait fintech.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...