Tujuan Cadangan Devisa, Intervensi Bank Indonesia, dan Kurs Rupiah

Muchamad Nafi
24 September 2019, 08:15
Tujuan Cadangan Devisa, Intervensi Bank Indonesia, dan Kurs Rupiah
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA

Jumlah cadangan devisa bisa naik dan turun. Kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di antara faktornya. Ketika rupiah melemah cukup dalam dan panjang, Bank Indonesia kerap melakukan intervensi ke pasar walau menggerus devisa.

Kaitan dua hal ini memang cuku kental. Banyak faktor yang memicu rupiah turun. Lihat pergerakan mata uang Garuda pekan-pekan lalu. Pada penutupan perdagangan Jumat dua minggu kemarin, BI mencatat rupiah ditransaksikan pada level 13.950 per dolar, atau menguat dari hari sebelumnya 14.050, mengikuti tren sepanjang pekan tersebut yang di atas 14.000 per dolar.

Advertisement

Sejumlah ekonom menduga penguatan ini ditopang oleh meredanya perang dagang antara Amerika dan Cina. Faktor global memang kerap berpengaruh besar. Hal ini terlihat pada pergerakan kurs rupiah di awal pekan selanjutnya yang kembali masuk zona 14.000, bahkan sempat menyentuh 14.100.

Ketika itu, lonjakan harga minyak mentah dunia usai serangan drone ke fasilitas Saudi Aramco ditengarai sebagai faktor utamanya. “Kalau harga minyak naik, biaya impor migas bakal semakin mahal. Artinya, semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk impor migas sehingga tekanan di neraca perdagangan dan transaksi berjalan meningkat,” kata analis PT Garuda Berjangka Ibrahim, Selasa (17/9/2019).

(Baca: Pengertian Cadangan Devisa dan 5 Komponennya)

Fluktuasi nilai rupiah inilah yang kerap menjadi persoalan, terutama bagai para pengusaha, pemerintah, dan Bank Indonesia. Kejatuhan rupiah membengkakkan posisi utang luar negeri. Di titik ini, otoritas moneter kerap melakukan intervensi untuk meredam gejolak tersebut.

Dalam melakukan intervensi, Bank Indonesia mengguyur dolar ke pasar untuk memenuhi kebutuhan. Sesuai hukum dasar ekonomi, suplai yang mencukupi permintaan akan membuat nilai barang, dalam hal ini dolar, menjadi turun. Namun intervensi ini bukan tanpa risiko. Langkah moneter tersebut menggerus cadangan devisa di Bank Indonesia.

Lihat saja ketika Februari tahun lalu bank sentral melakukan intervensi. Saat itu rupiah melemah 2,27 % secara point to point dari 13.402 pada awal Februari menjadi 13.707 di akhir bulan tersebut. “Karena digunakan intervensi, jumlah cadangan devisa turun,” kata Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan ekonomi Moneter BI, Dody Budi Waluyo kepada Katadata.co.id ketika itu.

Di pekan kedua November 2018, Bank Indonesia juga melakukan intervensi agar rupiah tidak terpuruk dalam. Di transaksi pasar spot, rupiah sempat melemah hingga di atas 13.800. Namun penjagaan yang dilakukan bank sentral mampu meredam fluktuasi kurs rupiah yang dipicu oleh kecemasan terhadap kebijakan presiden Amerika Serikat Donald Trump yang cenderung protektif. Perhatikan grafik Databoks berikut ini:

Intervensi Bank Indonesia dan Kaitannya dengan Tujuan Cadangan Devisa

Sebagai otoritas moneter, salah satu langkah Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan rupiah yakni intervensi pasar dengan cara “mengguyur” dolar untuk menutupi permintaan. Tentu, semestinya, kebijakan tersebut diambil dengan perhitungan matang mengikuti tata kelola cadangan devisa yang baik.

Menurut Dyah Virgoana Gandhi dari Pusat Pendidikan dan Kebanksentralan BI, ada tiga tujuan pengelolaan cadangan devisa.

  • Pertama, mendukung kebijakan moneter yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari langkah menjaga nilai tukar.
  • Kedua, membantu pemerintah untuk pembayaran utang luar negeri secara tepat waktu.
  • Ketiga, membiayai impor untuk menunjang kegiatan ekonomi di dalam negeri.

Menurut dia, prinsip mengelola dan memelihara cadangan devisa yakni keamanan dan kesiagaan dalam memenuhi kewajiban sesegera mungkin tanpa. Di sisi lain langkah ini tak mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal, misalkan menempatkan devisa sebagai instrumen investasi.

Mengacu pada Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 3 Tahun 2004, yang dimaksud dengan cadangan devisa yakni yang tercatat pada sisi aktiva neraca BI. Dalam hal ini, cadangan devisa dapat berupa uang kertas asing, giro, deposito berjangka, wesel, dan surat berharga luar negeri.

Di luar itu, bisa juga tagihan lainnya dalam valuta asing ke pihak luar negeri yang bisa dipergunakan sebagai alat pembayaran. Atau, dapat berupa hak atas devisa yang setiap waktu dapat ditarik dari suatu badan keuangan internasional.

Sejauh ini, cadangan devisa jenis bank notes dan yang bersifat likuid paling banyak digunakan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan impor yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sementara cadangan devisa untuk sterilisasi atau intervensi guna mendukung kebijakan moneter bertujuan utama mengendalikan fluktuasi rupiah agar terkendali.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement