Rencana Besar Pemerintah Alihkan Dana Subisidi Listrik untuk PLTS Atap
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sedang menggodok program pengalihan dana subsidi listrik, yang selama ini diterima masyarakat, untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Langkah ini juga untuk menggenjot porsi bauran energi terbarukan.
Bila terrealisasi, pemerintah tidak perlu lagi memberikan tambahan subsidi listrik yang selama ini membebani keuangan negara. Penggunaan PLTS Atap juga dinilai bakal berdampak pada biaya yang dikeluarkan PLN dalam memproduksi energi setrum.
Rencananya, pembangkit yang berasal dari dana tersebut diperuntukan bagi rumah-rumah pelanggan listrik bersubsidi. Targetnya, konsumsi listrik pelanggan bersubsidi berkurang yang tergantikan dari PLTS Atap tadi.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris, menyebutkan pemerintah tengah menyiapkan konsep guna merealisasikan rencana itu. Upaya ini sebagai langkah mengejar target bauran energi terbarukan 23 % pada 2025. “Kita coba menyisihkan atau memindahkan peruntukkan subsidi ke PTS rooftop,” kata Harris dalam diskusi secara virtual, Rabu (16/9).
Meski begitu, upaya mengalihkan subsidi ke pembangunan PLTS Atap bukan perkara mudah. Program tersebut menyasar jumlah pelanggan listrik bersubsidi golongan 450 VA yang mencapai 24 juta. Belum lagi pelanggan 900 VA hingga 3 juta unit.
Untuk merealisasikan itu semua, pemerintah juga harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sehingga pembahasan untuk mengarah ke sana baru pada tataran konsep.
Dalam kesempatan itu Harris menampik kekhawatiran pengembangan PLTS Atap bakal menggerus pendapatan PLN. Dari hasil hitungan timnya, porsi penetrasi PLTS Atap begitu kecil dari total pasar PLN.
Apalagi, realisasi PLTS Atap saat ini baru 2.346 pelanggan dengan kapasitas total sekitar 11,5 MW. “Pernah dihitung, mengasumsikan penetrasi pelanggan hanya satu persen dari seluruh Indonesia,” ujarnya.
Pemerintah telah menerbitkan regulasi terkait PLTS Atap ini melalui Peraturan Menteri ESDM No 16 Tahun 2019. Di sana disebutkan, konsumen yang bisa memasang PLTS Atap adalah pelanggan pasca-bayar.
Terkait perhitungan ekspor-impor listrik, daya dari PLTS Atap otomatis memotong tagihan listrik pengguna maksimal 65 % dari total daya yang dihasilkan. Artiannya, 1 watt listrik yang dihasilkan PLTS Atap akan langsung mengurangi harga listrik PLN maksimal 0,65 watt untuk bulan berikutnya.
Sehingga, pengguna hanya membayar sisanya ditambah dengan biaya penggunaan listrik dari PLN. Dengan demikian tagihan listrik akan lebih murah untuk pelanggan yang menggunakan PLTS Atap.
Pemerintah tengah mengevaluasi regulasi terkaiat masalah ini, sehingga dapat menarik minat pelanggan PLN untuk memasang PLTS Atap. Biarpun begitu, pemerintah belum menyiapkan insentifnya. Alasannya, pemerintah sedang berfokus merampungkan rancangan peraturan presiden energi baru terbarukan. “Setelah itu akan perbaiki regulasi PLTS Atap,” ujar Harris.
Target Bauran Energi Baru Terus Naik
Menurut Harris, saat ini ada gap yang cukup besar pada target bauran energi sebesar 23 % pada 2025 nanti, dan terus membesar hingga 2050. Angka tersebut dipatok saat perekonomian cukup tinggi di 2014. Padahal realisasi pertumbuhan ekonomi tidak samapai delapan persen namun hanya lima persen.
Perhatikan grafik pada Databoks berikut ini:
Akibatnya pertumbuhan sisi energi tidak sebesar yaang direncanakan. “Ada kesan saat ini over supply. Karena di sisi supply ada 35 ribu MW yang mayoritas fosil, energi baru terbarukan ada tapi tidak maksimal,” ujarnya.
Di samping itu, pertumbuhan industri energi baru di dalam negeri belum cukup maksimal. Beberapa kendalanya seperti terkait pembiayaan. Demikian juga pada aspek kualitas sumber daya manusia yang perlu diperbaiki.
Di kalangan swasta, pembangkit ramah lingkungan ini sebenarnya cukup diminati. PT Xurya Daya Indonesia, misalnya, pada awal tahun ini menargetkan berkontribusi 10 % dari capaian pengembangan PLTS Atap. Startup yang bergerak di bidang energi terbarukan itu mengandalkan teknologi untuk ikut mengisi target produksi 6,5 Gigawatt (GW) hingga 2025.
Xurya akan berperan dalam menyediakan layanan pemasangan panel surya. Saat ini, perusahaan tersebut telah menggaet 20 konsumen dari industri maupun ritel. Jumlah tersebut tergolong kecil dibandingkan 1.580 pelanggan PLTS Atap hingga akhir tahun lalu.
“Target kami, yang penting cukup bisa kontribusi ke capaian pemerintah,” kata Managing Director Xurya Eka Himawan di Jakarta, awal tahun ini. Beberapa konsumen Xurya yakni Tokopedia, Traveloka, dan MGM Bosco Logistics.