Mewaspadai Likuiditas Ketat Perbankan dan Perebutan Dana Masyarakat

Image title
3 Maret 2019, 08:00
ATM
Arief Kamaludin|KATADATA
ATM

Industri perbankan Indonesia dalam beberapa bulan terakhir menghadapi isu pengetatan likuiditas. Hal ini tercermin dari data rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan yang mencapai 94 % pada Desember 2018, tertinggi lebih dari 10 tahun terakhir.

Pengetatan likuiditas semakin terasa pada bank bermodal inti rendah, yaitu bank umum berdasarakan kegiatan usaha (BUKU) I hingga III. Posisi LDR BUKU I -bermodal inti kurang dari Rp 1 triliun- tercatat 103,4 %, BUKU II -bermodal inti Rp 1–  5 triliun- 94 %, dan BUKU III -bermodal inti Rp 5–  30 triliun-  92,3 %. Ini di atas batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 92 %.

Tentu tidak semua kondisi bank di kelompok tersebut sama. PT Bank Victoria International Tbk., yang masuk ke kelompok BUKU II dengan modal inti Rp 2,56 triliun (September 2018), misalnya, likuiditas mereka malah masih sangat longgar. LDR Victoria pada akhir tahun lalu 72 %. Berarti, dana yang mereka himpun dalam bentuk DPK lebih besar dari kredit yang disalurkan.

(Baca: Jaga Likuiditas, BI Lakukan Operasi Moneter Tiga Kali Seminggu)

Walau demikian, LDR mereka pada 2018 lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Pada 2016, LDR Victoria berada di level 68,37 %. Lalu pada 2017, rasio penyaluran kreditnya mulai meningkat menjadi 70,25 %, dan kembali meningkat pada tahun lalu. “Jadi, kami di daerah aman, masih bisa meningkatkan ekspansi kredit,” kata Direktur Utama Bank Victoria Ahmad Fajar ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (1/3).

Karena LDR mereka tidak berada di atas 100 %, Fajar merasa tidak perlu berlomba untuk mencari dana pihak ketiga. Sementara ini, dana yang mereka himpun tidak banyak yang ditaruh di cadangan primer (primary reserve) seperti Giro Wajib Minimum. Mereka menaruh dananya di cadangan sekunder (secondary reserve) dalam bentuk surat berharga atau reksadana.

Dengan demikian, bila mereka membutuhkan perluasan pembiayaan bisa memanfaatkan cadangan sekunder tersebut. “Kami jual surat berharga untuk kebutuhan ekspansi kredit,” kata Fajar. “Kami tidak perlu ngeden untuk menaikan dana ekspansi kredit.”

Sebagai informasi tambahan, kredit Bak Victoria tahun lalu tumbuh 8 % dibandingkan dengan tahun 2017. Sementara DPK tumbuh  5 – 6 % dibandingkan tahun sebelumnya. Melihat angka-angka ini, Fajar belum terlalu khawatir akan masalah persaingan untuk mencari dana seger dari masyarakat.

Tahun ini, Victoria menargetkan kredit tumbuh 14 %, sejalan dengan target Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di mana kredit industri perbankan tumbuh 13 % plus-minus 1 %. Sementara DPK ditargetkan membesar 10 %.  (Baca juga: Likuiditas Bank Ketat, Rasio LDR Tertinggi Lebih dari 10 Tahun Terakhir).

Tahun ini, Fajar juga memperkirakan tidak akan menaikan suku bunga depositonya. Hal itu karena Bank Sentral Amerika Serikat (AS) –The Federal Reserve- diprediksi hanya akan menaikan suku bunga acuannya sekali sepanjang tahun 2019.

Walau demikian, mereka berencana menaikan bunga kreditnya sebesar 0,25 % tahun ini meski belum bisa menyebutkan waktunya. Meski begitu, dia menyatakan lebih mudah menaikan suku bunga deposito dibandingkan kredit. Sebab, ada risiko nasabah berpindah ke bank lain.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...