Genjot Properti, Ekonom Dorong Pelonggaran Besar Pajak Rumah Mewah

Rizky Alika
23 November 2018, 18:13
pameran rumah mewah
ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Rencana pemerintah memperlonggar Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk properti disambut antusias berbagai pihak. Namun, nilainya harus siginifikan agar dampaknya lebih terasa dalam membangkitkan sektor ini agar kompetitif dan berdaya saing.

Menurut Yustinus Prastowo, rencana kenaikan ambang batas pengenaan PPnBM rumah mewah belum efektif untuk menggairahkan sektor properti. Ekonom dan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis ini menilai batasan pengenaan PPnBM masih terlalu rendah. “Kenaikan batas dari Rp 20 miliar menjadi Rp 30 miliar kurang tinggi,” kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (22/11). 

(Baca: Sri Mulyani akan Longgarkan Pajak Penjualan Properti Mewah).

Ia menyarankan pemerintah menaikkan batas pengenaan pajak menjadi Rp 40-50 miliar atas setiap properti mewah. Apalagi, pengaruh penerimaan PPnBM terhadap penerimaan pajak tidak besar lantaran hanya dikenakan satu kali pada primary market. Adapun batasan Rp 50 miliar diperkirakan dapat menggerakkan pasar sektor properti yang saat ini lesu.

Selain itu, ia menilai batas Rp 30 miliar akan sulit direvisi apabila terjadi inflasi. Terlebih lagi, harga sektor properti kerap naik dengan cepat. “Masa setiap tahun aturan direvisi?” ujarnya.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah berkomunikasi dengan pelaku usaha. Apabila pasar sektor properti meningkat, ada efek berganda atau multiplier effect pada penerimaan, yaitu dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Final, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Di sisi lain, Prastowo menyetujui rencana penurunan tarif PPh Pasal 22 dari pembelian properti menjadi 1 persen. Namun demikian perlu ada perubahan batasan pengenaan harga jual.

Pengenaan PPh perlu ditingkatkan di atas Rp 10 miliar, yakni Rp 15 miliar atau Rp 20 miliar. “Supaya sinkron dengan PPnBM. Jadi orang kena PPh yang Rp 5 miliar, sementara beli di atas itu baru kena PPnBM,” ujarnya.

Sementara itu, ekonom dari Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan keputusan pemerintah sudah tepat untuk menggerakkan sektor properti. Hal ini sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) dengan pelonggaran rasio kredit terhadap agunan atau loan to value (LTV). “LTV sudah dilonggarkan dan ada stimulus dari sisi pajak,” ujarnya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...