Cina Mulai Menggeliat, Impor Elektronik Bakal Naik
Sejumlah lembaga keuangan dunia memprediksi ekonomi Cina masih demam pada tahun ini. Bank Pembangunan Asia, misalnya, meramalkan Negeri Panda itu hanya bertumbuh 6,5 persen, lebih rendah dari 2015 yang mencapai 6,9 persen. Angka tahun lalu itu pun masih lebih kecil dari 2014 yang hinggap di level 7,3 persen. Hal ini menandai pertumbuhan terlamban Cina dalam seperempat abad terakhir.
Alhasil, pelambatan Cina, yang berkontribusi terhadap sepertiga ekonomi dunia, bakal menyeret gerak negara-negara di Asia. Namun, sebuah data dari Negeri Tembok Raksasa tersebut dapat membelokkan ramalan tadi. Ekspor Cina meningkat 11,5 persen per Maret 2016. Mayoritas merupakan barang elektronik, berupa telepon seluler atau laptop. (Baca: ADB Prediksi Ekonomi Asia 2016 Makin Lesu).
Informasi tersebut terlihat seusai Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Badan Pusat Startistik, Sasmito Hadi Wibowo melawat ke Negeri Tirai Bambu itu. Dia membenarkan ekspor alat komunikasi dan pengolahan data seperti komputer atau laptop dari Cina meningkat. Dan Indonesia menjadi salah satu tujuan ekspor utamanya.
Kondisi ini tentu akan meningkatkan impor barang konsumsi asal Cina mulai akhir kuartal pertama ini. “Jika lonjakan ekspor Cina tersebut terjadi di Maret, sebagian masuk di kuartal dua. Menurut Kementerian Perdaganga Cina, ekspor Indonesia ke Cina sebetulnya lebih besar dari yang dicatat oleh Indonesia,” kata Sasmito kepada Katadata, Kamis, 14 April 2016.
Pergerakan semacam ini, kata Sasmito, menunjukan permintaan masyarakat meningkat. Namun penyediaan atau produksi di dalam negeri belum mencukupi. Akibatnya pertumbuhan ekonomi kemungkinan naik, tetapi inflasi juga berpeluang melonjak. (Baca juga: Hadapi Tiga Masalah Besar, IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Dunia).
Sisi positifnya, menurut Ekonom Bank Central Asia David Sumual, menjadi sinyal bahwa perekonomian Cina lebih baik dari perkirakan. Selama ini banyak yang memperoyeksikan ekonomi negara tersebut akan jatuh lebih dalam. Jika ekonomi Negeri Panda tersebut stabil tentunya permintaan komoditas energi seperti batubara dan minyak sawit mentah (CPO) juga meningkat.
Di sisi lain, Indonesia harus segera mempercepat produksi barang konsumsi untuk bisa diekspor ke Cina. Sebab, negara tersebut sudah kelebihan kapasitas, sehingga akan berubah haluan menjadi berbasis konsumsi. Hal ini serupa dengan yang terjadi di Indonesia yang kontribusi perekonomian mayoritas berasal dari konsumsi rumah tangga. “Market-nya besar soalnya,” ujar David. (Baca juga: Tiga Ramalan ADB Atas Kelesuan Ekonomi Asia).
Namun pandangan berbeda disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution. Menurut dia, sekalipun industri Cina bergerak yang ditunjukkan dengan perbaikan ekspornya, tapi pengiriman komoditas energi Indonesia ke sana belum tentu naik. Sebab, ada larangan ekspor komoditas mentah. “Kalau hasil pertambangan, pada dasarnya tergantung kita juga, bukan perekonomian Cina,” kata Darmin.