BI Peringatkan Pemerintah Akan Perlambatan Cina dan Bunga Amerika

Muchamad Nafi
26 November 2015, 18:49
Agus Martowardojo ----------------------- Arief Kamaludin|KATADATA
Agus Martowardojo ----------------------- Arief Kamaludin|KATADATA
Agus Martowardojo ----------------------- Arief Kamaludin|KATADATA

KATADATA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengingatkan untuk tetap mewaspadai pergerakan ekonomi global pada tahun depan. Perlambatan ekonomi Cina diperkirakan masih akan berlanjut. Rencana Cina memasukan renminbi sebagai aset cadangan internasional (Special Drawing Rights/SDRs) perlu dicermati dengan hati-hati.

Dari sisi nilai tukar, menurut Agus, masuknya renminbi sebagai SDRs akan membuat capital account Cina terbuka dan pengelolaan moneternya menjadi independen. Efeknya, renminbi bisa menguat. Namun, kemungkinan besar Cina tidak akan membiarkan mata uangnya menguat terlalu tinggi. Karena itu, Agus memprediksi Cina akan mendevaluasi kembali kursnya.

Prediksi ini didasarkan pada aspek kompetitif mata uang. Bila renmibi terlalu kuat, daya saing mata uanga Cina ini akan kalah dibandingkan yen Jepang dam won Korea Selatan. Bila renminbi atau yuan ini benar-benar kembali didevaluasi, dampaknya akan besar terhadap Indonesia. “Ketika kemarin didevaluasi dua sampai tiga persen, dampak ke dunia besar. Kita harus siap kalau renminbi melemah,” kata Agus dalam acara Kompas 100 CEO Forum di JCC, Jakarta, Kamis, 25 November 2015.

Selain kondisi Cina, faktor global lain yang bisa mempengaruhi ekonomi Indonesia ialah perubahan Fed Rate. Bila suku bunga acuan bank Amerika Serikat ini jadi naik akan berimbas pada nilai tukar rupiah. Dana asing yang keluar atau capital outflow juga diprediksi meningkat. (Baca juga: Jusuf Kalla: BI Perlu Evaluasi Bunga BI Rate).

Sebagai gambaran, Agus mengungkapkan dana asing yang masuk atau capital inflow pada kuartal ketiga 2014 mencapai Rp 181 triliun. Dana tersebut masuk dalam bentuk investasi asing langsung (FDI) atau pun portfolio. Pada periode yang sama tahun ini, nilainya hanya Rp 43 triliun. “Ini akan membuat balance of payment kita negatif dan menurunkan cadangan devisa. Jadi, risiko ke depan masih akan ada tekanan dan reversal,” tutur dia.

Di luar kedua faktor tersebut, melemahnya harga minyak dunia diprediksi masih berlanjut hingga tahun depan. Harga komoditas pun masih dalam tren penurunan. Tahun ini, harga komoditas turun 15 persen, lebih tinggi dibandingkan perkiraan BI yang hanya menyusut 11 persen. Adapaun tahun depan, Agus memperkirakan harga komoditas turun hingga lima persen. Dampaknya, kondisi ini akan menekan pendapatan per wilayah yang berujung pada perekonomian nasional.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...