Baru sebatas wacana tapi sudah menggegerkan dunia usaha, juga di tubuh kabinet. Upaya Kementerian Keuangan menerapkan ekstensifikasi cukai pada plastik kemasan berisi minuman menuai pro-kontra.

Menurut para pejabat di Lapangan Banteng, markas Kementerian Keuangan, kebijakan tersebut merupakan salah satu upaya mengendalikan sampah plastik yang menggunung, sekitar 4,5 juta ton per hari, selain untuk menambah penerimaan negara. Mendasarkan kepada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, cukai pada plastik kemasan dinilai membantu mengelola lingkungan lebih benar.

Advertisement

Meski demikian, Kementerian Perindustrian tak memiliki pandangan yang sama. Mereka malah khawatir rencana tersebut malah akan memperlambat industri minuman nasional. Menteri Perindustrian Saleh Husin menyatakan cukai plastik memberikan dampak luas. (Baca: Kejar Setoran Pajak, Pemerintah Diminta Tak Menakuti Pengusaha).

Selain itu, kriteria cukai kemasan plastik minuman dikategorikan sebagai bahan yang dapat mencemari lingkungan tidaklah tepat sepenuhnya. “Kemasan plastik berbagai ukuran dan bentuk untuk minuman dapat didaur ulang. Sudah ada industri recyle-nya,” kata Saleh dalam keterangan resminya, Rabu pekan lalu.

Dalam hitungan instansinya, cukai plastik akan memukul konsumsi produk minuman. Bila langkah tersebut diteruskan, Saleh menilai daya saing industri minuman nasional akan melemah. Efeknya, pasar ini akan diisi oleh asing yang mampu memberi harga lebih miring. (Baca: Ramai-ramai Tolak Rencana Cukai Plastik Kemasan).

Saleh Husin
Saleh Husin
(Arief Kamaludin|KATADATA)

Tak hanya itu, cukai plastik menyebabkan lahirnya ketidakharmonisan kebijakan. Misalnya, bertentangan dengan kemudahan berinvestasi dalm hal insentif pajak yang sedang digulirkan pemerintah.

Pandangan kontra cukai plastik juga disuarakan Enny Sri Hartati. Direktur Eksekutif INDEF ini menyatakan penerapan cukai plastik perlu dikaji lebih mendalam. Tujuan utama pengenaan cukai untuk pengendalian tidak bisa dikesampingkan hanya untuk menambal penerimaan. Pemerintah diminta mencari alternatif barang kena cukai lain yang lebih masuk akal untuk pengendalian disamping untuk menambah penerimaan negara.

“Kebijakan apa pun, harus terbuka. Ketika sudah diketok palu, tidak menimbulkan distorsi. Kedua, harus efektif sesuai tujuan utama kebijakan itu dibuat. Tidak menimbulkan distorsi dan resistensi,” ujar Enny.

Penolakan serupa diutarakan Adhi Lukman. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) ini menyatakan cukai pada plastik kemasan minuman tidak tepat lantaran dapat memberikan banyak dampak negatif. (Baca juga: Dirut Pertamina Tolak Pemberlakuan Cukai BBM).

Pertama, kenaikan harga minuman berpotensi memacu inflasi. Kedua, Adhi mengklaim, dari hasil penelitian yang melibatkan perguruan tinggi, pengenaan cukai ini justru merugikan pemerintah sekitar Rp 500 miliar per tahun.

Ketiga, industri di Indonesia akan terganggu terutama industri plastik. Alasannya, negara lain tidak menerapkan hal tersebut, karenanya dapat memicu keluarnya investasi di sektor perplastikan di Indonesia.

Seberapa Besar Konsumsi Plastik Indonesia?

NegaraJumlah Penduduk(Juta Jiwa)Luas Wilayah(Juta km2)Konsumsi Plastik(Kg/kapita/tahun)Konsumsi(JutaTon/tahun)Kepadatan Konsumsi Plastik(ton/km2)
Indonesia2501.42174.252.99
Malaysia290.33351.023.09
Thailand670.51402.685.25
Eropa Barat1911.0910019.117.52

Sumber: INAPLAS dan www.worldometers.info

Mendapat  penolakan seperti itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan rencana pengenaan cukai plastik kemasan telah disetujui oleh berbagai kementerian terkait. Kebijakan tersebut sebagai salah satu upaya pengendalian sampah plastik, selain untuk menambah penerimaan. Namun, belum jelas jenis plastik mana yang akan dikenakan cukai.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement