Membedah Suburnya Pertumbuhan Kelompok Militan Islam di Jawa

Alexandre Pelletier
Oleh Alexandre Pelletier
28 Oktober 2020, 09:00
Alexandre Pelletier
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Suasana aksi reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta, Senin (2/12/2019). Reuni tersebut digelar untuk lebih mempererat tali persatuan umat Islam dan persatuan bangsa Indonesia.

Pasca-transisi demokrasi pada 1998, banyak kelompok Islam fundamentalis vokal bermunculan di Indonesia.

Front Pembela Islam (FPI) -yang paling menonjol di antara kelompok-kelompok ini- telah memobilisasi, tak jarang dengan kekerasan, untuk menolak hal-hal yang mereka anggap amoral dan sesat. FPI, bersama dengan kelompok Islam lainnya, telah berperan penting dalam mempertajam polarisasi dan populisme agama di Indonesia.

Advertisement

Selain lewat kampanye nasional, seperti gerakan ‘212’ yang menolak Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dalam pemilihan gubernur Jakarta pada 2016, sebagian besar kelompok militan ini aktif secara lokal, menargetkan pada pemerintahan dan minoritas di daerah.

Tetapi kelompok-kelompok ini lebih berhasil di beberapa daerah tertentu dibanding daerah lain.

Saya melakukan riset pada mobilisasi Islam fundamentalis di Indonesia di Pulau Jawa. Saya menerbitkan temuan di jurnal Comparative Politics baru-baru ini.

Penelitian saya menemukan bahwa kelompok militan semakin bertumbuh pesat di wilayah yang pemimpin Muslim dan lembaganya lemah, dan yang memiliki persaingan kuat untuk mendapat otoritas agama.

Mobilisasi militan, menurut saya, adalah produk sampingan dari struktur lokal otoritas keagamaan -bukan otoritas soal Islam, tapi bagaimana otoritas ini dihasilkan dan diperebutkan secara lokal.

Perbedaan yang Mencolok

Di Pulau Jawa, beberapa daerah mengalami pertumbuhan kelompok Islam fundamentalis lebih cepat dan mobilisasi yang lebih ajeg. Dari enam provinsi, Jawa Barat memiliki jumlah kelompok Islam terbesar dan demonstrasi paling sering. Angka protes dan kekerasan di Jawa Barat mendekati 60% dari total kejadian di Pulau Jawa sejak 1998. Angka ini jauh berbeda dari Jawa Timur yang hanya 10%.

Beberapa pengamat telah mengaitkan antara munculnya kelompok militan seperti FPI dan proses desentralisasi dan patronase politik pada periode Reformasi. Namun kaitan ini ini tidak bisa menjelaskan sepenuhnya mengapa kelompok-kelompok seperti ini cenderung lebih berkembang di Jawa Barat, padahal insentif politik dapat dibilang sama di seluruh Indonesia.

Penelitian lain juga berteori bahwa kelompok militan di Jawa Barat ini berhubungan dengan jaringan Darul Islam. Darul Islam adalah gerakan garis keras yang berusaha mengubah Indonesia menjadi negara Islam antara tahun 1942 dan 1962.

Saya menemukan sedikit bukti pendukung di lapangan untuk teori itu.

Sebagian besar pemimpin kelompok militan seperti FPI, terutama ketika di tingkat kabupaten dan kecamatan, adalah kiai atau ustaz yang mengelola pesantren, pengajian, atau majelis taklim kecil.

Fragmentasi di Jawa Barat

Struktur Otoritas Keagaman di Jawa (Alexandre Pelletier)
Struktur Otoritas Keagaman di Jawa (Alexandre Pelletier) (Istimewa )


Studi saya melibatkan puluhan wawancara dengan berbagai kiai dan kelompok militan yang saya lakukan pada 2014 dan 2015 sebagai bagian dari disertasi doktoral saya. Saya juga menggunakan kumpulan data terbaru terkait 15.000 pesantren dan 30.000 kiai di Jawa.

Data yang telah saya kumpulkan memungkinkan adanya perbandingan perspektif tentang institusi Islam di Jawa yang belum ada sebelumnya.

Jawa Barat memiliki pesantren lebih banyak dibandingkan Jawa Timur, tapi ukuran pesantren Jawa Barat dua kali lebih kecil dibanding rata-rata (JB=111,5; JT=230,5 santri). Peta menunjukkan kabupaten dengan pesantren-pesantren paling kecil (warna hijau) dan pesantren dengan jumlah murid lebih dari seribu (titik hitam) di Pulau Jawa.

Seperti yang terlihat, pesantren di Jawa Barat jauh lebih kecil dibandingkan daerah lain. Hanya ada 26 pesantren yang punya murid lebih dari 1.000 di Jawa Barat. Jawa Timur punya tidak kurang dari 94 pesantren dengan murid lebih dari seribu.

Meski memiliki lebih banyak pesantren, peta tersebut menunjukkan hanya ada sedikit pesantren yang berpengaruh di Jawa Barat. Di sana, pesantren tidak hanya kecil, tapi juga lemah secara kolektif. Jaringan antar kiai di Jawa Barat lebih renggang, lebih terfragmentasi, dan lebih informal dibandingkan di Jawa Timur.

Ini menunjukkan dinamika organisasi keagamaan di sana: Meski banyak orang di Jawa Barat adalah kaum Muslim tradisional namun Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Muslim terbesar di Indonesia tidak dominan di provinsi itu.

Sebaliknya, lanskap organisasi masyarakat Islam sangat terpecah-pecah. Sebagian besar kiai tidak terafiliasi atau hanya menjadi anggota organisasi yang kecil.

Singkatnya, Jawa Barat memiliki elite agama lebih lemah dan struktur otoritas yang kompetitif.

Mengapa ini penting?

Halaman:
Alexandre Pelletier
Alexandre Pelletier
Post-Doctoral Fellow, Cornell University
Artikel ini terbit pertama kali di:

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement