Apa yang Salah dalam Penanggulangan Covid-19 di Indonesia

I Nyoman Sutarsa
Oleh I Nyoman Sutarsa
5 Desember 2020, 07:00
I Nyoman Sutarsa
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Sejumlah petugas tenaga kesehatan menjemur pelindung wajah yang telah didekontaminasi di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran di Jakarta, Kamis (12/11/2020). Perkembangan data per 12 November 2020 menunjukkan penambahan kasus positif baru sebanyak 4.173 orang dengan total kasus terkonfirmasi COVID-19 mencapai angka 452.291 sementara jumlah pasien yang telah sembuh dari Corona sebanyak 382.084. Sedangkan total pasien yang meninggal dunia sebanyak 14.933 orang.

Setelah sembilan bulan berjuang melawan pandemi Covid-19, upaya penanggulangan di Indonesia -negara dengan penduduk terpadat di Asia Tenggara- belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Setelah kasus Covid-19 pertama diumumkan pada Maret 2020, situasi pandemi di Indonesia terus memburuk.

Jumlah kasus harian meningkat dan Indonesia terus mencatatkan rekor-rekor baru terlepas dari upaya penanggulangan yang telah dilakukan pemerintah mulai dari pembatasan sosial sampai pada pelaksanaan parsial lockdown di beberapa wilayah di Indonesia. Minggu lalu, Indonesia kembali mencatat rekor jumlah kasus harian yaitu 6.267 kasus. Rekor tersebut hanya berselang lima hari dari rekor sebelumnya, 5.534 kasus.

Advertisement

Saat ini, total kasus Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 534.266 orang, dan tersebar di lebih dari 95 % kabupaten/kota di Indonesia. Angka tersebut diprediksi masih lebih rendah dibandingkan dengan situasi riil di lapangan karena terbatasnya jumlah tes. Namun demikian, jumlah kasus di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara.

Angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia telah mencapai 3,1 %, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian dunia yang 2,4 %.

Kami mengkaji tiga kelemahan utama dalam upaya penanggulangan Covid-19 di Indonesia dalam rentang sembilan bulan terakhir, dan merekomendasikan langkah-langkah yang dapat dilakukan.

Respons yang Lambat

Respons yang cepat, khususnya pada fase awal pandemi, terbukti efektif di berbagai negara.

Respons cepat yang dilakukan oleh pemerintah Cina, Mongolia, Selandia Baru, dan Uruguay pada fase awal pandemi berhasil menekan laju penularan Covid-19. Langkah-langkah yang mereka ambil termasuk membatasi penerbangan internasional, menutup fasilitas umum, mengisolasi kasus positif, penelusuran kontak dan tes, serta kampanye besar-besaran penggunaan masker dan praktik cuci tangan.

Upaya penanggulangan dari negara-negara tersebut menunjukkan bahwa respons yang cepat dapat melandaikan kurva pandemi dan mencegah peningkatan kasus secara eksponensial. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk menyiapkan sistem kesehatan untuk mengatasi lonjakan kasus pada hari-hari berikutnya.

Indonesia gagal dalam melakukan upaya penanggulangan cepat pada fase-fase awal pandemi. Pada saat berbagai negara telah menerapkan penutupan wilayah dan pembatasan sosial sejak awal pandemi, pemerintah Indonesia memilih untuk mengabaikan ancaman Covid-19. Pemerintah Indonesia lebih mengutamakan langkah-langkah penyelamatan ekonomi.

Selanjutnya, ketika banyak negara tengah bersiap secara hati-hati untuk kembali membuka diri dari fase lockdown, pemerintah Indonesia justru secara prematur membuka ekonomi melalui implementasi kenormalan baru. Namun demikian, ekonomi Indonesia tetap terpukul keras. Sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia, pandemi Covid-19 mengguncang keras ekonomi Indonesia.

Sedikitnya 6,4 juta penduduk Indonesia telah kehilangan pekerjaan akibat Covid-19 sampai dengan Oktober 2020. Hasil survei terbaru yang melibatkan 5.000 pencari kerja menemukan bahwa 35 % pekerja dipecat dan 19 % dirumahkan sementara akibat Covid-19.

Indonesia tengah memasuki resesi. Sedikitnya terdapat 1,64 juta penduduk miskin baru akibat Covid-19 pada akhir Juli 2020, dan jumlah ini diprediksi mencapai 8,5 juta pada akhir 2020.

Strategi Mobilisasi Sumber Daya Kesehatan yang Tidak Efektif

Pandemi Covid-19 telah meningkatkan kebutuhan terhadap layanan kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Banyak negara, terutama negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang, kesulitan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan keterbatasan sumber daya kesehatan.

Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, ditambah dengan ketimpangan akses layanan kesehatan antara wilayah timur dan barat Indonesia, sangat menyulitkan upaya alokasi dan distribusi sumber daya kesehatan.

Selama periode pandemi, alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan di wilayah timur Indonesia tidak dapat disediakan secara tepat waktu dalam jumlah yang memadai. Kondisi ini menempatkan tenaga kesehatan sebagai kelompok yang rentan untuk tertular Covid-19.

Halaman:
I Nyoman Sutarsa
I Nyoman Sutarsa
Lecturer in Rural Clinical School, ANU Medical School, Australian National University
Artikel ini terbit pertama kali di:

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement