Mobil Listrik dan Masa Depan Industri Nikel Indonesia

Komaidi Notonegoro
Oleh Komaidi Notonegoro
22 Februari 2021, 11:20
Komaidi Notonegoro
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Kegiatan penambangan bijih nikel PT Antam Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel Maluku Utara

Momentum pengembangan mobil listrik yang terus menguat berpotensi memberikan dampak positif terhadap industri nikel di Indonesia. Hal tersebut terkait dengan pemanfaatan nikel sebagai komponen baterai mobil listrik.

Pemanfaatan nikel sebagai komponen baterai diyakini dapat mendorong biaya produksi mobil listrik kompetitif dengan mobil yang menggunakan BBM. Saat ini, porsi biaya baterai dilaporkan sekitar 40 % dari total ongkos produksi mobil listrik. Karena itu, berkurangnya biaya produksi baterai akan menurunkan biaya produksi mobil listrik secara keseluruhan.

Advertisement

Saat ini terdapat tiga jenis baterai yang digunakan untuk kendaraan listrik, yaitu Nickel Cobalt Aluminium (NCA), Nickel Mangan Cobalt (NMC), dan Lithium Iron Phosphate (LFP). Untuk ketahanan panas, baterai jenis NCA memiliki ketahanan panas sekitar 150°C, baterai jenis NMC sekitar 210°C, dan baterai jenis LPF sekitar 270°C. Dari sisi biaya, produksi baterai jenis NCA sekitar US$ 350 per kWh, jenis NMC sekitar US$ 420, dan jenis LPF sekitar US$ 580.   

Industri Nikel Indonesia

Dari tiga jenis baterai mobil listrik tersebut, biaya produksi baterai yang menggunakan komponen nikel, yaitu NCA dan NMC, tercatat lebih murah dibandingkan yang tidak menggunakan komponen nikel (LPF). Berdasarkan informasi tersebut, selisih biaya produksi antara baterai yang menggunakan nikel dan yang tidak mencapai US$ 70 – 230 untuk setiap kWh-nya.

Dapat dikatakan bahwa pemanfaatan nikel merupakan bagian penting untuk menurunkan biaya produksi baterai dan mobil listrik secara keseluruhan. Karena itu, negara-negara yang memiliki cadangan nikel terutama Indonesia akan memainkan peran penting dalam rantai pasok industri baterai maupun mobil listrik secara keseluruhan. Indonesia yang memiliki cadangan nikel sekitar 52 % dari cadangan dunia akan menjadi penentu industri mobil listrik, kompetitif atau tidak dibandingkan mobil berbahan bakar minyak.

Dengan porsi cadangan tersebut, produksi nikel Indonesia dilaporkan sekitar 800 ribu ton atau sekitar 30 % dari total produksi nikel dunia. Saat ini kebutuhan nikel dalam negeri sekitar 30 ribu ton per tahun.

Selama ini sekitar 770 ribu ton atau 96 % dari total produksi nikel Indonesia diperuntukkan bagi pasar ekspor. Selain Indonesia, produsen nikel utama dunia adalah Filipina dan Rusia. Produksi nikel Filipina sekitar 420 ribu ton, sementara Rusia sekitar 270 ribu ton.

Dengan menguasai 52 % cadangan dunia tersebut, hampir dapat dipastikan Indonesia akan memainkan peran penting dalam industri nikel global termasuk dalam hal ini industri nikel untuk baterai mobil listrik. Keberatan Uni Eropa terkait keputusan Indonesia yang melakukan moratorium ekspor nikel semakin menegaskan bahwa Indonesia memainkan peran penting tersebut.

 

Halaman:
Komaidi Notonegoro
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement