Tiga Persiapan untuk Beralih ke Bensin Rendah Emisi Euro IV

Alloysius Joko Purwanto
Oleh Alloysius Joko Purwanto
17 Maret 2021, 16:09
Alloysius Joko Purwanto
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
SPBU di kawasan Jakarta Pusat (09/08). PT Pertamina membuat peraturan baru dimana melarang untuk para konsumen membeli bahan bakar minyak di SPBU untuk dijual kembali demi mendapatkan keuntungan. Larangan masyarakat tidak boleh membeli BBM jenis apa pun untuk dijual kembali sudah diatur oleh UU No. 22/2001 tentang Migas.

Akibat pandemi Covid-19, Pemerintah Indonesia harus memundurkan rencana pemberlakuan standar emisi Euro IV bagi kendaraan bermotor baru bermesin diesel menjadi April 2022, dari target semula pada April 2021.

Standar emisi Euro IV diperkenalkan pertama kali pada 2005 di Uni Eropa dan sudah lama dipakai di banyak negara. Standar ini membatasi emisi gas buang kendaraan, seperti karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), nitrogen oksida (NOx), dan sulfur, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.

Peralihan ke Euro IV setidaknya bisa menurunkan 55% kandungan CO, 60% kandungan HC, dan 68% kandungan NOx, dalam udara.

Sebenarnya, aturan peralihan ke standar emisi untuk kendaraan bermotor baru dengan bahan bakar diesel, gas, dan bensin ini sudah ada sejak 2017. Dari sisi mesin, untuk kendaraan bermotor baru berbahan bakar bensin, standar emisi Euro IV diterapkan sejak 2018. Namun untuk kendaraan bermesin diesel, realisasinya terus diundur dari April 2021 ke April 2022.

Dari sisi bahan bakar, pemerintah malah belum secara tegas menetapkan kapan bahan bakar minyak (BBM) yang dipakai akan sepenuhnya memenuhi standar Euro IV. Pemerintah baru mencanangkan untuk beralih sepenuhnya ke BBM diesel berstandar Euro IV pada 2026 , sementara untuk BBM bensin, target waktu ini belum jelas.

Ada beberapa masalah yang menyebabkan Indonesia sulit beralih ke BBM berstandar Euro IV, seperti harga BBM Euro IV yang masih sangat mahal dan ketersediaan yang masih terbatas di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU). Pada saat yang sama, kandungan sulfur dalam BBM yang ada saat ini masih sangat tinggi, bahkan mencapai 2500 ppm (parts per million atau bagian per juta), masih jauh di atas batas maksimal sulfur 50 ppm dalam standar Euro IV.

Belajar dari hambatan yang terjadi, saya mengusulkan tiga hal yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk sepenuhnya bisa beralih ke bahan bakar standar Euro IV.

1) Mempersiapkan Daya Beli Masyarakat

Berdasarkan penghitungan saya, peralihan ke BBM berstandar Euro IV bisa memicu kenaikan harga bahan bakar 17% sampai 28%. Kenaikan harga BBM ini berisiko menaikkan harga produksi di berbagai sektor industri dan meningkatkan inflasi.

Untuk mencegahnya, pemerintah harus menyiapkan bantuan fiskal non-subsidi BBM yang efektif untuk menaikkan daya beli masyarakat dan industri sehingga bisa menjangkau harga BBM Euro IV. Bantuan fiskal ini dapat terwujud dalam berbagai skema baru, misalnya tunjangan transportasi untuk pekerja, pelonggaran pajak bagi berbagai usaha angkutan darat, hingga pengembalian pajak pendapatan terkait pengeluaran untuk transportasi.

Bantuan tersebut lebih efektif ketimbang memberikan subsidi BBM yang telah terbukti tidak tersalurkan secara tepat di masa lalu dan memberi beban anggaran yang besar bagi negara.

2) Mempersiapkan Bahan Bakar Nabati yang Tepat

Studi meta analisis dari International Council on Clean Transportation (ICCT), sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional yang mempromosikan transportasi rendah emisi, menyimpulkan bahwa pencampuran biodiesel berbasis minyak sawit dengan bahan bakar diesel, seperti yang dilakukan dalam program B30, dapat menurunkan emisi karbon monoksida dan hidro karbon.

Namun, bila dicampur dengan bahan bakar diesel bersulfur rendah, seperti Euro IV, akan meningkatkan emisi nitrogen oksida (NOx) dan partikulat (particulate matter atau PM). Dengan kata lain, program biodiesel yang diterapkan Indonesia saat ini, yaitu B30, tidak sepenuhnya cocok untuk diterapkan saat Indonesia sudah beralih ke BBM diesel Euro IV.

Hal ini bisa diatasi dengan menggunakan bahan bakar nabati yang tepat. Saat ini, Pertamina sedang mempersiapkan produk Bahan Bakar Nabati (BBN) baru yang disebut green fuels, terdiri atas green gasoline dan green diesel, yang juga berbahan baku minyak kelapa sawit.

Halaman:
Alloysius Joko Purwanto
Alloysius Joko Purwanto
Transport & Energy Economist, Economic Research Institute for ASEAN and East Asia
Artikel ini terbit pertama kali di:

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...