Selamat Datang Kementerian Investasi

Sampe L. Purba
Oleh Sampe L. Purba
10 April 2021, 07:00
Sampe L. Purba
KATADATA/JOSHUA SIRINGO RINGO
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan ruas jalan tol dalam kota pada Seksi A Kelapa Gading-Pulogebang di kawasan Cakung, Jakarta Timur, Kamis (4/3/2021). Enam ruas jalan tol dalam kota sepanjang 69,7 kilometer dengan nilai investasi Rp41,17 triliun tersebut dibangun untuk menampung lalu lintas Jakarta di masa mendatang yang diperkirakan akan terus bertambah.

Dalam dunia migas, ada tiga isu besar yang selalu menjadi perhatian para investor global dalam memilih dan memilah tempat untuk berinvestasi. Pertama menyangkut prospectivity. Hal ini menyangkut potensi geologis, rasio historis keberhasilan eksplorasi hingga ke tahapan produksi.

Kedua terkait fiscal terms. Ini menyangkut hal-hal yang diperjanjikan dalam kontrak seperti sistem bagi hasil, perpajakan, dan insentif yang disediakan. Ketiga yakni easeness of doing business (indeks kemudahan berusaha). Hal ini menyangkut urusan perizinan dan pengadaan barang dan jasa. Kualitas layanan birokrasi sangat menentukan dalam hal ini.

Advertisement

Posisi Indonesia dalam index of doing business (“IODB”) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, dari tahun ke tahun, berkutat pada peringkat 70-an dari 190 negara. Indonesia bahkan kalah dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN. Ini mungkin salah satu penyebab, mengapa banyak pemodal baru lebih memilih berinvestasi di negara tetangga.

Di mata investor global, easeness of doing business –kemudahan berusaha dan kepastian hukum-  berpengaruh langsung dengan daya saing, yang diterjemahkan dalam rasio-rasio keuangan dan permodalan. Semakin lama urusan perizinan dan semakin tidak pasti dalam berbisnis, maka IRR (tingkat keuntungan dan pengembalian modal) semakin kecil. IRR adalah salah satu ukuran klasik konvensional dalam seleksi portofolio investasi.

Undang-Undang Cipta Kerja dan Kemudahan Berusaha

Esensi, semangat, benang merah dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah yang memfasilitasi kemudahan berusaha, menjamin kepastian hukum, serta menciptakan ekosistem yang sehat untuk terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi dunia usaha besar, menengah, kecil hingga perorangan.

Berbagai substansi undang-undang yang mengatur hal yang sejenis disatukan, diharmoniskan, disederhanakan termasuk dengan memangkas berbagai aturan, proses dan prosedur yang dipandang memperlemah daya saing.

Itulah esensi Undang-undang yang populer dengan sebutan omnibus law. Salah satu turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja adalah Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP Perizinan).

Perizinan Kegiatan Usaha Migas

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) membagi dua rezim pengaturan usaha di bidang minyak dan gas bumi, yaitu kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Kegiatan usaha hilir seperti pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga dikendalikan melalui mekanisme izin.

Sedangkan kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan dan dikendalikan melalui kontrak kerja sama. Pengaturan detilnya ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (PP Hulu Migas).

Perbedaan pengaturan tersebut karena esensi dan substansi kegiatan usaha hulu migas dengan kegiatan hilir sangat berbeda, baik menyangkut spektrum jangka waktu usaha, permodalan dan persaingan.

Kegiatan usaha hulu  sarat dan erat dengan risiko eksplorasi, risiko operasional, dan risiko permodalan. Karena itu, Undang-Undang Migas dengan tegas menyatakan bahwa modal dan risiko sepenuhnya ditanggung badan usaha di bidang hulu migas.

Usaha hulu migas berspektrum  jangka panjang, dengan modal di bilangan ratusan juta dolar mulai dari kegiatan eksplorasi hingga eksploitasi. Rata-rata diperlukan di atas 12  tahun sejak masa eksplorasi hingga produksi pertama.

Dengan konteks inilah maka pembuat undang-undang dengan bijak membedakan kegiatan usaha hulu dengan kegiatan usaha hilir. Serta memastikan bahwa kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan dan dikendalikan (governed by) kontrak kerja sama, bukan dengan mekanisme perizinan.

Lalu apakah ada pertentangan Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya terkait dengan perizinan, dengan Undang-Undang Migas? Sesungguhnya tidak, sepanjang dapat diharmonisasi dalam konsep, regulasi, maupun implementasinya secara konsisten dan taat asas. Kedua undang-undang ini tidak saling menafikan. Namun semakin melengkapi dan menguatkan.

Halaman:
Sampe L. Purba
Sampe L. Purba
Praktisi Energi Global. Managing Partner SP-Consultant

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement