Problem Pembatasan Konsumsi BBM dan Peran Penting Insentif Hulu Migas
Jika level produksi dan cadangan minyak Indonesia pada 1990-an dapat dipertahankan, wacana kebijakan pembatasan konsumsi BBM mungkin tidak pernah terjadi. Dengan level produksi minyak pada tahun tersebut, pemerintah memiliki ruang untuk mengintervensi kebijakan harga BBM. Hal itu karena konsumsi BBM dalam negeri masih dapat dipenuhi dari produksi sendiri.
Akan tetapi, realisasi produksi minyak Indonesia menurun signifikan, dari1,66 juta barel per hari pada 1991 menjadi 743 ribu barel per hari pada 2020. Sementara konsumsi justru meningkat dari 692 ribu barel per hari pada 1991 menjadi 1,44 juta barel per hari pada 2020. Dengan kondisi tersebut, Indonesia menjadi relatif tidak banyak memiliki pilihan untuk menutup defisit selain melalui impor.
Kondisi yang ada saat ini menggambarkan bahwa ruang gerak pemerintah untuk mengintervensi kebijakan harga BBM relatif terbatas. Pekerjaan yang sulit bagi siapapun ketika dalam proses pengadaannya harus membeli sebagian besar minyak dengan harga pasar tetapi kemudian mesti menjual dengan harga subsidi.
Intervensi pemerintah terhadap kebijakan harga BBM relatif hanya dapat dilakukan jika harga minyak berada pada level rendah. Akan tetapi, jika harga minyak tinggi pemerintah tidak memiliki banyak pilihan selain menaikkan harga BBM.
Opsi pembatasan konsumsi BBM yang saat ini sedang mengemuka kemungkinan tidak akan menyelesaikan akar permasalahan. Pembatasan konsumsi justru akan kontraproduktif dengan tujuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan berpotensi menimbulkan sejumlah masalah ikutan dalam implementasinya.
Peran Penting Insentif Hulu Migas
Dalam konteks Indonesia, kebijakan pemberian insentif untuk industri hulu migas dapat menjadi solusi permasalahan. Sejumlah studi menunjukkan bahwa insentif hulu migas berperan penting untuk dapat menahan laju penurunan atau bahkan dapat meningkatkan produksi migas. Kebijakan pemberian insentif cukup relevan jika mengingat sebagian besar lapangan migas di Indonesia adalah mature field.
Hasil riset Inter-American Development Bank (IDB) 2020 menemukan bahwa pemberian insentif untuk mature field dapat menambah umur keekonomian proyek rata-rata sekitar 30 tahun. Insentif untuk mature field umumnya ditujukan untuk menahan laju penurunan produksi migas dari lapangan tertentu. Sementara pada lapangan baru yang belum mencapai puncak produksi, pemberian insentif umumnya dimaksudkan untuk meningkatkan produksi.
Riset Haliburton menemukan bahwa sekitar 70 % lapangan migas produksi di dunia merupakan mature field. Karena itu, insentif fiskal menjadi kunci dan instrumen penting untuk dapat menjaga keekonomian dan tingkat produksi migas. Berdasarkan gambaran tersebut, dapat dikatakan bahwa sebagian besar insentif lebih banyak dialokasikan untuk mempertahankan tingkat produksi.
Praktik kebijakan pemberian insentif hulu migas di sejumlah negara menunjukkan bahwa kebijakan tersebut berdampak positif terhadap produksi migas mereka. Brazil, misalnya, memberikan insentif hulu migas melalui pengurangan royalti dan penggantian kerugian biaya eksplorasi.
Pemerintah Brazil mengurangi tarif royalti pada mature field sebesar 5 % untuk skala kecil dan 7,5 % untuk skala besar. Pengurangan royalti sebesar 5 % juga diberlakukan untuk setiap tambahan produksi.
Selain dalam bentuk pengurangan royalti, pemerintah Brazil memberikan insentif dengan mengganti kerugian pada tahap eksplorasi sebesar 30 % dari total kerugian tanpa batasan waktu. Kebijakan pemberian insentif tersebut berdampak positif yang tercermin dari produksi minyak dan gas Brazil selama 2010-2019 masing-masing meningkat 35,36 % dan 71,89 %.
Kebijakan insentif untuk hulu migas juga terbukti berhasil meningkatkan produksi migas di Kanada. Dalam kebijakannya, Kanada (Negara bagian Alberta) memberikan insentif dalam bentuk lain yaitu melalui pengurangan pajak pendapatan dan penangguhan kerugian pajak.
Pemerintah Kanada menurunkan bagian pajak pendapatan bagi pemerintah federal dari 30 % menjadi 15 %. Pemerintah Kanada juga menangguhkan kerugian pajak hingga 20 tahun untuk setiap WK Migas.
Untuk mendorong investasi hulu migas di wilayahnya, Negara Bagian Alberta menerapkan tarif corporate income tax sebesar 12 %. Tarif pajak tersebut lebih rendah dibandingkan negara bagian lainnya.
Pemerintah Negara Bagian Alberta juga memberikan kredit pajak sebesar 10 % dengan batasan maksimal USD 400.000 untuk setiap tahunnya. Dengan pemberian insentif tersebut, produksi minyak dan gas di Kanada selama periode 2010-2019 masing-masing tercatat meningkat 63,47 % dan 15,72 %.
Pemberian insentif untuk hulu migas sesungguhnya sangat relevan dan dapat menjadi instrumen untuk mempertahankan tingkat laju penurunan produksi migas nasional. Berdasarkan data sekitar 70 % WK Migas, produksi di Indonesia telah mengalami penurunan produksi alamiah.
Produksi migas Indonesia sebagian besar dikontribusikan oleh mature field yaitu 4 WK Migas berumur lebih dari 50 tahun dan 36 WK Migas berumur 25-50 tahun. Biaya produksi dan pemeliharaan mature field dilaporkan terus meningkat sejalan dengan penurunan kemampuan produksinya.
Mencermati kondisi dan perkembangan yang ada tersebut, serta belajar dari kisah sukses negara lain seperti Brazil dan Kanada, perbaikan tata kelola pada industri hulu merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan sektor migas di Indonesia. Permasalahan tekanan fiskal yang hampir selalu datang setiap kali harga minyak meningkat kemungkinan relatif dapat diredam atau bahkan dapat dibalikkan menjadi windfall profit jika potensi dan cadangan migas yang dimiliki Indonesia dapat dioptimalkan.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.