Mengapa Intensifikasi Pertanian Lebih Tepat untuk Ketahanan Pangan?

Azizah Fauzi
Oleh Azizah Fauzi
15 Juni 2022, 09:10
Azizah Fauzi, Peneliti CIPS
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)

Di tengah meningkatnya kebutuhan akan pangan yang diikuti dengan kenaikan harganya, pasokan pangan dan hasil pertanian justru terancam menjadi tidak menentu. Salah satu yang berperan dalam hal ini adalah krisis iklim global yang mengganggu produktivitas pertanian.

Kementerian Pertanian memiliki target untuk memproduksi padi sebanyak 54,7 juta ton, kedelai 0,3 juta ton, tebu 3,2 juta ton, dan daging 4,9 juta ton melalui program food estate. Target ini terbilang ambisius mengingat risiko dari kebijakan pembukaan lahan secara masif atau ekstensifikasi.

Dalam jangka panjang, ekstensifikasi pertanian tidak hanya mengurangi luas hutan, juga dapat berdampak buruk pada produktivitas dan hasil pertanian.

Sebuah studi di Zambia menunjukkan bahwa ekstensifikasi pertanian dapat menurunkan soil organic carbon dan soil nitrogen sebesar 23 persen dan 22 persen hingga menekan hasil pertanian hingga 35 persen. Berkurangnya hasil pertanian juga tentunya berdampak pada peningkatan kemiskinan karena harga pangan akan bertambah tinggi.

Krisis iklim global dengan ketidakpastian cuaca membawa tantangan dan ancaman bagi produktivitas pertanian di Indondia dan menambah pekerjaan rumah pemerintah dalam bidang agrikultur.

Ekstensifikasi pertanian tentunya tidak bisa menjawab tantangan pasokan pangan. Bahkan, alih-alih menjadi solusi, pembukaan lahan yang tidak berkelanjutan sendiri ikut memicu krisis iklim global.

Tujuan dari kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian adalah sama-sama untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Ekstensifikasi pertanian berusaha meningkatkan produksi pertanian melalui perluasan areal tanam.

Sementara intensifikasi berusaha menaikkan produksi per hektare dengan memanfaatkan lahan yang ada. Caranya melalui peningkatkan penggunaan input pertanian seperti pestisida, pupuk, peralatan, dan teknologi.

Intensifikasi pertanian yang berkelanjutan sangat penting karena tidak memperluas areal tanam, tetapi memanfaatkan lahan yang sudah ada melalui penyuluhan, penggunaan bibit unggul, perbaikan kesehatan dan nutrisi tanah, penggunaan pupuk yang sesuai dan juga teknologi pertanian.

Perluasan areal tanam tanpa usaha konkrit untuk menjamin keberlanjutan intensifikasi dan yang bertanggung jawab, berpotensi merusak alam dan merugikan masyarakat. Pembukaan lahan yang seringkali menyasar lahan hutan, padang rumput dan lahan gambut justru memperparah permasalahan krisis iklim dunia.

Pembukaan lahan juga mengancam kelangsungan aspek sosial dan ekonomi masyarakat serta mengganggu keanekaragaman hayati yang juga penting bagi keberlanjutan hidup manusia. Kebijakan pemerintah membuat lumbung pangan, atau food estate, merupakan contoh kebijakan ekstensifikasi pertanian. Pembukaan lahan seluas 2,3 juta hektare dalam program ini, termasuk hutan secara besar-besaran, sangat berpotensi memperluas dampak krisis iklim global.

Halaman:
Azizah Fauzi
Azizah Fauzi
Peneliti

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...