G20 Harus Mengutamakan Isu-isu yang Penting untuk Negara Berkembang

Intan Nirmala Sari
9 Juli 2022, 08:00
Delegasi Y20 Marcell Satria
Katadata

Rentetan hajatan menuju Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada 15 -17 November nanti terus berlangsung. Aneka pertemuan digelar untuk membahas isu-isu global, dari working group hingga tingkat menteri.

Generasi muda dari 20 negara yang tergabung dalam Youth 20 juga berkumpul. Mereka membuat rekomendasi atas isu-isu strategis saat ini yang akan dibawa ke para pemimpin G20.

Delegasi Y20 Indonesia memiliki empat isu prioritas: transformasi digital, ketenagakerjaan pemuda, keragaman dan inklusi, serta keberlanjutan planet dan layak huni. “Semua negara harus berkoordinasi untuk meregulasikan dunia yang baru, dengan tidak menghambat inovasi,’ kata Delegasi Y20 Indonesia, Marcel Satria dalam wawancara dengan Katadata.co.id beberapa waktu lalu.

Menurut pria 24 tahun yang menjabat Corporate Development Lead di DANA Indonesia ini, dengan menjadi Presidensi G20, Indonesia bisa mendorong dunia untuk mengutamakan isu-isu yang penting bagi negara berkembang. Untuk itu proses negosiasi dengan semua anggota G20 terus dilakukan. Targetnya, rekomendasi kebijakan dari Y20 ataupun G20 dilakukan di negara masing-masing.

Apa saja pandangan-pandangan lulusan University of Warwick, Inggris yang dapat berbicara dalam bahasa Perancis, Spanyol, Jerman, dan Inggris ini? Berikut ini rangkuman wawancaranya:

Bagaimana gambaran kondisi transformasi digital Indonesia saat ini?

Transformasi digital Indonesia cukup menarik. Indonesia memiliki banyak wirausahawan yang mempunyai misi untuk membantu transformasi digital. Banyak yang sudah dilakukan sektor swasta. Pemerintah juga mulai lebih digitalisasi, terlihat ada banyak kantor-kantor digital transformation office. Misalnya di Kementerian Kesehatan yang membantu PeduliLindungi.

Tapi apa sebenarnya yang kurang? Pertama keahlian digital, karena kita masih memerlukan sekali SDM yang bisa berpartisipasi dalam digitalisasi Indonesia.

Kedua, masih kurangnya kepastian hukum, penegakan hukum dalam dunia digital. Kita lihat ada kasus-kasus pinjol ilegal, atau kasus data pribadi dicolong, itu sangat merisaukan. Kita belum membuat infrastruktur yang cukup aman untuk dunia digital. Itu semua harus diperkuat. Penting sekali disiapkan dari sekarang.

Hal yang juga menjadi tantangan Indonesia yaitu konektivitas, supaya semua warga negara bisa berpartisipasi dalam dunia digital.

Transformasi digital Indonesia bergerak cepat selama pandemi Covid-19, bagaimana negara lain?

Sebenarnya, sistem pembayaran digital di Indonesia merupakan salah satu yang bertumbuh sangat cepat. Di negara lain situasinya berbeda. Kalau ada layanan digital untuk membeli pesanan online e-commerce, ataupun food delivery, secara tradisional di negara lain menggunakan kartu kredit.

Di Indonesia, hanya sekitar 50 % memiliki akun bank, berarti lebih sedikit yang memiliki kartu kredit maupun kartu debit. Kita harus menggunakan inovasi baru, seperti pembayaran e-money dan e-wallet. Itu menjadi touch point pertama untuk banyak orang yang sebelumnya tidak masuk dunia finansial.

Itu situasi yang unik di Indonesia, karena di negara lain mereka tidak mempunyai masalah yang sama. Kita seperti meloncati penggunaan kartu kredit ataupun kartu debit. Apalagi di daerah-daerah yang tidak memiliki akun bank.

Apakah ada negara yang menjadi benchmark bagi Indonesia terkait realisasi dan target penerapan transformasi digital ke depan?

Setiap negara harus memiliki target tersendiri, karena harus sesuai dengan situasi lokal, serta apa sebenarnya yang diinginkan dan diperlukan penduduknya. Kalau kita ingin, misalnya seperti Amerika atau negara lain, mungkin dalam segi bentuk. Tapi tidak semua yang dilakukan Amerika bisa digunakan atau sesuai dengan situasi Indonesia.

Jadi tidak ada benchmark, di setiap negara ada beda-bedanya. Misalnya, payment system India lumayan maju dengan menerapkan regulasi UPI (Unified Payments Interface). Itu standar payment di India dalam membantu mendigitalisasi, yang sebelumnya banyak menggunakan pembayaran tunai.

Di Cina tidak ada standar nasional. Namun di sana mereka memiliki dua digital payment yang cukup kuat, Wechat Pay dan Alipay. Itu menunjukkan standar nasional mungkin tidak perlu di setiap negara. Namun, di Indonesia, standar nasional QR-Code, QRIS membantu sekali. Sekarang, merchants tidak harus menaruh lima QR-Code, cukup satu dan bisa digunakan dengan semua aplikasi, yang memberi konsumen pilihan.

Apa saja target yang ingin dicapai Delegasi Y20 Indonesia? Apa menyinggung soal kripto juga?

Ini kali perdana Indonesia menjadi Presidensi G20. Pertama kali Indonesia bisa mewakili Global South Countries, negara-negara berkembang yang mempunyai situasi berbeda sekali. Karena pertama kali mengambil presidensi ini, kita mau juga memprioritaskan agenda-agenda Global Self agar orang lebih berpikir dari segi negara berkembang.

Terkait kripto, memang banyak inovasi dan perkembangan maju dalam teknologi digital yang bisa kita bicarakan. Tapi, yang basic saja belum kita address. Bagaimana saya membicarakan kripto tapi para pemuda dan rekan-rekan saya di daerah belum memiliki handphone atau konektivitas dengan internet? Hal itu penting karena mereka tidak memiliki peluang untuk berpartisipasi di dunia kripto dan metaverse.

Untuk itu, Indonesia ingin sekali mengingatkan semuanya. Dunia lebih besar dari G20. Dengan presidensi di G20, kita harus bisa mengutamakan isu-isu yang penting untuk negara berkembang, baik negara berkembang di G20 maupun di luar G20.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...