Indonesia dan Cina Bisa Sinergikan Poros Maritim Dunia

Redaksi
Oleh Redaksi
18 November 2022, 07:00
Djauhari Oratmangun
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Duta Besar Indonesia untuk Cina

Menjelang perhelatan KTT G20, Badan Pusat Statistik mengumumkan laporan ekspor-impor Indonesia pada Senin kemarin, 15 November 2022. Di Oktober lalu, neraca perdagangan Indonesia surplus, kali ini US$ 5,67 miliar, yang menandakan tren positif 30 bulan berturut-turut.

Di Oktober itu pula perdagangan Indonesia dengan Cina kembali surpulus untuk kedua kalinya sebesar US$ 1,04 miliar. Gap positif tersebut hampir tiga kali dibandingkan bulan sebelumnya. Sumbangan ekspor terbesar dari mineral, besi dan baja, serta lemak dan minyak hewan atau nabati.

Duta Besar Indonesia untuk Cina, Djauhari Oratmangun, mengatakan nilai perdagangan kedua negara mencapai US$ 110,2 miliar pada Januari – September tahun ini. Angka tersebut meningkat 29,2 % dibandingkan periode sebelumnya. “Ini belum akhir tahun, sudah ada surplus yang signifikan,” kata Djauhari kepada Katadata.co.id di sela-sela KTT G20 di Bali pekan ini.

Menurut dia, ada sejumlah faktor yang menopang pencapaian tersebut, selain lonjakan harga komoditas. “Pelaku-pelaku ekonomi sudah punya attitude global karena bisa menembus pasar Tiongkok, gak mudah-mudah amat juga,” ujarnya. “Kemarin saya menyaksikan penandatanganan pembelian 2,5 juta ton palm oil dan produk-produk turunannya.”

Selain di sisi perdagangan, hubungan Indonesia kian erat seiring arus investasi Negeri Tembok Raksasa itu ke Tanah Air. Setiap tahun nilainya terus bertambah. Bahkan dalam kerja sama ini, kata Djauhari, Indonesia dan Cina bisa mensinergikan konsep poros maritim dunia yang digagasan Presiden Joko Widodo dan Belt and Road Initiative  dari Presiden Xi Jinping.

Bagaimana hubungan termutakhir Indonesia dengan Cina dan posisi G20 sebagai medium komunikasi, berikut ini pandangan-pandangan Djauhari Oratmangun dalam wawancara khusus dengan Katadata.co.id tersebut.

Bagaimana Anda melihat G20 Summit dalam konteks kerja sama antarnegara, khususnya Indonesia dengan Tiongkok?

Momentum G20 tahun ini punya banyak dimensi: ekonomi, politik. Kembali lagi ke awal, pembentukan G20 untuk membahas ekonomi global, apalagi dalam situasi krisis saat itu. G20 kurang lebih menguasai hampir 80 % ekonomi dunia. Jadi apa yang dihasilkan akan mempengaruhi situasi perekonomian global saat ini. 

Kedua, dalam kepresidenan ini kita punya tema “recover stronger, recover together”. Itu punya daya menciptakan energi luar biasa sehingga membuat kita ingin menghasilkan -dan itu digagas oleh Indonesia- hasil-hasil yang nyata. Jadi bukan lagi sesuatu yang di awang-awang.

Karena itu kita datang dengan tiga prioritas: global health infrastructure; renewable energy- green economy, lalu transformasi digital, khususnya terkait UMKM. Tentu itu akan punya dampak luar biasa. Namun demikian, karena situasi yang berkembang di Eropa, yang membuat dunia menghadapi krisis energi maupun pangan, ini juga harus dibahas.

Selain itu, mudah-mudahan Bali bisa menciptakan conducive environment sehingga terjadi habits of dialogue among world leaders. Itu akan mengurangi ketegangan pada tatanan global. Mata dunia melihat ke Indonesia. Presiden kita bisa memainkan peran itu. Dalam situasi yang susah saat ini, nyaris sebagian besar pemimpin dunia bisa hadir, itu sesuatu yang perlu diapresiasi.

Bagaimana perjalanan menuju KTT G20 yang Anda ikuti?

Sebelum KTT sudah banyak pertemuan tingkat menteri, gubernur bank sentral, civil society, pengusaha-pengusaha, B20, T20, juga ada fintech summit. Itu menghasilkan rekomendasi yang konkret.

Dalam konteks ini, Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia pasti akan memainkan peran yang signifikan. Dikaitkan dengan global health infrastructure, mereka menguasai paling tidak supply chain dari vaksin, medical devices, alat kesehatan, dll.

Kedua, di bidang renewable energy, kemajuan mereka juga luar biasa dan sudah punya target 2035 dan 2060. Kurang-lebih sama dengan kita untuk carbon emission.

Ketiga, digital transformation. Cina salah satu leader di dunia. Dalam konteks tiga prioritas itu, pasti Cina punya peran sebagai ekonomi kedua terbesar di dunia. Yang terakhir, dengan kekuatan Cina saat ini secara ekonomi, dia pasti akan ikut berkontribusi untuk mengurangi ketegangan pada tatanan global.

Dubes RI untuk Cina, Djauhari Oratmangun bersama Pemred Katadata.co.id, Yura Syahrul
Dubes RI untuk Cina, Djauhari Oratmangun bersama Pemred Katadata.co.id, Yura Syahrul (Katadata)

Dengan posisi strategis Cina, peluang kerja sama apa yang mungkin dikonkritkan dengan Indonesia di tiga poin agenda G20?

Di kesehatan sudah ada kesepakatan antara Indonesia dan Cina untuk menjadikan Indonesia sebagai regional medical hub untuk vaksin dan medical equipment. Berbagai kegiatan sudah kami rancang untuk kegiatan tersebut. Sebagian akan jadi kurang-lebih ada 22 deliverables Tiongkok dan Indonesia dalam konteks G20.

Di bidang transisi energi, kita sudah mendorong secara habis-habisan untuk eksplorasi kerja sama dan akses kepada affordable clean energy dan percepatan transisi energi dari fosil menjadi non-fossil fuel energy. Di bidang ini pun kita sudah melakukan berbagai kerja sama dengan Tiongkok. Mereka akan terlibat, misalnya, untuk kawasan Kalimantan Utara.

Di industri, Indonesia dan Cina bisa sinergikan konsep poros maritim, gagasannya Presiden Joko Widodo dan Belt and Road Initiative, gagasannya Presiden Xi Jinping.

MOU-nya ditandatangani di Maret 2019. Itu terefleksikan dalam empat koridor ekonomi: pertama di Sumatra Utara; kedua di Kalimantan Utara untuk renewable energy; ketiga di Bali, Kura-Kura Island untuk innovation and new technology. Karenanya, di situ nanti ada Southeast Asia Center for Innovation Tech. Ini terkait dengan digital transformation. Lalu Sulawesi Utara untuk hub ke Pasifik.

Di transisi energi telah banyak dilakukan untuk solar energy, baik untuk peralihan dari fossil fuel ke energy baru, lalu kemudian hydropower, dll.

Bagaimana di sektor pertambangan, kerja sama apa yang terbentuk?

Kita punya nikel yang banyak. Dari nikel itu akan kita kerjasamakan dengan Tiongkok sehingga jadi produk-produk turunan nikel sampai ke baterai. Kalau itu terjadi, kita akan jadi salah satu supplier baterai terbesar di dunia.

Industrinya akan dikembangkan dari hulu sampai hilir untuk electric vehicles. Lihat di sini bus-bus yang menggunakan tenaga electric, begitu juga sedan-sedan, kendaraan kecil, yang saya kira ada semangat baru yang diciptakan mulai dari Bali untuk transisi energi.

Lalu digital transformation. Itu sudah banyak sekali terjadi antara Tiongkok dan Indonesia. Di bidang infrastrukturnya, e-commerce kita kerja sama dengan JD.com, dengan Tencent, dll. Artificial intelligence, internet of things, dan blockchain sudah mulai bergairah juga di sini.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...