Advertisement
Advertisement
Analisis | Membandingkan Covid-19 di Jakarta Saat Dua Periode PSBB - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Membandingkan Covid-19 di Jakarta Saat Dua Periode PSBB

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringoringo
Kondisi Covid-19 di DKI Jakarta memburuk setelah pemerintah provinsi memberlakukan PSBB transisi pada 5 Juni lalu. Kini, Gubernur Anies Baswedan menerapkan lagi PSBB yang disebutnya sebagai "rem darurat".
Author's Photo
14 September 2020, 14.40
Button AI Summarize

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai 14 September 2020. Mengakhiri masa PSBB transisi yang mulai berlangsung pada 5 Juni lalu dengan melonggarkan sejumlah aktivitas masyarakat.

DKI Jakarta mencatat total 54.864 kasus Covid-19 per Minggu (13/9) atau setara dengan 25,1% total kasus nasional. Dari angka itu, 12.440 kasus masih aktif dengan rincian 4.649 orang dirawat dan 7.791 menjalani isolasi mandiri. Sedangkan, 41.014 orang sembuh dan 1.410 orang meninggal dunia.

Jakarta sebelumnya menerapkan PSBB pada 29 Mei-4 Juni 2020. Selama masa itu, laju penularan Covid-19 bisa dikatakan dapat terkontrol. Data menunjukkan sepekan terakhir sebelum PSBB berakhir, rata-rata tambahan kasus harian hanya 96 orang. Sebaliknya, sepekan terakhir (7-13 September 2020) rata-rata kasus harian mencapai 1168. Peningkatannya mencapai 1.116,6%.

“Melihat kedaruratan ini, maka tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mengumumkan penerapan kembali PSBB, Rabu (9/9) di Balai Kota DKI Jakarta.

Made with Flourish

Lonjakan kasus saat PSBB transisi berbanding lurus dengan masih buruknya pelacakan kontak secara massif. Hingga Rabu (9/9), rasio lacak isolasi (RLI) di lima wilayah DKI Jakarta hanya dua orang dari tiap kasus terkonfirmasi Covid-19. Padahal Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menargetkan suatu wilayah setidaknya dapat mengidentifikasi 30 orang dari tiap satu kasus terdeteksi.

Meski demikian, DKI Jakarta masih menjadi satu-satunya wilayah yang mampu melakukan tes usap (swab) reaksi rantai polimerase (PCR) di atas standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO): 1 orang per 1.000 dalam sepekan. Ibu kota republik mampu menguji hingga 5 per 1.000 orang tiap minggu.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi