Advertisement
Advertisement
Analisis | Pekerjaan Rumah yang Mengganjal Pemulihan Ekonomi - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Pekerjaan Rumah yang Mengganjal Pemulihan Ekonomi

Foto: Ilustrasi: Joshua Siringoringo
Indonesia baru memenuhi satu dari tiga saran OECD terkait langkah pemulihan ekonomi pasca Covid-19, yakni memprioritaskan sistem kesehatan. Itupun bila dilihat secara pengeluaran kesehatan masih di peringkat ke-7 se-Asia Tenggara.
Andrea Lidwina
18 September 2020, 07.49
Button AI Summarize

Perekonomian global turut terkena dampak buruk pandemi Covid-19. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sepanjang 2020 terkontraksi 6%. Namun, bisa terkontraksi 7,6% bila virus corona merebak lagi sebelum akhir tahun.

OECD pun memprediksi ekonomi global belum bisa pulih seperti kondisi sebelum pandemi  hingga dua tahun ke depan.  Meski begitu, Sekretaris Jenderal OECD Ángel Gurría mengatakan pemerintah bisa melakukan tiga langkah untuk menyelamatkan perekonomian negaranya masing-masing.

Pertama, tidak menarik bantuan terlalu cepat. Kedua, mendiversifikasi rantai pasokan. Ketiga, memprioritaskan sistem kesehatan. Pertanyaannya, sudahkah pemerintah Indonesia melakukan ketiganya?

Tak seperti saran pertama OECD, pemerintah Indonesia sudah memangkas alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menjadi Rp 356,5 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Angka tersebut lebih rendah 48,7% dibandingkan tahun ini, yakni Rp 695,2 triliun.

“Ini didasarkan pada perkiraan biaya untuk penanganan pasien Covid-19 yang akan jauh berkurang dibandingkan kondisi di 2020 dan fokus pemerintah dalam penyediaan vaksin corona pada 2021,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR pada 1 September 2020.

Padahal, menurut OECD, kesalahan banyak negara ketika krisis ekonomi 2008 adalah menarik stimulus atau pemberian bantuan terlalu cepat. Akibatnya dunia mengalami dua kali penurunan ekonomi setelah krisis.

Pemangkasan dana PEN berakibat pengurangan alokasi program perlindungan sosial dan dukungan bagi dunia usaha yang termasuk di dalamnya. Hal ini karena pemerintah menilai ekonomi akan semakin bergerak pada tahun depan.

Akan tetapi, setidaknya 2,8 juta pekerja (per April 2020) telah dirumahkan dan di-PHK. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin sebanyak 26,4 juta jiwa pada Maret 2020, bertambah 1,63 juta jiwa dibandingkan September 2019.

Jumlah penduduk miskin
Jumlah penduduk miskin (Katadata)

Indonesia pun belum sepenuhnya melakukan saran kedua OECD. Dari US$ 9,8 miliar nilai impor non-migas sepanjang Januari-Agustus, hampir 30% berasal dari Tiongkok. Sedangkan, impor dari negara lainnya kurang dari 10%. Menunjukkan belum ada diversifikasi rantai pasokan dan masih tergantung pada Tiongkok.  

Melansir Tempo.co, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani, menilai kondisi ini bisa membuat ekonomi Indonesia rentan. Ketika produksi di Negeri Panda menurun, Indonesia akan kesulitan mencari penggantinya.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi