Advertisement
Advertisement
Analisis | Gizi Anak Indonesia Berpotensi Memburuk saat Pandemi Covid-19 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Gizi Anak Indonesia Berpotensi Memburuk saat Pandemi Covid-19

Foto: Joshua Siringoringo/ Katadata/ Ilustrasi
Prevalensi stunting anak balita di Indonesia masih 27,7% sampai 2019. Tanah Air juga masih tergolong negara dengan kelaparan serius. Pandemi Covid-19 yang memukul perekonomian berpotensi memperburuk kondisi ini.
Dwi Hadya Jayani
25 September 2020, 09.00
Button AI Summarize

Indonesia belum sepenuhnya lepas dari masalah anak kekurangan gizi, khususnya yang berusia di bawah lima tahun (balita). Tercermin dari prevalensi stunting (pendek) masih sebesar 27,7% sampai 2019, meskipun telah turun dari 30,8% pada tahun sebelumnya.  

Angka tersebut mengindikasikan masih ada 3 dari 10 anak balita menderita stunting. Jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni maksimal 20% dari jumlah total anak balita dalam satu negara.   

Prevalensi wasting atau berat badan anak sangat kurang sebesar 7,44% pada 2019. Sudah tak masuk kategori serius seperti tahun sebelumnya, tapi tetap mengkhawatirkan. Data Organisasi Donor Anak PBB (UNICEF) pada 2013 menyebut wasting menyumbang 60% kematian anak balita sebagai kasus bawaan terhadap penyakit infeksi mematikan.

Kondisi tersebut membuat Indonesia masih masuk dalam kategori kelaparan serius dengan poin Global Hunger Index (GHI) sebesar 20,1. GHI diukur dengan empat indikator, yaitu proporsi kekurangan gizi dalam suatu populasi, prevalensi wasting dan stunting pada balita, serta kematian balita.

 

Pandemi Covid-19 berpotensi meningkatkan jumlah anak kekurangan gizi di Indonesia. Hal ini lantaran tingkat perekonomian banyak keluarga menurun dan memengaruhi pemenuhan pemenuhan pangan anak. Padahal salah satu penyebab kurang gizi anak menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), adalah ketahanan pangan tak memadai.

Hasil survei Wahana Visi Indonesia periode 12-18 Mei 2020 terhadap 900 rumah tangga, 943 anak, dan 15 informan kunci menyatakan: mata pencaharian 9 dari 10 responden rumah tangga terdampak dan 7 dari 10 terdampak parah Covid-19.

Akibatnya, kemampuan rumah tangga menyediakan makanan utama sesuai standar frekuensi untuk anak, ibu hamil, dan menyusui. Terburuk pada rumah tangga dengan bayi berusia 6-9 bulan. Hanya 39% yang menyatakan mampu.   

Lalu, hanya 20,4% rumah tangga mengaku memiliki persediaan makan lebih dari sebulan. Sebaliknya, mayoritas justru dapat menyediakan makanan maksimal seminggu. Kondisi ini bisa meningkatkan risiko malnutrisi akut dan kronis pada anak.

Kemampuan rumah tangga memenuhi kebutuhan dasar pun minim, meskipun aksesnya lancar. Untuk obat-obatan hanya 43% yang sepenuhnya mampu memenuhinya. Padahal kebutuhan ini penting selama Covid-19.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi