Advertisement
Advertisement
Analisis | Efektifkah Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Obat Kuat Investasi? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Efektifkah Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Obat Kuat Investasi?

Foto: Joshua Siringo/Katadata
Omnibus Law Cipta Kerja belum sepenuhnya menyentuh seluruh hambatan investasi untuk masuk ke Indonesia. Salah satunya adalah korupsi yang dianggap investor sebagai kendala utama berusaha di dalam negeri. Ada juga pasal yang kontraproduktif dengan keinginan investor, yakni soal perlindungan lingkungan.
Dwi Hadya Jayani
13 Oktober 2020, 15.00
Button AI Summarize

DPR mengesahkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) pada 5 Oktober 2020. Beleid tersebut merupakan usulan pemerintah yang mulai dibahas sejak April tahun ini.

Tujuan penyusunan Omnibus Law Ciptaker, sebagaimana termaktub dalam Pasal 3, untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi. Hal ini selaras dengan pidato Presiden Joko Widodo tentang Visi Indonesia pada 14 Juli lalu di Sentul Convention Centre, Bogor, Jawa Barat, yang ingin mengundang investor untuk membuka lapangan kerja.  

Jokowi saat itu menilai investasi ke Indonesia terhambat masuk karena banyak persoalan. Dua di antaranya  perizinan yang lambat dan berbelit serta peraturan tumpang tindih. Oleh karena itu butuh penyederhanaan. Menurutnya, undang-undang yang bertujuan memangkas rantai birokrasi (debirokrasi) dalam pengurusan usaha dan perizinan tersebut akan dapat memangkas praktik-praktik korupsi di pemerintahan.

Lebih ke belakang, Jokowi dalam pidato pelantikannya sebagai presiden pada 20 Oktober 2019 menyatakan, Omnibus Law Ciptaker bertujuan merevisi “puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja.” Ini adalah kali pertama ia mengenalkan Omnibus Law.  

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai Omnibus Law Ciptaker dapat meningkatkan investasi sebesar 6,6% hingga 7% dan menciptakan 2,7 juta sampai 3 juta lapangan kerja per tahun. Adapun, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lalada menilai omnibus dapat menarik investor asing.

Kondisi investasi Indonesia saat ini bisa dikatakan baik. Pada kuartal II 2020, sumbangannya 30,61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Menempati posisi kedua setelah konsumsi rumah tangga yang sebesar 57,85%.

Realisasi investasi tahun ini menurun karena tepukul pandemi Covid-19, tapi selama lima tahun ke belakang trennya terus tumbuh. Paling tinggi pada 2019 sebesar Rp 809,6 triliun dari target Rp 792 triliun.  

Efektifkah Omnibus Law Ciptaker untuk semakin menggenjot investasi?

Berdasarkan draf tertanggal 5 Oktober 2020, Omnibus Law UU Cipta Kerja berisi 10 klaster dengan 15 bab dan 186 pasal.  Misalnya klaster peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan berusaha, dan investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Dalam klaster peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, Pasal 12 ayat (2) mengurangi jumlah usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing menjadi enam dari 20 bidang. Konsekuensinya adalah ruang investasi asing semakin beragam.

Selanjutnya, di Pasal 111 dalam klaster kemudahan berusaha pemerintah merelaksasi Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen bagi investor di wilayah Indonesia. Begitupun perubahan terkait aturan ketenagakerjaan seperti terkait pengupahan dan kontrak kerja yang menjadi sorotan masyarakat luas sampai berujung demonstrasi pada 8 Oktober 2020.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi