Advertisement
Advertisement
Analisis | Aneka Sebab Konsumsi Masyarakat Belum Bisa Mengerek Ekonomi - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Aneka Sebab Konsumsi Masyarakat Belum Bisa Mengerek Ekonomi

Foto:
Stimulus perlindungan sosial belum diterima seluruh kelompok ekonomi masyarakat. Masalah lain adalah realisasi stimulus fiskal lain dan penanganan pandemi yang belum efektif. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat belum pulih sepenuhnya.
Author's Photo
12 November 2020, 09.28
Button AI Summarize

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih terkontraksi 4,04% secara tahunan (yoy) pada kuartal ketiga 2020, meskipun lebih baik dari kuartal sebelumnya yang -5,52% (yoy). Menandakan daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga tahun ini -3,49 (yoy). Lebih rendah dari ramalan pemerintah yang di kisaran -2,9% sampai -1%. Hal ini lantaran konsumsi rumah tangga adalah penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) dari komponen pengeluaran.

Kondisi tersebut mengindikasikan stimulus perlindungan sosial dari pemerintah untuk mendongkrak daya beli masyarakat belum sepenuhnya efektif. Meskipun, penyerapan telah mencapai 98,2% dari total pagu anggaran Rp 203,9 triliun per 3 November 2020 berdasarkan data Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). Apa yang membuatnya demikian?

Hal ini karena belum semua masyarakat menerima manfaat stimulus perlindungan sosial. Hasil sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) periode 13-17 Oktober 2020 menyatakan, 44,1% responden berpendapatan kurang dari Rp 1 juta menyatakan belum menerima bantuan pemerintah.

Lalu, sebanyak 45,8% responden berpenghasilan Rp 1-2 juta juga mengaku belum mendapat bantuan. Untuk responden berpenghasilan Rp 2 juta sampai di bawah Rp 3 juta, 52,3% di antaranya mengakui hal sama. Begitupun 46,8% responden berpenghasilan Rp 3 juta hingga di bawah Rp 4 juta.

Padahal, berdasarkan hasil survei BPS pada 1 Juni 2020, masyarakat dalam kelompok penghasilan tersebut yang pemasukannya paling turun selama pandemi Covid-19. Penduduk berpenghasilan di bawah Rp 1,8 juta misalnya, 70,53% di antaranya mengaku pemasukannya berkurang.

Dalam penyalurannya pun masih bermasalah. Salah satunya pada pendataan, seperti halnya temuan Komisi VIII DPR RI saat melakukan kunjungan spesifik ke Provinsi Banten pada 30 Juni lalu. Temuannya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anggota dewan terdata sebagai penerima bantuan sosial, padahal semestinya tak masuk.

“Kemudian ada orang kaya yang terdaftar. Meski hanya beberapa persen saja, ini akan mengganggu rasa keadilan,” kata Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Sutanto, Selasa (30/6) melansir Antara.

Selain itu, seluruh program perlindungan sosial pemerintah hanya terfokus pada 40% masyarakat kelompok ekonomi terbawah. Sedangkan, pandemi memukul perekonomian di semua kelompok ekonomi masyarakat. Menyebabkan kelas menengah dan atas yang menurut data BPS mendominasi konsumsi di negeri ini tak leluasa berbelanja dan cenderung menabung.

Sebaran bantuan perlindungan sosial
Sebaran bantuan perlindungan sosial berdasarkan jenis (Kementerian Keuangan)

Cerminan dari hal itu adalah masih minusnya pertumbuhan sektor-sektor usaha yang erat dengan konsumsi kelompok kelas menengah dan atas pada kuartal ketiga 2020. BPS mencatat perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya masih terkontraksi 18,06% (yoy), meskipun lebih baik dari kuartal sebelumnya yang -29,77% (yoy).

Sektor perdagangan besar dan eceran pun masih terkontraksi 2,01% (yoy). Menunjukkan minat masyarakat berbelanja di pusat perbelanjaan masih minim. Lalu, sektor angkutan udara masih terkontraksi 63,88% (yoy). Begitu juga sektor penyediaan akomodasi yang berkaitan dengan konsumsi leisure masih terkontraksi 28,03% (yoy).

Kecenderungan menabung tampak dari data penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terus tumbuh selama tiga bulan ke belakang. Pada September 2020, tercatat naik 12,2% (yoy) menjadi Rp 6.383,8 triliun. Peningkatan terjadi di seluruh jenis DPK.

Faktor selanjutnya adalah penyerapan stimulus lain juga masih lambat. Total serapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baru 52,8% dari pagu Rp 695,2 triliun, berdasarkan data Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) per 4 November 2020.  Khusus pembiayaan korporasi bahkan penyerapannya masih nol persen dari pagu Rp 53,60 triliun.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi