Advertisement
Advertisement
Analisis | Harapan Baru Industri Otomotif Usai Pandemi - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Harapan Baru Industri Otomotif Usai Pandemi

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Masyarakat masih khawatir menggunakan transportasi umum karena pandem belum meredai. Mayoritas orang pun berencana membeli kendaraan pribadi, khususnya mobil bekas.
Dimas Jarot Bayu
3 Desember 2020, 08.07
Button AI Summarize

Industri otomotif dalam negeri masih tertekan dampak pandemi Covid-19. Meski begitu, ada indikasi kenaikan pembelian kendaraan seiring mulai menggeliatnya ekonomi dan perubahan perilaku masyarakat.  

Pada Oktober 2020, Gabungan Asosiasi Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan dari pabrik ke dealer (wholesales) hanya 49.303 unit atau turun 49,1% secara tahunan (YoY). Sementara penjualan ritel hanya 46.129 unit atau anjlok 49,3% (YoY).  

"Masih jauh dari pulih. Biasanya per bulan rata-rata 90 ribu unit, Oktober baru mencapai 49 ribu unit," kata Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto saat dihubungi Katadata, Selasa (17/11).

Penurunan penjualan tahunan terjadi di seluruh tipe mobil. Paling dalam di tipe bus yang terkontraksi 67%. Disusul truk (-65%), 4x2 (-54%), LCGC (-47%), sedan (-25%), pick up (-23%), 4x4 (-1%), dan double cabin (-0,3%).

Hal sama terjadi pada pelbagai jenama. Mitsubishi Fuso paling anjlok dengan -67%. Daihatsu berada di urutan kedua dengan -53%. Lalu, Toyota dan Honda sama-sama -47%. Suzuki tercatat -41%. Sementara Mitsubihsi Motors -38% dan Isuzu -34%.     

Meski demikian, harapan pemulihan industri ini mulai terlihat dari data pertumbuhan penjualan secara bulanan. Penjualan wholesales tumbuh 1% dan ritel 6,4% pada Oktober 2020 dibandingkan bulan sebelumnya.

Harapan semakin kuat dengan perubahan pilihan moda transportasi masyarakat dari publik ke pribadi di tengah pandemi.  Badan Pusat Statistik (BPS) misalnya, mencatat 88,7% pekerja komuter kini lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk berangkat ke kantor. Sisanya, 9,5% menggunakan transportasi umum, 1,1% berjalan kaki, dan 0,8% memilih kendaraan bersistem dalam jaringan.

Perubahan tersebut lantaran masyarakat khawatir menggunakan transportasi umum saat pandemi, bahkan ketika sudah ada produksi vaksin. Sebanyak 73,2% responden yang menyatakan demikian dalam survei Inventure Indonesia bersama Alvara Research Institute. Sebaliknya, hanya 26,8% yang tidak setuju dengan pendapat tersebut.

Mayoritas responden (74,7%) pun mengaku khawatir pergi ke terminal, stasiun, dan halte yang notabene tempat pemberhentian transportasi umum. Hanya 25,3% yang tidak berpendapat demikian.

Khusus mobil pribadi, 82,9% responden menganggapnya sebagai kendaraan paling aman saat pandemi. Hanya 17,1% responden yang tidak berpandangan demikian. Hal ini menjadi angin segara bagi peningkatan penjualan mobil ke depannya.      

Kekhawatiran masyarakat menggunakan transportasi umum dapat dimaklumi. Hal ini mengingat kepatuhan penerapan protokol kesehatan dalam mencegah corona di sejumlah transportasi umum masih rendah.

Untuk protokol menjaga jarak, hasil survei BPS menunjukkan hanya 43,5% penumpang angkutan kota (angkot)/mikrolet yang menerapkannya. Lalu, di bus/mikro bus/perahu hanya 49,88% penumpang yang menerapkannya. Sementara penumpang kereta sebanyak 69,78% yang menerapkannya.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi