Advertisement
Advertisement
Analisis | Peluang Wanginya Industri Kopi Indonesia Usai Pandemi - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Peluang Wanginya Industri Kopi Indonesia Usai Pandemi

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Pandemi memukul industri kopi dalam negeri. Namun, potensinya ke depan masih besar untuk turut menggerakkan perekonomian nasional.
Cindy Mutia Annur
5 Desember 2020, 08.47
Button AI Summarize

Pandemi Covid-19 turut berimbas kepada industri kopi Indonesia. Namun, prospeknya tetap cerah karena ditopang produksi dan konsumsi dalam negeri, serta nilai ekspor yang besar.  Sektor ini pun masih berpeluang sebagai salah satu penggerak perekonomian nasional.

Pukulan terlihat dari hasil survei Organisasi Kopi Internasional (ICO) pada 20 Mei-1 Juni 2020 terhadap 16 negara pengekspor kopi, termasuk Indonesia. Sebanyak 75% responden menyatakan pandemi berdampak buruk terhadap pekerja. Lalu, 63% mengaku terdampak buruk dari sisi pendapatan.

Dari sisi konsumsi domestik, 56% responden mengaku terdampak buruk dan 6% sangat buruk. Selanjutnya, 50% responden mengaku terdampak buruk dan 6% sangat buruk dari sisi ekspor. Sementara hanya 31% responden yang mengaku produksinya terdampak buruk.

Hal itu selaras dengan pernyataan Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia, Moelyono Soesilo bahwa pandemi telah menurunkan permintaan kopi dari hulu hingga hilir. Di sisi hulu, permintaan kopi arabika hanya tersisa 25%. Mengingat jenis kopi ini termasuk premium dan berharga tinggi, sementara hotel, restoran, dan kafe yang menjadi hilirnya tutup.

Sedangkan, menurut Moelyono, untuk permintaan kopi jenis robusta yang berharga lebih murah cenderung meningkat. Hal ini terdorong oleh panic buying masyarakat lantaran kekhawatiran pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kopi robusta biasanya dijual di kedai yang lebih sederhana.

"Sehingga ada pergeseran konsumsi kopi konsumen dari kafe high class ke tempat lebih sederhana. Kedai kopi pinggir jalan dengan ruang terbuka kini peminatnya banyak," katanya dalam diskusi Indonesia Industry Outlook 2021 awal November lalu.

Hasil survei Inventure Indonesia bersama Alvara Research Institute berkelindan dengan peningkatan permintaan kopi robusta. Sebanyak 48,4% responden mengaku cenderung mengonsumsi kopi saset yang biasanya berbahan baku kopi robusta selama pandemi.

Berikutnya, 36,3% responden memilih meminum kopi kemasan, 27% kopi literan, dan hanya 16,7% paket olahan kopi secara manual (manual brew). Sebuah hasil yang menjelaskan pula penurunan konsumsi kopi arabika dan kunjungan ke kedai kopi premium. Mengingat manual brew biasanya menggunakan kopi arabika dan disajikan di kedai kopi premium.  

Cracking Chambers yang berbasis di Sidoarjo bisa menjadi contoh pukulan pandemi ke industri kopi di hilir, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemiliknya, Imam Tohari mengaku pendapatannya menurun sekitar 80% selama masa PSBB di wilayahnya.

“Karena sekarang mulai dilonggarkan, jadi meningkat lagi,” kata Imam kepada Katadata.co.id, Kamis (3/12).

Sementara, Dua Coffee bisa menjadi contoh bisnis hilir yang sukses memanfaatkan kecenderungan peralihan konsumsi ke jenis kopi literan. Kedai kopi yang memiliki gerai di Bintaro, Cipete, Bandung, dan Washington D.C ini berhasil menutup omzet bulanannya dengan menjualn kopi literan secara daring, menurut pemiliknya, Omar Prawirangera kepada Katadata.co.id, Juni lalu.    

Tekanan juga datang dari penurunan harga biji kopi. Pada masa normal, harga kopi berkisar Rp 68.000 per kilogram. Namun, mengutip Market Insider, harga kopi selama pandemi berkisar Rp 28.000-37.656 per kilogram. Dampaknya kepada penurunan nilai free on board (FOB) ekspor kopi sebesar 10,09% menjadi US$ 501.190,6 ribu pada Januari-Agustus 2020 dibanding periode sama tahun sebelumnya.

Akan tetapi, industri kopi dalam negeri masih memiliki harapan ke depannya. Indonesia berada di peringkat ke-9 eksportir kopi dunia dengan rasio 2,9% dari total ekspor global pada 2019. Tepat di bawah Honduras dan Prancis yang mengakuisisi 3,5% dan 4,1% total ekspor global.

Lima negara utama tujuan ekspor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Italia, Malaysia, Mesir, dan Jepang, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Volume ekspor ke AS mencapai 58.666,2 ton. Kemudian Italia, Malaysia, dan Mesir masing-masing sebesar 35.452,2 ton, 34.662,2 ton, dan 34.285 ton. Sedangkan, Jepang sebesar 25.587,8 ton. 

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi