Advertisement
Advertisement
Analisis | Mengecilnya Peluang Orang Miskin Dipayungi BPJS Kesehatan - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengecilnya Peluang Orang Miskin Dipayungi BPJS Kesehatan

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Belum semua penduduk miskin dipayungi program BPJS Kesehatan. Orang yang sudha menjadi peserta pun akan terancam kehilangan akses layanan kesehatan karena kenaikan iuran program tersebut.
Andrea Lidwina
7 Januari 2021, 08.33
Button AI Summarize

Biaya iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan semakin tinggi seiring pemberlakuan Peraturan Presiden (Perpres) 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan. Jumlah masyarakat yang tak mampu mengakses jaminan kesehatan pun terancam bertambah banyak, khususnya pada kelompok miskin.

Dalam beleid yang berlaku pada 1 Juli 2020 tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan iuran peserta mandiri kelas I Rp 150 ribu, kelas II Rp 100 ribu, dan kelas III Rp 42 ribu per orang per bulan. Khusus peserta mandiri kelas III, pemerintah memberikan subsidi iuran sebesar Rp 16,5 ribu. Sehingga peserta hanya membayar Rp 25,5 ribu per orang tiap bulan.

Besaran iuran untuk kelas I dan kelas II lebih tinggi dibandingkan ketetapan Perpres 75/2018 yang mendasari besaran berlaku pada April-Juni 2020. Dalam beleid lawas tersebut iuran peserta mandiri kelas I Rp 80 ribu dan kelas II Rp 51 ribu per orang tiap bulan. Sementara iuran kelas III Rp 25,5 ribu per orang tiap bulan atau sama dengan jumlah yang harus mereka tanggung dalam beleid baru.

Akan tetapi, pada 1 Januari 2021 lalu, pemerintah memangkas subsidi iuran untuk kelas III menjadi hanya Rp 7 ribu per bulan. Peserta mandiri kelas ini pun harus membayar Rp 35 ribu per orang tiap bulan atau naik Rp 9,5 ribu.    

jokowi naikkan iuran bpjs kesehatan
jokowi naikkan iuran bpjs kesehatan (Katadata)

Presiden Jokowi mengatakan, kenaikan iuran bertujuan menjaga keberlangsungan pendanaan BPJS Kesehatan. Keuangan BPJS Kesehatan memang tercatat defisit selama enam tahun ke belakang. Pada 2014, tercatat defisit sebesar Rp 3,3 triliun. Lalu berlanjut hingga mencapai puncaknya pada 2019 dengan defisit Rp 15 triliun.  

Nominal baru iuran BPJS Kesehatan tersebut melampaui rata-rata nasional pengeluaran penduduk untuk kesehatan, yakni Rp 31.545 per kapita per bulan pada 2020. Rinciannya, sebanyak Rp 22.800 untuk pengobatan (persalinan dan perawatan di fasilitas kesehatan), Rp 4.951 untuk pencegahan (medical checkup, imunisasi, dan beli vitamin), dan Rp 3.794 untuk obat (beli di apotek, toko obat, dan lainnya). Pengeluaran kesehatan di perdesaan tercatat lebih rendah dari rata-rata tersebut.

Selain itu, pandemi Covid-19 telah membuat banyak penduduk kehilangan pekerjaan. Berdasarkan kajian Kementerian Ketenagakerjaan pada November lalu, sebanyak 2,6 juta orang angkatan kerja sekarang menganggur, 760 ribu orang yang bukan angkatan kerja juga harus menganggur, dan 1,8 juta orang dirumahkan. Sementara itu, jenis pekerjaan yang paling banyak terkena PHK adalah sales (10,1%), pengemudi (7,3%), dan buruh (6,7%).

Akibatnya, jumlah penduduk miskin di Indonesia kembali bertambah menjadi 26,4 juta orang atau setara 9,8% dari populasi pada Maret 2020. Angka tersebut meningkat dibandingkan September 2019 yang sebesar 24,8 juta orang (9,2%). Mereka ini berpotensi tak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan yang kian melangit.

Dengan begitu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan berpeluang membuat semakin banyak masyarakat tak bisa mengakses jaminan kesehatan. Jumlah peserta dalam catatan BPJS Kesehatan per 31 Desember 2020 baru 81,3% dari total populasi Indonesia atau setara 222,5 juta orang.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi