Advertisement
Advertisement
Analisis | Pencegahan Kejahatan Jadi PR Besar Kapolri Baru Listyo - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Pencegahan Kejahatan Jadi PR Besar Kapolri Baru Listyo

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Dalam rentang 2017-2020, rata-rata penurunan jumlah kasus kejahatan di Indonesia hanya 9%. Hal ini mengindikasikan Polri masih kurang menjalankan fungsi pencegahan.
Author's Photo
26 Januari 2021, 17.47
Button AI Summarize

Jumlah kasus kejahatan di Indonesia terus menurun dalam rentang 2017-2020. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2017 jumlahnya 336.652 kasus, lalu menjadi 294.281 kasus pada 2018, dan menjadi  269.324 pada 2019. Dalam laporan tahunan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), jumlahnya turun lagi menjadi  238.384 kasus sepanjang 2020.

Meski demkian, rata-rata penurunan tahunan kasus kejahatan selama periode tersebut hanya 9%. Angka itu mengindikasikan Polri belum maksimal melakukan pencegahan yang menjadi salah satu fungsi mereka, seperti halnya termaktub dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

(Baca Juga: Ketimpangan Ekonomi Indonesia Ada di Berbagai Sisi)

Hal sama terlihat ketika kejahatan diklasifikasikan berdasar jenisnya dalam rentang 2017-2019. Kami mengambil rentang tersebut lantaran data untuk tahun 2020 tidak ditemukan dalam catatan BPS dan laporan tahunan Polri yang dibacakan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis pada 22 Desember lalu.  

Kejahatan terhadap nyawa seperti pembunuhan, berdasarkan data BPS, hanya turun 6% dari 1.024 kasus pada 2018 jadi 964 kasus pada 2019. Sepanjang 2019, kejahatan jenis ini paling banyak terjadi di Sumatera Selatan, yakni 136 kasus. Sebaliknya, paling sedikit di Kalimantan Utara dengan satu kasus.

Kejahatan lain yang tingkat penurunan kasusnya juga rendah dalam rentang waktu sama adalah narkotika, terhadap fisik/badan, dan kesusilaan. Jumlah kasus narkotika hanya turun 9% dari 39.588 kasus pada 2018 menjadi 36.478 setahun setelahnya. BPS bahkan mencatat kejahatan jenis ini meningkat 11% dalam rentang 2017-2018.

(Baca Juga: Potensi Bisnis Pesan-Antar Makanan Daring Makin Besar)

Masih tingginya kasus kejahatan narkotika di negeri ini patut menjadi catatan khusus bagi Polri. Mengingat narkotika termasuk ke dalam extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Sebuah kejahatan masuk kategori ini lantaran dampak buruknya multi aspek, seperti sosial, politik, dan keamanan. 

Aturan terkait narkotika termaktub dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 yang juga menjadi dasar hukum pembentukan Badan Narkotika Nasional (BNN). Sepanjang 2019, kasus narkotika paling banyak terjadi di wilayah Polda Metro Jaya dengan 6.338 kasus.

BPS juga mencatat penyalahgunaan dan perdagangan narkotika telah merambah sampai ke desa di 34 Provinsi Indonesia pada 2018. Desa di Sumatera Barat paling banyak terpapar narkoba secara nasional. Tercatat kasus pernah terjadi di 37,73% dari total desa di provinsi tersebut.         

(Baca Juga: Pandemi Mengubah Peta Masa Depan Pasar Tenaga Kerja)

Jumlah kasus kejahatan terhadap fisik/badan yang mencakup penganiayaan berat dan ringan serta kekerasan dalam rumah tangga hanya turun 1% dari 2018 ke 2019. Kejahatan jenis ini paling banyak terjadi di wilayah Polda Sumatera Utara, yakni 4.817 kasus.

Sementara, jumlah kasus  kejahatan keasusilaan yang mencakup perkosaan dan pencabulan hanya menurun 0,5% dari 2018 ke 2019. Pada 2019, kasus kejahatan kesusilaan paling banyak terjadi di wilayah Polda Jawa Barat, yakni 465 kasus. Paling sedikit di wilayah Polda Papua Barat dengan 33 kasus.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi