Advertisement
Advertisement
Analisis | Untung Rugi Aturan Baru Pesangon bagi Buruh dan Perekonomian - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Untung Rugi Aturan Baru Pesangon bagi Buruh dan Perekonomian

Foto: Joshua Siringo Ringo/Katadata
Berkurangnya jumlah pesangon dalam aturan turunan UU Cipta Kerja akan menjamin semua pekerja korban PHK mendapat haknya. Di sisi lain, aturan ini bisa memicu lebih banyak PHK, mengancam kesejahteraan buruh, hingga mengerem pertumbuhan ekonomi.
Dwi Hadya Jayani
2 Maret 2021, 10.08
Button AI Summarize

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Aturan ini adalah turunan dari UU nomor 11/2021 tentang UU Cipta Kerja.

Salah satu poin krusial dalam PP 35/2021 tersebut mengenai perubahan pemberian pesangon terhadap pekerja korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam beleid ini jumlah pesangon dipangkas dari yang termaktub dalam UU 13/2013 tentang Ketenagakerjaan.

Untuk PHK dengan alasan perusahaan tutup karena merugi selama dua tahun misalnya, jumlah pesangon yang tadinya sebesar satu kali hak sesuai Pasal 164 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, dipangkas menjadi setengah kali hak sebagaimana Pasal 44 ayat (1) PP 35/2021.

Lalu, PHK dengan alasan penggabungan, peleburan, atau pemisahan usaha dan perusahaan tak bersedia melanjutkan, jumlah pesangon dipangkas dari dua kali hak sesuai Pasal 163 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menjadi satu kali hak sebagaimana Pasal 41 PP 35/2021.

Ketentuan hak pesangon pekerja berbeda sesuai dengan masa kerjanya, sebagaimana termaktub dalam UU Ketenagakerjaan, yakni sebagai berikut:

  • Masa kerja < 1 tahun mendapat 1 bulan upah.
  • Masa kerja > 1 tahun tapi belum 2 tahun mendapat 2 bulan upah.
  • Masa kerja > 2 tahun tapi belum 3 tahun mendapat 3 bulan upah.
  • Masa kerja > 3 tahun tapi belum 4 tahun mendapat 4 bulan upah.
  • Masa kerja > 4 tahun tapi belum 5 tahun mendapat 5 bulan upah.
  • Masa kerja > 5 tahun tapi belum 6 tahun mendapat 6 bulan upah.
  • Masa kerja > 6 tahun tapi belum 7 tahun mendapat 7 bulan upah.
  • Masa kerja > 7 tahun tapi belum 8 tahun mendapat 8 bulan upah.
  • Masa kerja > 8 tahun mendapat 9 bulan upah.

Maka, ilustrasinya, bila seorang pekerja dengan masa kerja lebih dari delapan tahun lantaran perusahaan tutup setelah merugi selama dua tahun berturut-turut, hanya akan mendapat 4,5 bulan upah sesuai PP 35/2021.

Beleid baru ini juga mengatur perusahaan boleh mem-PHK karyawannya dengan alasan efisiensi, perusahaan menunda kewajiban utang, dan pengambilalihan perusahaan. Aturan semacam ini sebelumnya tak ada dalam UU Ketenagakerjaan.

Keuntungan seluruh aturan pesangon baru tersebut, adalah beban perusahaan untuk membayar pesangon berkurang. Dengan begitu, ketika terjadi PHK besar-besaran dengan alasan apapun, perusahaan lebih ringan membayar pesangon dan tak ada pekerja yang kehilangan haknya.

Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, mengatakan kepada Katadata.co.id pada 6 November 2020 lalu, bahwa hanya 7% perusahaan mampu membayar pesangon secara penuh kepada pekerja.

Angka yang disebutkan Sofyan sesuai dengan laporan Bank Dunia berjudul Laporan Ketenagakerjaan Indonesia: Menuju Terciptanya Pekerjaan yang Lebih Baik dan Jaminan Perlindungan Bagi Para Pekerja yang dirilis pada 2010 silam.  

Bank Dunia mencatat 66% karyawan lain sama sekali tak menerima pesangon dan 27% menerima dengan nilai lebih kecil dari haknya. Secara karakteristik gender, pekerja perempuan lebih rentan tidak menerima pesangon. Persentasenya 69,97% berbanding 63,22%.

Halaman:

Editor: Muhammad Ahsan Ridhoi