Pasokan Pangan Dunia Terguncang Covid-19, Bagaimana di Indonesia?

Image title
6 April 2020, 18:48
Pekerja menyiapkan gula pasir untuk disalurkan ke operasi pasar dan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Gudang Perum Bulog Sub Divisi Regional Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Jumat (3/4/2020). Pemerintah telah mengeluarkan izin impor gula put
ANTARA FOTO/Fauzan/pras.
Pekerja menyiapkan gula pasir untuk disalurkan ke operasi pasar dan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Gudang Perum Bulog Sub Divisi Regional Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Jumat (3/4/2020). Pemerintah telah mengeluarkan izin impor gula putih sebanyak 100.000 ton kepada Perum Bulog dan PT RNI (Persero) untuk kebutuhan Ramadan dan lebaran.

Pandemi Corona yang masih belum pasti kapan akan mereda, berpengaruh terhadap pola konsumsi masyarakat. Di Inggirs, menurut data Nielsen, penduduk berumah tangga mulai menimbun makanan di pekan terakhir Februari dan terus meningkat. Penjualan pasta dan daging kalengan di Inggris meningkan 60 persen dibandingkan pekan yang sama di tahun sebelumnya.

Hal ini menyebabkan kendala stok di tingkat retail di Inggris. Melansir Financial Times, peretail di Inggris mengaku sistem stok mereka yang telah dipersiapkan untuk menghadapi kondisi tak terduga, seperti cuaca dan acara olahraga bertaraf besar tak mampu menghadapi gelombang konsumsi masyarakat di tengah Pandemi Corona.

Akibatnya beberapa bahan makanan hilang dari rak mereka.  Di antaranya susu UHT dan sup kaleng. Menurut data Nielsen konsumsi susu UHT meningkat lebih dari 80% dan konsumsi sup meningkat 65% di pekan yang sama dibanding tahun lalu.

Clive Black dari Shore Capital Markets kepada Financial Times pada 20 Maret menyatakan, permintaan bahan makanan diprediksi akan terus meningkat 20-25%  selama masa Corona.

Kondisi serupa terjadi di Amerika Serikat (AS) yang menurut data John Hopkins University and Medicine menjadi negara terbanyak penderita virus Corona di dunia. Melansir The New York Times, pada 21 Maret rak-rak makanan di supermarket mulai kosong akibat panic buying.

Data Nielsen atas pola konsumsi masyarakat AS selama pandemi Corona menyatakan, penjualan beras meningkat lebih dari 50% dan daging kaleng lebih dari 40%. Pesanan hot dog di Walmart dan Costco pun meningkat lebih dari 300%. Ini membuat pemasok daging menambah waktu produksi di Sabtu dan Minggu.

Organisasi Pangan dan Agrikultur PBB (FAO) menyatakan keterlambatan pasokan makanan di beberapa negara akibat kebijakan pembatasan pergerakan manusia di beberapa negara. Dampaknya kepada produksi dan distribusi.    

 

(Baca: Setumpuk Masalah Logistik dan Pangan di Balik Darurat Corona)

Masalah Produksi

Masalah di tingkat produksi adalah berkurangnya jumlah buruh tani. Beberapa negara Eropa mengalami kesulitan mendapatkan buruh tani untuk menghadapi musim panen bulan ini.

Spanyol tak bisa mendatangkan buruh tani migran dari Maroko karena terkendala larangan bepergian dari pemerintahnya yang telah menetapkan kebijakan lockdown selama 20 hari. Dalam masa normal menurut laporan World Economic Forum, semestinya lebih kurang 16 ribu buruh tani musiman dari Maroko, kebanyakan perempuan saat ini telah tiba di Spanyol.

Padahal, menurut manajer Asosiasi Pekebun Spanyol Onubafruit Francisco Sanchez kepada Reuters, negaranya sedang menjalani masa panen blueberry sampai pertengahan Mei nanti dan membutuhkan banyak tenaga panen.

Di Italia, 200 ribu pekerja musiman dibutuhkan sampai dua bulan ke depan untuk masa panen. Namun karena kebijakan lockdown di negara itu, pekerja tak bisa didatangkan. Akibat dari hal ini adalah kualitas panen di Italia terancam menurun dan pasokan makanan segar berkurang.

Kendala lain, adalah pengangkutan pekerja dalam negeri di kedua negara tersebut dari rumah ke perkebunan. Kebijakan social distancing membuat pengangkutan pekerja secara kolektif tak mungkin dilakukan. Mengakibatkan ongkos membengkak dan jam kerja berkurang.

Menurut data Eurostat pada 2017, Spanyol adalah produsen dan pemasok buah terbesar di Eropa dengan 40,1% kapasitas produksi. Spanyol juga produsen sayuran terbesar kedua di Eropa dengan 17,3% kapasitas produksi. Sementara Italia menjadi negara produsen sayuran terbesar di Eropa dengan kapasitas 17,8%.

Melihat data tersebut, maka kendala panen di Spanyol dan Italia akan berimbas kepada pasokan makanan segar di seluruh benua biru.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...