Partisipasi Pemilih Rendah Bayangi Pilkada 2020 di Tengah Corona
Partisipasi pemilih menjadi tantangan dalam pelaksanaan Pilkada 2020 di 270 daerah pada 9 Desember mendatang. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Politik Populi Center, Usep S Ahyar menilai pandemi virus corona bisa menurunkan minat pemilih untuk datang ke tempat pemungutan suara atau TPS.
Usep menyatakan, penurunan partisipasi pemilih sangat mungkin terjadi lantaran protokol kesehatan yang jelas belum diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai saat ini. Hal ini bisa menyebabkan pemilih merasa tak aman dan akhirnya lebih memilih tetap di rumah agar selamat dari virus corona.
“Sebenarnya sebelum pandemi keinginan masyarakat untuk memilih (Pilkada 2020) mencapai 90%, tapi dengan kondisi sekarang potensi menurun sangat besar sekali,” kata Usep kepada Katadata.co.id, Senin (6/7).
(Baca: Cekak Anggaran yang Membelit Tahap Lanjutan Pilkada 2020)
Selain faktor keamanan, menurut Usep, selama ini salah satu faktor utama pemilih mau ke TPS adalah ketertarikan pada kandidat. Ketertarikan itu muncul setelah calon pemilih menghadiri sosialisasi atau kampanye langsung yang dilakukan oleh kandidat. Sedangkan, di tengah pandemi pertemuan semacam itu tak bisa dilakukan secara maksimal.
Rencana KPU untuk membuat kampanye secara daring demi menghindari kontak fisik, pun menurut Usep tak akan bisa sepenuhnya mengembalikan euphoria kampanye langsung atau tatap muka. Terlebih tak semua daerah memiliki akses internet sama dan akan menjadi kendala dalam pelaksanaannya.
Dengan begitu, kata Usep, visi-misi kandidat tak akan bisa sepenuhnya tersampaikan. Sehingga, pengetahuan pemilih terhadap kandidat berkurang dan turut berpeluang mengurangi minat datang ke TPS.
“Banyak dari pemilih selama ini tahu penyelenggaraan Pilkada justru dari kandidat, bukan dari sosialisasi penyelenggara. Ini harus dicari jalan keluarnya,” kata Usep.
(Baca: Bakal Gelar Pilkada, 65 Kabupaten/Kota Masih Masuk Zona Merah Covid-19)
Oleh karena itu, menurut Usep, KPU dan pemerintah sebagai penyelenggara mesti segera merampungkan protokol kesehatan untuk Pilkada 2020 dan melakukan sosialisasi yang lebih massif. Jika dua hal itu tak dilakukan dalam waktu dekat, maka partisipasi pemilih akan jauh dari Pilkada di masa normal.
Dari catatan Katadata.co.id, partisipasi pemilih pada dua Pilkada terakhir tak pernah menyentuh 80%. Pada Pilkada 2018 yang digelar di 171 daerah adalah sebesar 73,24%. Sementara pada Pilkada 2015 yang diselenggarakan di 264 wilayah lebih rendah, yakni 70%. Daerah penyelenggara Pilkada 2020 mayoritas sama dengan Pilkada 2015.
Perkara ini juga sempat menjadi sorotan partai politik atau parpol. Wakil Ketua Umum PKB Bidang Pemenangan Pemilu, Jazilul Fawaid menyatakan sosialisasi yang rendah dari KPU berpeluang menurunkan partisipasi pemilih. Sementara, hal ini menjadi salah satu indikator kesuksesan Pilkada.
“Pilkada tentu bukan hanya soal menang kalah, tapi menjalankan demokrasi. Kalau partisipasinya rendah, berarti tingkat demokrasi kita bisa turun juga,” kata Jazilul kepada Katadata.co.id, Rabu (10/6).
Maka, Wakil Ketua MPR RI ini mengusulkan Pilkada 2020 ditunda lagi dan dilaksanakan setelah pandemi virus corona benar-benar hilang. Ia pun meminta kepada KPU, Bawaslu, DPR, dan pemerintah untuk mempertimbangkan hal ini sekaligus mematangkan lagi sistem pelaksanaannya.
KPU Optimis Partisipasi Tinggi, Mendagri Target 50%
Berbeda, Ketua KPU Arief Budiman tetap optimis tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2020 tinggi. Ia pun menargetkan partisipasi pemilih sebesar 77,5% atau sama dengan Pemilu 2019. Hal ini lantaran pemilihan di tengah pandemi adalah sesuatu yang baru bagi masyarakat dan bisa memancing penasaran untuk datang ke TPS.
“Nah biasanya kultur kita kalau ada sesuatu yang baru akan coba-coba, gimana ya ini,” kata Arief melansir Antara.
Selain itu, kata Arief, terdapat preseden tren kenaikan partisipasi pemilih di negara lain yang menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi corona. Salah satunya adalah Korea Selatan. Namun, ia tak menyebutkan angka peningkatan tersebut.
“Nah kenapa itu? Karena penyelenggara pemilu, masyarakat, pemilih, peserta pemilu ini sesuatu yang baru. Justru menjadi tantangan bagi mereka,” kata Arief.
(Baca: Dampak Krisis, Bawaslu Prediksi Politik Uang Meningkat Saat Pilkada)
Namun optimism Arief tak diikuti Mendagri Tito Karnavian. Ia menargetkan angka partisipasi pemilih sebesar 50%. Meskipun menurutnya, “kalau bisa semakin tinggi, semakin baik. Data KPU per 9 Juni menyatakan pemilih di Pilkada 2020 sebanyak 106.774.112 orang, maka 50 persennya adalah sekitar 53 juta orang.
Guna mencapai target tersebut dan menyemarakkan Pilkada 2020, Tito meminta para influencer untuk memanasi kandidat. Sehingga para kandidat tersebut akan lebih bersemangat kampanye dan akhirnya tingkat partisipasi bisa tinggi.
“Kita bawa pilkada menjadi isu sentral dan dorong juga untuk stimulasi ekonomi supaya ada gerakan massif para kontestan,” kata Tito.
Pilkada 2020 sedianya dilaksanakan pada 23 September, tapi pada 30 Maret lalu diputuskan ditunda pada 9 Desember karena pandemi virus corona. Keputusan tersebut diambil oleh Komisi II DPR, Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Penyelenggaraan Pilkada 2020 pada 9 Desember pun telah ditetapkan Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2020 tertanggal 4 Mei.