Politik Dinasti Elite Istana di Pilkada 2020 & Akibatnya ke Demokrasi

Image title
27 Juli 2020, 20:12
Ilustrasi. Pilkada 2020 jadi ajang keluarga elite politik lingkaran Istana mencari kuasa. Pengamat politik menilainya sebagai politik dinasti dan buruk bagi demokrasi.
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Ilustrasi. Pilkada 2020 jadi ajang keluarga elite politik lingkaran Istana mencari kuasa. Pengamat politik menilainya sebagai politik dinasti dan buruk bagi demokrasi.

Pilkada 2020 akan menjadi ajang keluarga para elite politik di lingkaran Istana mencari kuasa. Keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Wapres Ma’ruf Amin dan beberapa menteri tercatat turut serta dalam gelaran politik lima tahunan ini. Pengamat politik pun menilainya sebagai bentuk politik dinasti yang kontraproduktif bagi iklim demokrasi Indonesia.

Dari keluarga Jokowi, ada putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Nasution. Gibran akan melaju sebagai cawalkot Solo. Ia mendapat rekomendasi dari PDIP pada 17 Juli lalu dan berdampingan dengan Teguh Prakosa. Rekomendasi ini disampaikan langsung oleh Ketua DPP PDIP Puan Maharani secara daring.

Advertisement

Bobby akan melaju di Pilwalkot Medan. Tak seperti Gibran yang telah pasti, ia masih belum mendapatkan rekomendasi dari partai manapun. Meskipun begitu, peluangnya mendapat rekomendasi dari PDIP sangat besar. Hal ini setelah kandidat petahana Akhyar Nasution yang juga kader PDIP justru akan melaju dari Partai Demokrat.

Keluarga Wapres Ma’ruf Amin adalah putri keempatnya, Siti Nur Azizah yang akan melaju sebagai cawalkot Tangerang Selatan. Azizah akan berpasangan dengan Ruhamaben. Pasangan ini diusung Partai Demokrat dan PKS yang telah memberikan rekomendasi pada 21 Juli lalu.

Keluarga menteri yang akan turun gelanggang di Pilkada 2020 adalah Saraswati Djojohadikusumo, Irman Yasin Limpo, Hanindito Himawan Pramono, dan Titik Mas’udah. Saraswati atau karib disapa Sarah adalah keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Ia akan melaju sebagai calon wakil wali kota Tangerang Selatan mendampingi Muhammad dari Gerindra dan PDIP.

Irman adalah adik dari Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Pria yang karib disapa None ini mendapat rekomendasi dari Partai Golkar dan PAN pada 30 Juni lalu sebagai cawalkot Makassar. Dengan dukungan dua partai ini, ia telah mengantongi 10 kursi di DPRD Makassar dan memenuhi syarat KPU. Namun, sampai saat ini ia belum menentukan pendampingnya.

Lalu, Hanindito adalah anak kandung dari Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Ia mendapat rekomendasi dari PDIP pada 17 Juli lalu sebagai calon bupati Kediri berdampingan dengan Dewi Maria Ulfa. Partai lain yang mengusung pasangan ini adalah Nasdem, PKB, dan PAN. Dengan dukungan empat partai, ia telah memenuhi syarat dari KPU.  

Sementara, Titik adalah adik kandung dari Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Ia akan maju sebagai calon wakil bupati Mojokerto berdampingan dengan kandidat petahana Pungkasiadi. Partai yang telah mendukung pasangan ini adalah PDIP. Namun, pada 20 Juli lalu PKB melalui Wakil Ketua Umum Bidang Pemenangan Pemilu Jazilul Fawaid telah memberi sinyal akan turut mendukung pasangan ini.

Politik Dinasti

Pengamat Politik UIN Jakarta, Adi Prayitno menilai hubungan kekeluargaan para kandidat tersebut dengan sejumlah elite di lingkaran Istana merupakan bentuk politik dinasti. Ia mendefinisikan politik dinasti sebagai upaya mengarahkan regenerasi kekuasaan oleh kelompok elite tertentu kepada keluarga intinya.

“Kalau dilihat semuanya adalah keluarga inti, anak presiden, wapres, adik menteri, dan lainnya,” kata Adi kepada Katadata.co.id, Senin (27/7).

Upaya regenerasi, kata Adi, terlihat dari partai politik pengusung para kandidat tersebut yang memiliki kedekatan dengan keluarganya. Seperti terlihat dari PDIP dan Gerindra. PDIP yang mengusung Gibran dan Hanindito, adalah partai Jokowi dan Pramono juga. Gerindra yang mengusung Sarah, ketua umumnya adalah Prabowo.

Ditilik lebih lanjut, partai lain juga demikian. Golkar yang mengusung Irman adalah tempat Syahrul Yasin Limpo awal berkarier politik sebelum pindah ke Nasdem. PKB yang telah memberi sinyal mengusung Titik, adalah partai Ida Fauziyah. 

Adi menyatakan, politik dinasti bisa terus terjadi lantaran tidak ada satupun regulasi yang melarangnya. Sehingga para elite politik bisa dengan bebas mewariskan kekuasaannya kepada keluarga intinya tanpa ada konsekuensi hukum. Satu-satunya yang menjadi benturan mereka adalah etika politik, tapi hal ini mudah dikesampingkan demi kekuasaan.

“Dulu ada peraturannya yang membatasi hubungan darah dengan petahana di Pilkada, tapi malah dibatalkan MK. Padahal peraturan itu juga belum kuat untuk politik dinasti yang lebih luas,” kata Adi.

Peraturan yang dimaksud Adi adalah Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada. Di situ dikatakan syarat menjadi calon kepala daerah tak memiliki kepentingan dengan petahana. Dalam penjelasannya, konflik kepentingan tersebut termasuk memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement