Polemik Pegawai KPK Jadi ASN yang Memantik Syak Wasangka ke Jokowi

Image title
10 Agustus 2020, 19:38
Ilustrasi. Pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN dinilai pakar hukum tata negara dan ICW bisa membuat mereka dikendalikan Presiden Jokowi.
ARIEF KAMALUDIN I KATADATA
Ilustrasi. Pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN dinilai pakar hukum tata negara dan ICW bisa membuat mereka dikendalikan Presiden Jokowi.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menetapkan pengalihan status kepegawaian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, pakar hukum tata negara dan aktivis antikorupsi menilainya sebagai upaya pelemahan dan pengendalian KPK oleh Jokowi.

Ketetapan pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 41 tahun 2020 yang diteken Jokowi pada 24 Juli 2020. Total terdapat empat bagian dan 12 pasal di dalamnya. Pasal 2 beleid tersebut menyatakan, pengalihan status diperuntukkan bagi pegawai tetap dan tidak tetap KPK.

Advertisement

Tahapan pengalihan adalah dengan menyesuaikan jabatan mereka dengan ASN, lalu mengidentifikasi jenis dan jumlah pegawai, kemudian memetakan kesesuaian kualifikasi dan kompetensinya, dan terakhir melakukan pelaksanaan dan penetapan kelas jabatan sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Ferry Amsari menilainya dapat memperlemah kinerja KPK dan membuka peluang Jokowi mengendalikannya. Mengingat beleid tersebut mengandung pula pasal lain yang mengarah kepada hal itu. Salah satunya Pasal 3 ayat (2) yang mennyatakan pegawai KPK untuk “setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah.”

“KPK saat ini, dengan berlakunya PP 41/2020 telah menjadi bagian yang bisa dikendalikan oleh kepentingan politik karena berada di bawah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan  Reformasi Birokrasi atau di bawah Presiden Jokowi secara langsung,” kata Ferry kepada Katadata.co.id, Senin (10/8).

Pengendalian tersebut, kata Ferry, tercermin pula dari perubahan skema rekruitmen pegawai KPK yang kini mirip ASN. Tak seperti dulu yang melalui proses khusus, independen, dan terbuka, bernama Indonesia Memanggil.  

Perubahan tersebut, menurut Ferry, pegawai KPK terpilih rentan berdasarkan kepentinga politik pihak tertentu. Imbasnya adalah masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia akan menjadi buram.  

“Sulit bagi presiden Jokowi untuk menghindari tuduhan bahwa kehadiran PP 41 tahun 2020 ini adalah bagian dari upaya istana atau presiden sendiri untuk kemudian memperlemah status pegawai KPK dan meletakkan mereka di bawah kuasa presiden secara langsung,” kata Ferry.

Selanjutnya, menurut Ferry, potensi intervensi juga terlihat dari pasal-pasal yang mengatur penyesuaian nomenklatur pegawai KPK dengan ASN. Imbasnya adalah bisa terjadi perombakan besar-besaran di tubuh KPK yang disesuaikan dengan kepentingan pemerintah. Korupsi di dalam tubuh KPK sendiri pun rentan terjadi.

Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengamini pendapat Ferry. Ia menilai aturan baru ini meneyempurnakan pengendalian dan pelemahan KPK. Mengingat, KPK akan berstatus sama seperti lembaga penegakan hukum lain di bawah naungan eksekutif yang tak memiliki kekhususan dan independensi.

“Padahal, kehadiran KPK harusnya untuk mengawasi berbagai rumpun kekuasaan, termasuk eksekutif, yudikatif, dan legislatif,” terang Adnan kepada Katdata.co.id, Senin (10/8).

Adnan menambahkan, peluang Jokowi mengintervensi KPK semakin besar setelah dikeluarkannya PP Nomor 17 tahun 2020 tentang Manajemen PNS. Pasal 3 ayat (1) beleid tersebut menyatakan, presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS/ASN berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS/ASN.  

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement