Era bank digital di dunia sudah di depan mata. Sejumlah negara berencana memberikan lisensi bank digital, baik kepada bank konvensional maupun perusahaan teknologi. Meski menawarkan banyak kemudahan dan efisiensi biaya, kehadiran bank digital maupun neobank dapat menggoyang tatanan dan peta bank konvensional.

Tahun lalu, otoritas moneter Singapura (MAS) berencana memberikan lisensi kepada lima bank digital. Dua lisensi akan diberikan kepada bank digital yang beroperasi penuh. Sisanya diberikan kepada bank digital grosir atau yang hanya melayani pelanggan perusahaan.

Advertisement

Terdapat 21 aplikan yang bersaing mendapatkan lisensi ini. Mereka harus memenuhi persyaratan, di antaranya memeiliki modal 1,5 miliar dolar Singapura atau sekitar Rp 15,5 triliun, harus berbentuk lokal, dan dikendalikan lokal.

Salah satu aplikan adalah startup penyedia jasa tumpangan Grab yang berkonsorsium dengan Singtel. Nantinya setelah lisensi disetujui, Grab akan memegang 60% saham dan Singtel 40% saham.

Menurut Direktur Pelaksana Senior Grab Reuben Lai, seperti dilansir Tech Crunch pada 30 Desember 2019, rencananya bank digital tersebut akan fokus pada layanan kredit sederhana dan produk investasi.

Setelah memenuhi kriteria MAS, bank digital konsorsium ini akan beroperasi penuh layaknya bank. Ia pun menyatakan bank digital ini akan fokus pada pelanggan dan memberikan berbagai layanan perbankan serta keuangan dengan akses mudah dan transparan.

(Baca: Bersaing dengan Google, Alibaba Bakal Menambah Pusat Data Tahun Depan)

Bank digital ini pun berkomitmen menciptakan layanan keuangan inklusif di Singapura yang terjangkau bagi UMKM serta individu. Ini mengacu kepada studi konsorsium ini terkait layanan keuangan yang menemukan: 38% warga Singapura kekurangan uang dan 2% lainnya tidak memiliki akses ke layanan keuangan.

Kabar teranyar, seperti dilansir Straits Times pada 18 Juni lalu, bank digital Grab dan Singtel tersebut telah masuk ke dalam daftar perusahaan yang akan mendapatkan lisensi dari MAS. Bank digital lain yang juga masuk dalam daftar ini adalah milik Razer.inc dan konsorsium fintech MatcMove dan Singapura Finance.

OVO Grab
(ISTIMEWA)

Negara lain pun mulai membuka pintu untuk pemberian lisensi bank digital, di antaranya Hong Kong, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Inggris. Di Inggris, bank digital yang sudah beroperasi bernama Monzo. Kelebihan bank ini adalah menawarkan pembayaran internasional tanpa biaya tambahan dan tak mengenakan biaya layanan untuk penarikan uang sampai 200 poundsterling melalui ATM internasional.

Sementara di Hong Kong, seperti dilansir situs resmi otoritas moneter Hong Kong (HKMA), ada delapan bank digital yang beroperasi sejak lisensi dibuka pada tahun lalu. Mereka mendapat lisensi setelah memenuhi syarat perusahaan harus berbentuk lokal dan memiliki modal 300 juta dolar Hong Kong.

Salah satu bank digital di sana adalah ZA Bank. Bank ini mampu menawarkan bunga deposito maksimal 6,8% selama tiga bulan untuk simpanan hingga Rp 176 juta. Ini lebih tinggi ketimbang yang bisa ditawarkan HSBC, yakni sebesar 2%-3%. 

(Baca: Pemerintah Dorong UMKM Gunakan Pembiayaan Murah untuk Go-Digital)

Berbeda dengan di Indonesia, regulasi khusus terkait bank digital belum ada. Satu-satunya aturan yang bisa mengakomodasi digitalisasi perbankan adalah Peraturan OJK Nomor 12 tahun 2018.

Di situ hanya dijelaskan bahwa perbankan digital adalah layanan yang dikembangkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan data nasabah dalam rangka pelayanan lebih cepat, mudah dan sesuai dengan kebutuhan, serta dapat dilakukan mandiri oleh nasabah dengan memperhatikan aspek keamanan.

Namun, definisi itu boleh dibilang hanya terkait aktivitas atau layanan digital banking . Jadi, belum mencakup neobank yang didefinisikan IBM sebagai bank yang sepenuhnya beroperasi secara daring atau tanpa cabang fisik. Bank jenis ini pun bisa berasal dari institusi non-perbankan, seperti perusahaan teknologi Grab.

Meski begitu, tren bank digital mulai melanda Indonesia. Setelah mengakuisisi Bank Royal, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) berencana membuat bank tersebut menjadi bank digital. Pada semester kedua ini, Bank Royal pun bersalin nama menjadi Bank Digital BCA.

Ada juga Bank Artos. Bank yang diakuisisi oleh mantan Direktur Utama Bank BTPN Jerry Ng dan pendiri Northstar Group, Patrick Walujo, ini berencana transformasi menjadi bank digital.

Perseroan ini telah menerbitkan saham baru atau rights issue sekitar Rp 1,34 triliun. Dana ini akan digunakan untuk pengembangan infrastruktur, teknologi informasi, sumber daya manusia, serta perbaikan struktur permodalan.

Ekspansi Perusahaan Teknologi

Namun, perusahaan teknologi, terutama korporasi besar, terlihat lebih agresif merambah ke bisnis layanan keuangan digital. Selain Grab di Singapura, raksasa media sosial Facebook pun telah menyiapkan infrastruktur ke arah model baru bank tersebut.

Mereka telah mempunyai Facebook Pay yang memungkinkan pembayaran lintas aplikasi di bawah perusahaan milik Mark Zuckerberg, yakni WhatsApp dan Instagram.

Pada 15 Juni lalu, fitur pembayaran selular melalui WhatsApp atau dikenal sebagai WhatsApp Pay diluncurkan pertama kali di Brazil. Zuckerberg di laman Facebook resminya menyatakan, WhatsApp Pay akan membuat penggunanya bertransaksi semudah mengirim foto dan memungkinkan usaha kecil bertransaksi secara langsung di dalam aplikasi.       

“Guna merealisasikan ini, kami membuat Facebook Pay yang mendukung keamanan dan jalur konsisten ketika melakukan pembayaran lintas aplikasi kami,” kata Zuckerberg.

WhatsApp Pay bekerja sama dengan sejumlah bank lokal di Brazil, yakni Banco do Brasil, Nubank, dan Sicredi. Sementara, seperti tertulis di laman resmi WhatsApp, untuk penyelesaian transaksi akan bekerja sama dengan sistem pembayaran terbesar di negeri Samba bernama Cielo.

Pengguna WhatsApp Pay saat ini bisa melakukan pembayaran secara gratis. Namun, gerai akan dikenakan biaya pemrosesan sebesar 3,99% dari nilai transaksi saat menerima pembayaran. Selain itu, pengguna bisa menautkan kartu kredit dan debitnya yang berjenis Visa dan Mastercard.

Pemilihan Brazil sebagai tempat peluncuran pertama fitur ini terbilang mengejutkan. Pasalnya, versi beta dari WhatsApp Pay justru diterapkan di India pada Februari 2018.

Di sisi lain, seperti dilansir Tech Crunch, India juga pasar terbesar WhatsApp di dunia dengan 400 juta pengguna aktif bulanan dibandingkan Brazil yang 120 juta pengguna aktif bulanan.

(Baca: Akselerasi Transformasi Menyeluruh, Adaptasi Bank pada New Normal)

Dengan potensi sebesar itu, ternyata WhatsApp Pay tak bisa lolos dari labirin regulasi yang membelitnya. Reserve Bank of India (RBI), seperti dilansir India Today, mewajibkan seluruh pembayaran digital melokalisasi data.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement