Memburu Narkotika
di Perairan Malaka
Cerita operasi penangkapan sabu terbesar di Indonesia.
Satu pesan singkat masuk ke ponsel milik Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Polisi Marthinus Hukom pada Selasa (20/5) menjelang dini hari. Itu adalah pesan yang sudah ia nantikan dengan cemas sepanjang malam. Beberapa jam sebelumnya, Marthinus memimpin penindakan narkoba di Jakarta. Sementara di saat yang bersamaan anak buahnya sedang berjibaku di perairan gelap Selat Malaka, dalam operasi rumit yang sudah dirancang lima bulan lamanya.
Isi kepala Marthinus terpecah. Sebagai perwira polisi yang sudah kenyang pengalaman intelijen– ia pernah memimpin Densus Anti-Teror 88—ia tahu operasi ini berisiko tinggi. Sepanjang malam itu, di kepalanya terbayang operasi penangkapan 2 bulan sebelumnya ketika BNN dan Bea Cukai menyergap KM Darlin Isabel di perairan Malaka, hanya untuk menemukan beberapa bong sabu dan alat hisap ganja. Ia khawatir operasi kali ini hasilnya juga nihil seperti sebelumnya.
Pesan singkat menjelang dini hari itu membuyarkan kekhawatiran di benak Marthinus. Pesan itu mengabarkan bahwa tim gabungan BNN, Bea Cukai, dan Angkatan Laut berhasil menemukan 2 ton sabu di kapal KM Sea Dragon Tarawa dan mengamankan enam orang awak kapal–2 WNA Thailand dan 4 WNI.
Marthinus lega sekaligus waswas. Belum pernah dalam kariernya dan karier para pendahulunya yang pernah menangkap narkoba sebanyak ini. Ia tahu operasi ini mengincar ‘ikan besar’, tetapi angka 2 ton rasanya sulit dipercaya.
Aparat menangkap KM Sea Dragon Tarawa di Perairan Tanjung Balai Karimun, Selasa (20/5). Sumber: BNN
Aparat menangkap KM Sea Dragon Tarawa di Perairan Tanjung Balai Karimun, Selasa (20/5). Sumber: BNN
“Biasanya paling banyak kita paling menangkap 1 ton. Ini penangkapan sabu terbesar dalam sejarah Indonesia,” katanya kepada Katadata.
Ini adalah kulminasi dari operasi intelijen dan analisis rumit yang dijalankan sejak Januari 2025. Bermula dari penangkapan KM Sumber Ocean oleh Kepolisian Thailand pada 18 Desember 2024, BNN mengembangkan penyelidikan hingga menemukan bahwa itu adalah kapal dari Surabaya yang dibeli Chanchai Wirunphan–warga negara Thailand yang kini buron–menggunakan perusahaan fiktif. Pada periode 2024, Wirunphan membeli empat kapal dari Surabaya, termasuk KM Sumber Ocean dan KM Sea Dragon Tarawa.
“Boleh dibilang ini adalah joint operation yang melibatkan Thailand dan bahkan Amerika Serikat,” Marthinus bercerita.
BNN mulai mendeteksi pergerakan KM Sea Dragon Tarawa sekitar bulan Maret ketika kapal itu berlayar ke Utara dan melempar sauh di Teluk Thailand. Sekitar awal Mei, kapal itu bergerak turun melintasi Selat Malaka kemudian berlayar ke Laut Andaman.
Pada 17 Mei, KM Sea Dragon Tarawa berhenti selama 8 jam di laut lepas Andaman untuk proses pengangkutan narkoba. Marthinus mengingat itu adalah masa yang penuh ketegangan. Sebab tiga hari sebelumnya, TNI AL menangkap kapal Aung Toe Toe 99 yang mengangkut 1,2 ton sabu dan 700 gram ketamin.
Marthinus bercerita petugas gabungan yang sedang sibuk menghitung barang bukti terperangah ketika BNN menyebut ada kapal pengangkut narkoba lain yang akan melintasi Selat Malaka. Rapat koordinasi berlangsung hingga lewat tengah malam. Hasilnya diputuskan TNI AL akan mengerahkan dua kapal tempur ditambah dua kapal tambahan milik Bea Cukai.
Operasi berjalan mulus pada hari H. Kapal KM Sea Dragon Tarawa memasuki perairan Tanjung Balai Karimun pada Selasa (20/5) malam sebelum akhirnya dicegat dan dibawa ke Pelabuhan Tanjung Uncang, Batam.
Di Jakarta, Marthinus tak sabar menunggu pagi. Ia terbang ke Batam pada Rabu (21/5) siang kemudian memimpin langsung penindakan terhadap 2 ton sabu hingga Kamis (22/5) dini hari.
Petugas mengangkut barang bukti sabu dari tempat penyimpanan di BNN Provinsi Kepualaun Riau untuk dimusnahkan, Kamis (12/6) . Sumber: Katadata/Wahyu Dwi Jayanto
Petugas mengangkut barang bukti sabu dari tempat penyimpanan di BNN Provinsi Kepualaun Riau untuk dimusnahkan, Kamis (12/6) . Sumber: Katadata/Wahyu Dwi Jayanto
BNN bersiap memusnahkan barang bukti 2 ton narkoba di Batam, Kamis (12/6). Sumber: katadata/Wahyu Dwi Jayanto
BNN bersiap memusnahkan barang bukti 2 ton narkoba di Batam, Kamis (12/6). Sumber: katadata/Wahyu Dwi Jayanto
Awak kapal menunjukkan ruang rahasia di kapal tempat menyembunyikan narkoba saat penindakan di Pelabuhan Tanjung Uncang, Batam, Rabu (21/5). Sumber: Katadata/Bayu Surya Octavian
Awak kapal menunjukkan ruang rahasia di kapal tempat menyembunyikan narkoba saat penindakan di Pelabuhan Tanjung Uncang, Batam, Rabu (21/5). Sumber: Katadata/Bayu Surya Octavian
Kronologi Operasi
Pengungkapan 2 ton sabu di KM Dragon Sea Tarawa merupakan ujung pangkal operasi yang sudah dijalankan sejak Januari 2025. Operasi ini melibatkan kolaborasi intelijen dari Thailand hingga peralatan canggih dari Amerika Serikat.

18 Desember 2024
Kepolisian Thailand menangkap KM Sumber Ocean, kapal asal Indonesia yang diduga menjadi bagian dari jaringan perdagangan narkoba internasional. Kapal ini diketahui dimiliki oleh Chancai Wirunphan, warga negara Thailand yang kini buron.
Januari 2025
Operasi intelijen gabungan antara Indonesia, Thailand, dan Amerika Serikat dimulai. BNN menemukan KM Sumber Ocean dibeli di Surabaya oleh PT Wasa Indah Permai–perusahaan fiktif milik Chancai Wirunphan–bersama dengan tiga kapal lainnya. Salah satunya adalah KM Sea Dragon Tarawa. Pada saat yang bersamaan, BNN mendeteksi salah satu kapal tersebut mengangkut 13 WNI dari Surabaya ke Batam.
Februari 2025
Empat dari 13 orang WNI yang diangkut ke Batam terbang ke Bangkok. Belakangan, diketahui keempat orang tersebut merupakan kapten dan awak kapal KM Sea Dragon Tarawa. Adapun sisanya kembali ke Surabaya.
Maret 2025
Target bergerak. Kapal KM Sea Dragon Tarawa berlayar ke perairan Thailand dan membuang sauh di sekitar Laut Cina Selatan. Sementara itu, BNN dan Bea Cukai mencegat kapal KM Darlin Isabel di perairan Nongsa pada 29 Maret. Hasilnya nihil, tidak ada narkoba di kapal itu. Namun, tim menemukan bong sabu, mengindikasikan kapal tersebut terkait dengan jaringan perdagangan narkoba.
12 Mei 2025
KM Sea Dragon Tarawa mulai bersiap. Kapal diketahui sempat berlabuh di kawasan Tak Bai, Thailand untuk mengangkut kru. Enam orang ABK menaiki kapal, termasuk 4 WNI yang sebelumnya terbang dari Batam.
14 Mei 2025
KM Sea Dragon Tarawa melintas damai di Selat Malaka menuju Laut Andaman. Tim BNN membiarkan kapal tersebut melintas.
17 Mei 2025
KM Sea Dragon Tarawa melempar sauh selama 8 jam di Laut Andaman. BNN meyakini kapal itu sedang melakukan transhipment narkoba di laut lepas yang diangkut dari Myanmar.
Sementara itu, tiga hari sebelumnya TNI Angkatan Laut mendeteksi kapal mencurigakan yang melaju kencang tanpa lampu navigasi di perairan Karimun. Saat hendak diberhentikan, kapal justru bermanuver sehingga aparat terpaksa memberikan tembakan peringatan. Setelah digeledah, kapal bernama Aung Toe Toe 99 itu kedapatan mengangkut 1,2 ton sabu dan 700 gram ketamin.
18 Mei 2025
Operasi penangkapan dimulai. BNN memulai rapat koordinasi dengan TNI AL dan Bea Cukai untuk mencegat KM Sea Dragon Tarawa, bersamaan dengan kesibukan aparat menghitung barang bukti dari kapal Aung Toe Toe 99.
20 Mei 2025
Kapal patroli TNI AL memperoleh visual pertama KM Sea Dragon Tarawa sekitar pukul 16.00 WIB. Dua kapal KRI milik TNI AL, dua kapal Bea Cukai, dan satu speedboat bersiaga di sekitar perairan Tanjung Balai Karimun. Sekitar pukul 22.00, KM Sea Dragon Tarawa memasuki perairan Indonesia yang segera dicegat petugas. Petugas menaiki kapal sekitar pukul 23.00 dan menemukan 2 ton narkoba yang disembunyikan di anjungan dan ruang bawah mesin.
21 Mei 2025
Kepala BNN Komjen Pol. Marthinus Hukom memimpin langsung penindakan 2 ton narkoba di pelabuhan Bea Cukai Tanjung Uncang, Batam. Petugas menemukan 67 kotak masing-masing seberat 30 kilogram.
12 Juni 2025
Petugas memusnahkan barang bukti dua ton narkoba.
Menelusuri Jejak KM Sea Dragon Tarawa
Ada banyak kejanggalan terkait kapal KM Sea Dragon Tarawa. Kapal ini terdaftar di Kiribati Ship Registry di Singapura sebagai kapal tanker minyak. Kapasitasnya 154 Gross Ton (GT) dan panjangnya 27 meter. Namun, secara fisik kapal ini justru lebih mirip kapal penangkap ikan.
Pemiliknya bernama Sai Kham Khyauk, meskipun BNN menyebut kapal ini sejatinya dikendalikan oleh Chanchai Wirunphan.
Chanchai Wirunphan asal Thailand pemilik KM Sea Dragon Tarawa sekaligus perekrut empat orang WNI yang mengawaki kapal tersebut. Sumber: BNN
Chanchai Wirunphan asal Thailand pemilik KM Sea Dragon Tarawa sekaligus perekrut empat orang WNI yang mengawaki kapal tersebut. Sumber: BNN
Chanchai Wirunphan juga yang merekrut empat ABK asal Indonesia. Salah satu ABK, Hasiholan Samosir, mulanya direkrut sebagai kapten kapal Aqua Star milik Wirunphan yang bertugas mengantar 13 WNI dari Surabaya menuju Batam. Wirunphan kemudian menawarkan kepada Hasiholan untuk menahkodai KM Sea Dragon dengan imbalan US$3.000. Hasiholan pun merekrut tiga orang lainnya, termasuk adik kandungnya sendiri, untuk mengawaki kapal pengangkut narkoba.
Tidak hanya itu, BNN juga menemukan keterkaitan empat orang ABK dengan Dewi Astuti, buronan kasus penyelundupan 2,67 heroin di bandara Soekarno-Hatta pada September 2024. Sumber Katadata menyebut salah satu kurir heroin merupakan kawan sekolah Hasiholan. Selain itu, tiket kurir heroin dan tiket pesawat empat ABK dari Batam ke Bangkok dalam kasus KM Sea Dragon Tarawa dipesan melalui agen perjalanan yang sama.
KM Sea Dragon Tarawa memulai perjalanannya dari Surabaya ke Batam, sebelum menuju perairan Teluk Thailand untuk menjemput awak kapal. Kapal mulai berlayar menjemput muatan di Laut Andaman pada awal Mei dan berujung tertangkap di Tanjung Balai Karimun.
KM Sea Dragon Tarawa terdaftar di Kiribati Ship Registry atas nama Sai Kham Kyauk. Sumber: BNN
KM Sea Dragon Tarawa terdaftar di Kiribati Ship Registry atas nama Sai Kham Kyauk. Sumber: BNN
Keterangan
Dari Shan State ke Seantero Asia Tenggara
Laporan United Nation on Drugs and Crime (UNODC) menyebut konflik bersenjata pada 2021 di negara bagian Shan, Myanmar mendorong peningkatan peredaran narkoba termasuk methamphetamine alias sabu di Asia Tenggara.
Keberadaan milisi dan lemahnya penegakkan hukum membuat Shan kini menjadi episentrum produksi narkoba. Sepanjang 2024, aparat mengamankan 221 ton sabu di Asia Tenggara, di mana 85% di antaranya terkonsentrasi di lima negara: Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
Produksi sabu di wilayah Shan menyebar lewat jalur darat, sungai, laut. Distrik Kengtung di bagian Selatan Shan menjadi transit hub penting untuk penyelundupan ke Thailand dan Laos Utara melalui Chiang Rai hingga terus ke Bangkok dan kawasan pesisir Teluk Thailand. Setelah melalui Thailand, narkoba akan dengan mudah diangkut ke Kamboja, Vietnam, hingga ke Laos.
“Distribusi di Thailand biasanya disembunyikan di antara hasil pertanian dan dilindungi oleh kelompok bersenjata,” tulis UNODC dalam laporannya.
Yangon yang terletak di tepian Laut Andaman memegang posisi kunci untuk penyimpanan sementara narkoba dari Shan. Rutenya bisa melalui jalur darat melewati kawasan pesisir Selatan Thailand seperti Surat Thani dan Phuket hingga terus ke semenanjung Malaysia.



Jalur Maritim
Narkoba dari Myanmar juga diangkut lewat laut, terutama untuk pasar Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Narkoba biasanya diangkut dari Yangon atau Phuket ke Laut Andaman kemudian diteruskan ke Selat Malaka. Di wilayah ini, rute terpecah dua ke arah Pantai Barat Sumatera untuk pasar Australia dan menuju perairan sempit Tanjung Balai Karimun sebelum memasuki Laut Cina Selatan.
Saat memasuki Laut Cina Selatan, penyelundup punya dua opsi. Pertama berhenti di Sabah yang menjadi pintu masuk Malaysia, kemudian masuk ke Indonesia melalui jalur darat Kalimantan. Kedua, melanjutkan perjalanan hingga ke Kepulauan Spratly untuk pasar Filipina dan Taiwan.
Ada dua metode yang paling umum saat penyelundup menempuh lautan. Pertama, distribusi langsung dari kapal ke daratan. Kasus ini ini banyak terjadi di semenanjung Malaysia, dengan titik utama di sekitar Selangor. Kedua, distribusi dari kapal ke kapal di mana pemindahan narkoba di lakukan di tengah laut. Metode inilah yang dilakukan dalam kasus KM Sea Dragon Tarawa.
Sekitar 80% narkoba masuk ke Indonesia lewat jalur lautan, terutama melalui Selat Malaka. Para penyelundup menggunakan berbagai jenis moda termasuk kapal cepat (speedboat), kapal penumpang, kapal ferry, hingga kapal ikan. Pengantaran biasanya ditujukan ke lokasi tertentu seperti tambak ikan, di mana kurir akan menjemput barang tersebut.
Baca juga:
Kepala BNN: Indonesia Pasar Terbesar Narkoba, Prabowo Tepat Fokus ke Intelijen
Tim Penyusun
Penulis Naskah | Rezza Aji Pratama | |
Editor | Hari Widowati | |
Jurnalis Data dan Peta | Puja Pratama Ridwan | |
Fotografer/Videografer | Bayu Surya Octavian dan Wahyu Dwi Jayanto | |
Desain dan Development | Firman Firdaus dan Afif Shafly |