Advertisement
Advertisement
Analisis | Masalah Dua Motor Ekonomi RI yang Menahan Laju Pertumbuhan - Analisis Data Katadata

Masalah Dua Motor Ekonomi RI yang Menahan Laju Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia pada kuartal I 2019 hanya tumbuh 5,07%, atau tumbuh negatif 0,52% dibandingkan kuartal sebelumnya. Ada masalah pada dua motor penggerak utama ekonomi negara selama ini.

Nazmi Haddyat Tamara

14/5/2019, 09.00 WIB


Selama tiga bulan pertama tahun ini, tak ada kabar gembira menghampiri perekonomian Indonesia. Sejumlah intervensi dan terobosan kebijakan belum ampuh mendongkrak ekonomi tumbuh lebih tinggi di atas 5%. Dua motor utama penggerak ekonomi: konsumsi rumah tangga dan arus investasi, lajunya tertahan.

Pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia kuartal I 2019 tumbuh 5,07% secara tahunan. Meski lebih baik dibandingkan periode sama 2018, ekonomi tiga bulan pertama tahun ini tumbuh negatif 0,52% dibandingkan kuartal IV 2018.

Dari sisi pengeluaran, ekonomi negara ini masih bertumpu pada konsumsi rumah tangga dengan kontribusi 56,82%. Selanjutnya, pos yang juga berkontribusi besar adalah investasi sebesar 32,17%. Sisanya, pengeluaran pemerintah, lembaga non-profit, hingga arus perdagangan luar negeri.

Konsumsi Masih Tertahan

Salah satu penyebab ekonomi tumbuh tidak maksimal adalah melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Pada kuartal I 2019, pertumbuhannya sebesar 5,01% secara tahunan. Meski lebih baik dibanding periode sama tahun lalu, tumbuhnya sedikit melambat daripada kuartal IV 2018 yang mencapai 5,08%.

Dengan kontribusi terbesar, konsumsi rumah tangga menjadi salah satu acuan untuk mengukur ekonomi secara keseluruhan. Tren pertumbuhan konsumsi selalu sejalan dengan laju ekonomi. Saat konsumsi melambat, hampir dipastikan akan berefek pada agregat pertumbuhan ekonomi.

Satu faktor yang ditengarai sebagai penyebab melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga adalah masyarakat menengah ke atas menahan konsumsinya pada awal tahun. Hal ini terkait dengan berbagai faktor dan kondisi.  

Berbeda pada masyarakat golongan bawah, pemerintah telah melakukan sejumlah intervensi untuk mendorong konsumsi yakni menyalurkan bantuan sosial (bansos) yang lebih besar.

Sepanjang kuartal I 2019, pemerintah gencar menyalurkan dana bansos sebesar Rp 37 triliun. Jumlahnya melonjak 106,6 % dari penyaluran periode sama tahun lalu. Dari total target yang ditetapkan dalam APBN 2019 sebesar Rp 102 triliun, penyaluran bansos sudah mencapai 36,2%.

Merujuk data BPS, porsi belanja masyarakat berpengeluaran rendah hanya 17%. Alhasil, intervensi pemerintah pada masyarakat golongan bawah ini belum cukup mendongkrak konsumsi secara keseluruhan. Golongan menengah ke atas yang berkontribusi lebih besar memiliki andil paling signifikan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira melihat perlambatan terjadi akibat golongan menengah ke atas menahan konsumsi. Harga tiket pesawat yang tinggi ditengarai juga menjadi salah satu penyebabnya.

Persoalan tersebut juga tercermin dari Survei Bank Indonesia, yang menyatakan kredit konsumsi terlihat tumbuh melambat dibandingkan kredit untuk penggunaan lain. “Harga tiket pesawat yang masih tinggi, juga beberapa faktor lain menjadi penyebab golongan menengah ke atas menahan untuk konsumsi,” ujar Bhima kepada Katadata.co.id.

Penumpang Pesawat (Aji Styawan| ANTARA)

Penumpang Pesawat (Adeng Bustomi | KATADATA)

Harga tiket pesawat yang tinggi ini telah terlihat sejak pertengahan tahun lalu. Pesawat merupakan salah satu moda transportasi yang banyak digunakan oleh masyarakat menengah ke atas.

Dengan banyaknya masyarakat yang menunda perjalanan melalui udara, konsumsi masyarakat di sektor transportasi turun. Dampak lanjutannya terhadap sektor pariwisata.

Pada kuartal I 2019, pertumbuhan sektor angkutan udara minus 10,15% secara tahunan. Ini merupakan pertama kalinya sektor angkutan udara mengalami kontraksi.

Padahal, angkutan udara sejak tahun 2015 menjadi sektor yang selalu tumbuh double digit. Perlambatan mulai terjadi sejak kuartal II dan III tahun lalu bersamaan dengan gejolak mahalnya tiket pesawat. Alhasil, kondisi tersebut turut berperan terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.