Kiat Mengejar Pendapatan per Kapita US$18 Ribu (2)

No image
Oleh
9 Oktober 2013, 23:00
No image
KATADATA | Donang Wahyu

KATADATA ? Komite Ekonomi Nasional (KEN) pernah memprediksikan bahwa pendapatan per kapita Indonesia dapat mencapai US$ 18.000 pada 2030. Dengan asumsi kurs Rp 9.500 per dolar AS, angka itu setara dengan Rp 171 juta per tahun atau Rp 14,2 juta per bulan.

Proyeksi ini tidaklah berlebihan bagi negara Indonesia yang sedang dan terus membangun. Apalagi, melihat tren pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia sejak 2000 hingga 2012, rata-rata tumbuh 29,2 persen per tahun. Bahkan, pada 2012, PDB per kapita Indonesia sudah mencapai US$ 3.557 atau setara dengan Rp 33,8 juta.

Namun, untuk menggapai impian pada 2030 tersebut, tentunya ada tahapan yang akan dilalui. Pada umumnya, pergeseran sebuah negara dari berpendapatan rendah ke negara berpendapatan tinggi akan disertai dengan proses transformasi struktur ekonomi. Transformasi ini mencakup empat proses, yakni proses akumulasi, alokasi, demografi dan distribusi.

Pada artikel pertama, telah dibahas secara khusus mengenai proses akumulasi yang terjadi seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita di Indonesia. Sedangkan, artikel kedua ini akan mengulas lebih mendalam mengenai proses alokasi menyangkut sumber daya antar sektor perekonomian. Proses demografi dan distribusi akan dibahas secara bertahap pada artikel berikutnya.

Proses Alokasi

Proses alokasi ini terlihat dari perubahan struktur menyangkut: (1) permintaan; (2) produksi; serta (3) barang dan jasa yang diperdagangkan antar negara (ekspor-impor). Esensi dari proses alokasi adalah keterkaitan antara perubahan keunggulan komparatif dengan perubahan permintaan suatu negara. Interaksi kedua faktor inilah yang menentukan alokasi sumber daya pada suatu negara.

1. Perubahan struktur permintaan domestik 

Permintaan domestik terdiri dari konsumsi rumah tangga (Cp), konsumsi pemerintah (Cg), investasi swasta (Ip) dan investasi pemerintah (Ig). Karena masalah investasi sudah dibahas dalam proses akumulasi pada bagian 1 sebelumnya, maka topik bahasan ini lebih difokuskan pada konsumsi. Untuk Indonesia, analisis mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga paling tidak biasanya meliputi: (1) perkembangan rasio pengeluaran konsumsi terhadap PDB dan (2) pengeluaran konsumsi untuk makanan dan bukan makanan.

Pada poin (1) dapat disimpulkan bahwa seiring kenaikan pendapatan per kapita, maka rasio pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDB akan menurun. Kondisi ini secara implisit menunjukkan adanya peningkatan tabungan masyarakat karena disposable income yang tidak dikonsumsi akan ditabung.

Data Bank Dunia menunjukkan proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap PDB menunjukkan kecenderungan menurun dari 61 persen pada 2000 menjadi 59 persen pada 2012. Sebaliknya, rasio tabungan nasional naik dari 25 persen terhadap PDB pada 2000 menjadi 35 persen pada 2012.

Pada poin (2) mengenai pengeluaran konsumsi makanan dan bukan makanan, hal ini tidak dapat dilepaskan dari hasil penelitian empiris Engel pada 1857 yang dikenal sebagai Engel?s Law. Esensi dari Engel?s Law menyebutkan bahwa peningkatan pendapatan per kapita biasanya disertai dengan perubahan pola konsumsi rumah tangga, baik makanan maupun bukan makanan. Proporsi pendapatan rumah tangga yang dikeluarkan untuk makanan menurun sementara bukan makanan meningkat. Bahkan, pengeluaran untuk bukan makanan akan tetap meningkat, meskipun pengeluaran rumah tangga untuk makanan meningkat.

Mengacu pada Badan Pusat Statistik, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan di Indonesia  mengalami penurunan dari 62,9 persen pada 1999 menjadi 47,7 persen pada 2012. Sebaliknya proporsi pengeluaran untuk bukan makanan meningkat dari 37,1 persen menjadi 52,3 persen pada periode waktu yang sama.

Jika proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan dirinci lebih jauh, terlihat penurunan drastis pada kelompok makanan terjadi pada padi-padian/beras dari 16,8 persen pada 1999 menjadi 7,9 persen pada 2012.  Sebaliknya, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan jadi cenderung meningkat dari 9,5 persen pada 1999 menjadi 11,7 persen pada 2012.

Sementara itu proporsi pengeluaran rumah tangga untuk semua kelompok barang bukan makanan cenderung meningkat. Lonjakan terbesar terjadi pada kelompok barang-barang tahan lama seperti mobil dan peralatan elektronik.

Perubahan inilah yang harus menjadi perhatian wirausaha untuk menentukan bidang usaha disamping sumber daya yang dimilikinya. Perubahan ini akan menjadi bahan pertimbangan untuk memutuskan investasi yang dilakukan. Inilah yang mencerminkan proses alokasi sumber daya suatu negara dengan mempertimbangkan faktor permintaan domestik.

2. Perubahan struktur produksi

Peningkatan pendapatan per kapita akan mendorong perubahan permintaan barang dan jasa di masyarakat dan pada akhirnya mengubah alokasi sumber daya ke berbagai kegiatan ekonomi. Ini akan mendorong pertumbuhan produksi sehingga berdampak pada perubahan struktur produksi dan ekspor-impor barang dan jasa.

Halaman:
No image
Reporter: Redaksi
Editor: Arsip

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...