Kinerja Buruk, Ditjen Bea Cukai Perlu Dirombak

No image
Oleh
1 April 2014, 11:02
No image
Donang Wahyu | KATADATA

KATADATA ? Sungguh ironis. Di satu sisi, pemerintah berjibaku menahan inflasi. Bank Indonesia bahkan "diharuskan" mati-matian menahan kurs rupiah di luar batas kemampuannya. Tujuannya agar nilai tukar tidak anjlok karena bisa mendorong imported inflation. Meski konsekuensinya, cadangan devisa anjlok di bawah ambang psikologis US$ 100 miliar.

Pemerintah juga selalu menekan dunia usaha agar mengurangi biaya tinggi dan menaikkan daya saing. Dunia usaha disentil agar tidak cengeng menghadapi persaingan global, termasuk pasar bebas Asean.

Advertisement

Namun ternyata, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) sebagai salah satu instansi kunci pemerintah justru menghambat semua hal di atas. Hasil investigasi yang saya lakukan menunjukkan bahwa pelayanan DJBC sangatlah buruk. Sebagai buktinya, mari kita lihat beberapa fakta berikut:

1. Salah satu indikator utama pelayanan kepabeanan dan cukai dalam lalu lintas barang adalah dwell time (DT). Yaitu, total waktu yang diperlukan sejak kontainer keluar dari kapal yang datang hingga keluar dari pintu area pelabuhan.

Pemerintah di bawah koordinasi Menko Perekonomian menargetkan menurunkan DT dari 6,04 hari menjadi 4 hari. Sebagai perbandingan, DT di Port Klang (Malaysia) hanya 4 hari, di Australia dan New Zealand 3 hari, Hongkong 2 hari, Singapura 1,1 hari.

Realitasnya, di Kantor Pelayanan Utama (KPU) BC Tanjung Priok, DT untuk Jalur Merah memakan waktu paling cepat 11,5 hari. Bahkan tidak jarang prosesnya mencapai 21 hari.

Contoh sederhananya, untuk proses "permohonan petugas pemeriksa" yang semestinya selesai paling lama 4 jam, saat ini bisa memakan waktu 1-2 hari penuh. Penarikan kontainer ke lokasi be-handle yang seharusnya bisa selesai paling lama 20-24 jam, sekarang memakan waktu 1-5 hari.

Khusus untuk Jalur Merah yang membutuhkan pemeriksaan menyeluruh, saya melihat setidaknya ada enam titik proses di mana DJBC seharusnya bisa mempercepat pelayanan. Ini dimulai dari persiapan dokumen, pendokumenan oleh aparat BC, hingga pemeriksaan fisik, respon PFPD (Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen), sampai proses akhir Nota Pembetulan dan terbitnya SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang).

2. Saya bahkan mendapatkan satu laporan pengaduan dari PT HMI yg dibuat tanggal 7 Juni 2013. Secara ringkas kasusnya adalah: PT HMI mengimpor 295 bundles steel section with boron. Kewajiban pabean sudah diselesaikan tanggal 6 Juni 2011.

DJBC cq KPU BC Tanjung Priok menetapkan tarif dan atau nilai pabean yg mengakibatkan PT HMI harus membayar tagihan kekurangan BM (Bea Masuk) dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) sebesar Rp 1,58 miliar. Karena PT HMI keberatan, mereka mengajukan banding ke pengadilan pajak. Pengadilan mengabulkan seluruhnya permohonan banding PT HMI pada 30 April 2013.

Meski DJBC sudah kalah di pengadilan, namun lembaga itu tetap belum mengizinkan pengeluaran barang. Akibatnya barang tertahan selama 730 hari hingga saat ini!

Halaman:
No image
Reporter: Redaksi
Editor: Arsip

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement