Bisnis Serba Digital (2): Apa dan Siapa?

Nico Fernando Samad
Oleh Nico Fernando Samad
10 Mei 2018, 10:00
Nico Samad
Ilustrator: Betaria Sarulina
Jordan Itakin berjalan melewati tampilan teknologi nirkabel broadband 5G di stan Intel saat CES 2018 di Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat, Selasa (9/1).

Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Rudiantara menargetkan ekonomi digital Indonesia mencapai US$ 130 miliar atau setara Rp 1.700 triliun pada tahun 2020. Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah menjadikan Indonesia sebagai The Digital Energy of Asia.

Sedangkan Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idea), Aulia Marinto mengatakan keinginan dan harapan menjadikan Indonesia sebagai The Next China di bisnis e-commerce bukanlah hal mustahil  untuk diwujudkan.

Pada Agustus 2016, Google dan Temasek merilis riset bersama yang melihat peluang di Asia Tenggara dari enam negara bertemakan “e-conomy SEA: Unlocking the $200 billion opportunity in Southeast Asia”. Dalam rilis disebutkan pada 2025 ekonomi digital Indonesia diperkirakan menjadi yang paling tinggi di Asia Tenggara dengan nilai lebih dari Rp 1.095,93 triliun atau setara US$ 81 miliar (economySEA, 5/2016). Nilai tersebut dapat dirinci menjadi tiga besaran berikut ini:

Tabel 1. Prediksi Porsi Indonesia dalam Ekonomi Digital Asia Tenggara (2015 dan 2025)

Ekonomi Digital          Asia Tenggara (SEA)2015 (US$ miliar)2025 (US$ miliar)
Total SEAIndonesiaTotal SEAIndonesia
e-Commerce5,51,787,846,0
Online Travel
·         hotel dan pesawat19,25,076,524,5
·         Transportasi online2,50,813,15,6
Online Media
·         Permainan1,6< 0,39,62,2
·         Iklan2,10,39,92,7
Nilai Ekonomi Digital31,08,1196,981,6

Sumber: disarikan dari e-conomy SEA: Unlocking the US$ 200 billion opportunity in Southeast Asia (2016)

Di samping itu, Indonesia juga negara Asia Tenggara yang memiliki start-up/bisnis rintisan terbanyak yakni 2.033 start-up berbanding dengan Singapura sejumlah 1.850 start-up dari total 7.000 bisnis rintisan yang ada di Asia Tenggara. 

Lapangan permainan digital

Mari kita simak, siapa customer (who) dari ekonomi digital di atas dan ‘ekonomi konvensional’ yang sudah lama berlangsung? Apakah ada perbedaan? Secara relatif hampir tidak ada perbedaan. Customer atau pelanggan pada ekonomi digital semisal e-commerce juga pernah  datang dan berbelanja pada toko retail non-online/offline store.

Demikian juga pelanggan online travel dan online media, mereka pernah bertransaksi pada agen tiket perjalanan dan toko game serta agen-agen penyalur majalah atau surat kabar konvensional.

Jadi, apa yang membuat pelanggan meluaskan jangkauan pembeliannya atau bahkan beralih dan meninggalkan toko-toko retail, agen tiket, biro perjalanan dan agen penjual surat kabar konvensional? Sebagai contoh, transaksi e-commerce di Indonesia yang semula pada 2015 sebesar US$ 1,7 miliar menjadi diperkirakan US$ 46 miliar tahun 2025.

Sedangkan pada online travel untuk hotel dan tiket pesawat yang semula nilai transaksinya US$ 5 miliar menjadi US$ 24,5 miliar pada tahun 2025. Tahun ini, diperkirakan transaksi e-commerce di Indonesia mencapai US$ 8,59 miliar (statistica.com, 2018).

Apakah terjadi perubahan jobs to be done (JTBD) mereka? Tidak ada perubahan JTBD, yakni sama-sama ingin berbelanja perangkat elektronik, makanan, personal care, furnitur dan perlengkapan rumah tangga serta mainan dan produk hobi pada e-commerce. Begitu juga pada online travel, sama-sama ingin berpergian dari suatu tempat ke tempat lainnya atau sama-sama ingin tinggal beberapa waktu di suatu tempat.

Apa yang ditawarkan ?

Perbedaan mencolok antara bisnis berbasis digital dan konvensional adalah pada “apa yang ditawarkan” atau pada proposisi nilai dari produk yang ditawarkan. Bisnis digital dalam hal ini perusahaan e-commerce misalnya, mereka mampu memenuhi desired outcome yang diimpikan pelanggan yakni produk (barang atau jasa) dapat disediakan lebih cepat, lebih ekonomis dan kualitas (lebih) baik.

Hal yang sama juga mampu dilakukan oleh perusahaan digital di transportasi online dan media online. Terlepas dari bagaimana merealisasikannya, yang membedakan adalah kemudahan, kecepatan dan kualitas yang ditawarkan oleh pendisrupsi digital ini. Pemenuhan desired outcome ini bahkan dapat dilakukan dalam ‘kedipan mata’ dan ‘sentuhan satu jari’ untuk menjelaskan begitu cepat dan mudahnya pelanggan mendapatkan proposisi nilai tersebut dari pebisnis digital.

Tanpa disadari, pelanggan e-commerce, transportasi online atau media online, mungkin pernah melakukan transaksi pembelian furnitur dari ruang tamu rumah anda. Demikian juga menyelesaikan pembelian baju dari toko online di Eropa via rumah anda di Bintaro misalnya, atau memesan tiket pesawat, hotel, kendaraan dan tiket tempat wisata dengan harga terbaik dari tempat tidur di rumah.

Di bisnis digital, tidak ada yang memperhatikan penampilan anda saat melakukan transaksi. Reservasi ini tidak harus dengan pembayaran segera dan benefitnya dapat ‘dibatalkan’ (refundable). Pelanggan juga tidak harus mengisi formulir pemesanan yang berulang tiap kali membeli tiket dan reservasi hotel seperti cara konvensional, cukup verifikasi transaksi yang telah diberi pengamanan.

Pengguna media online juga dapat membeli game tanpa harus beranjak dari keasyikan bermainnya. Cukup masuk ke toko permainan, pilih, bayar (tidak jarang juga gratis), unduh dan mainkan.

Halaman:
Nico Fernando Samad
Nico Fernando Samad
Guru Bisnis Digital – Prasetiya Mulya Business School
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...