Potensi Besar Layanan Keuangan untuk Kaum Perempuan

Taimur Baig
Oleh Taimur Baig
7 Oktober 2018, 02:27
Taimur Baig
Ilustrator: Betaria Sarulina
Para finalis model Popular menjajal transaksi saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (3/11).

Survei Inklusi Keuangan 2016 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan beberapa poin penting. Di antaranya, Indonesia harus melalui jalan yang Panjang untuk melakukan literasi dan inklusi keuangan.

Berdasarkan survei OJK yang berorientasi pada Indonesia dan data global yang komprehensif dari Financial Inclusion Insights (FII) menunjukkan peningkatan yang stabil di kedua metrik tersebut dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ada kesenjangan yang besar dengan negara lain, bahkan dalam kelompok negara-negara yang ekonominya sedang berkembang.

Survei FII menunjukkan bahwa hanya sekitar seperempat penduduk Indonesia yang memiliki akses ke layanan keuangan formal. Indonesia sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara berkembang, seperti Bangladesh (35%), India (lebih dari 60%), Kenya (69%), dan Tanzania (54%).

Ketika memulai dari basis yang paling rendah, orang cenderung fokus pada kebutuhan sehari-hari. Ini menyebabkan pemahaman tentang keuangan dasar atau mengakses layanan keuangan menjadi agak tidak relevan.

Namun, sebagian besar rakyat Indonesia sudah lama berhasil lolos dari kemiskinan semacam itu. Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita US$ 3570 (dalam hal Purchasing Power Parity / PPP atau keseimbangan daya beli sebesar US$ 11.400), posisi orang Indonesia berada sedikit di bawah titik tengah spektrum pendapatan dunia. Dengan fundamental kuat dan demografi yang menguntungkan, kita berkeyakinan adanya potensi penciptaan kekayaan yang lebih besar di masa mendatang.

Yang jadi pertanyaan, bagaimana orang Indonesia akan menghadapi prospek peningkatan ekonominya padahal tidak memahami masalah keuangan dan tidak memiliki akses ke layanan keuangan dasar seperti pinjaman dan deposito?

Kondisi ini akan melanggengkan perencanaan keuangan yang buruk atau ketiadaan perencanaan, sehingga orang hampir tidak memiliki alat untuk memperlancar pendapatan, penyimpanan, peminjaman, investasi, atau pengelolaan kekayaannya masing-masing.

Banyak upaya penelitian dalam beberapa tahun terakhir untuk mengetahui faktor-faktor pendorong peningkatan inklusi keuangan. Negara-negara yang menghasilkan kemajuan dalam kerangka hukum, ruang lingkup dan jangkauan lembaga keuangan, infrastruktur (yang meningkatkan aksesibilitas ke layanan keuangan), dan kemakmuran berkelanjutan, cenderung mencatat tingkat inklusi keuangan yang lebih tinggi.

Namun, masih ada tantangan yang harus dihadapi. Studi tersebut menunjukkan bukti kuat mengenai bias gender dalam inklusi keuangan. Hambatan hukum dan norma-norma budaya telah sejak lama mengesampingkan peranan perempuan dalam masalah keuangan.

Kurangnya partisipasi perempuan dalam lapangan kerja dan keterbatasan akses layanan keuangan --bahkan ketika mereka bekerja-- menyisakan Produk Domestik Bruto (PDB) yang besar, mengurangi potensi ekonomi, neraca rumah tangga yang lemah, dan melanggengkan siklus ketidakadilan dan diskriminasi berbasis gender yang tidak menguntungkan.

Menargetkan perempuan seharusnya menjadi hal yang mudah untuk penyedia sektor keuangan. Ada permintaan besar yang belum dimanfaatkan untuk layanan keuangan bagi perempuan.

Kajian dari IFC (International Finance Corporation) menunjukkan bahwa 80% dari usaha kecil dan menengah (UKM) yang dimiliki perempuan dengan kebutuhan kredit tidak terlayani atau kurang terlayani, menyebabkan ketimpangan pendanaan miliaran dolar. Padahal, perempuan hidup lebih lama dan mendapatkan pendidikan lebih banyak daripada laki-laki (sesuai data PBB dan WHO), menjadikan mereka calon yang menarik untuk layanan keuangan.

Layanan keuangan digital adalah pendorong inklusi keuangan bagi masyarakat yang tidak memiliki rekening bank. Namun, hanya 74% perempuan di negara berpenghasilan rendah dan menengah memiliki ponsel, dibandingkan dengan 84% pria (Findex 2017). Jadi, penting menutup kesenjangan kepemilikan dan penggunaan ponsel berdasarkan jenis kelamin untuk inklusi keuangan perempuan.

Halaman:
Taimur Baig
Taimur Baig
Kepala Ekonom DBS Bank & Penasihat Women’s World Banking wilayah Asia Tenggara
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...