11 Februari 2019, 17.22

Indonesia merupakan pemain kunci dalam percaturan industri pertambangan batu bara dunia. Selama puluhan tahun, industri batu bara selalu dianakemaskan oleh negara lantaran kontribusinya besar dalam perekonomian nasional. Bahkan, kala krisis ekonomi global 2008 melanda, berkat sumbangsih industri batu bara maka kondisi ekonomi Indonesia masih tetap tumbuh.

Posisi tersebut membuat pelaku industri pertambangan batu bara relatif tidak mendapatkan pengawasan yang memadai, sehingga acap kali terjadi kasus kerusakan lingkungan dan praktik-praktik imoral berupa penghindaran pajak (tax avoidance).

Batu bara merupakan sumber energi paling primadona. Saat ini hampir 40% sumber pembangkit listrik dunia bersumber dari batu bara. Walaupun tren pemanfaatan energi terbarukan makin tinggi dan bauran energi yang bersumber dari air, angin, cahaya matahari dan panas bumi dengan energi "kotor" yang bersumber dari batu bara dan minyak bumi, namun batu bari masih akan menjadi pilihan utama dalam memproduksi energi.

Menurut BP Energy Outlook 2018, batu bara masih akan berkontribusi setidaknya 30% sebagai sumber energi pembangkit listrik dunia. Selain digunakan sebagai sumber energi pembangkit listrik, batu bara juga merupakan bahan untuk berbagai komoditas industri lain. Batu bara digunakan untuk bahan campuran kertas, pupuk, plastik, baja dan keramik. Selain itu, batu bara dimanfaatkan sebagai sumber panas untuk produksi semen dan gas alam.

Investigasi Batubara
Pengangkutan batu bara di Batu Tengah, Kalimantan Timur (19/1/2019). (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

 

Produksi Jumbo Batu Bara

Hingga kini Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar nomor lima di dunia. Pada 2017, Indonesia menghasilkan sekitar 485 juta ton batu bara atau 7,2% dari total produksi dunia. Di samping itu, Indonesia adalah eksportir terbesar kedua di dunia setelah Australia. Kurang lebih 80% dari produksi batu bara nasional ditujukan untuk ekspor.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik, selama 2014-2018 industri pertambangan batu bara dan lignit rata-rata menyumbang 2,3% terhadap produk domestik bruto (PDB) per tahunnya atau ekuivalen dengan Rp 235 triliun. Selain itu, batu bara merupakan penyumbang nomor dua dari sektor ekstraktif setelah kelompok minyak, gas, dan panas bumi.

Besarnya nilai ekonomi yang dihasilkan oleh industri pertambangan batu bara tak ayal membuat pelaku bisnis batu bara menghasilkan pundi-pundi kekayaan yang fantastis. Forbes (2018) mencatat, 7 dari 50 orang terkaya di Indonesia, kekayaannya tak bisa dilepaskan dari keuntungan bisnis batu bara.

Dari target produksi batu bara 2018 sebanyak 485 juta ton, sekitar 271 juta ton atau 55%-nya bersumber dari 8 perusahaan saja. Beberapa perusahaan batu bara skala besar antara lain: Bumi Resources, Adaro Indonesia, Berau Coal, Indika Energy, Bukit Asam, Indo Tambangraya Megah, Golden Energy, Baramulti Suksessarana. 

Minimnya Pajak Pertambangan 

Di balik fantastisnya nilai ekonomi yang dihasilkan industri pertambangan batu bara, ternyata kontribusi pajaknya sangat minim. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan tax ratio yang dikontribusikan dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) pada 2016 hanya sebesar 3,9%, sementara tax ratio nasional pada 2016 sebesar 10,4%.

Rendahnya tax ratio tersebut tidak bisa dilepaskan dari permasalahan penghindaran pajak oleh pelaku industri batu bara. Penghindaran pajak merupakan praktik yang memanfaatkan celah hukum dan kelemahan sistem perpajakan yang ada. Meskipun tidak melanggar secara hukum, namun secara moral tidak dapat dibenarkan.

Kementerian Keuangan mencatat jumlah wajib pajak (WP) yang memegang izin usaha pertambangan minerba lebih banyak yang tidak melaporkan surat pemberitahuan tahunan SPT-nya dibandingkan yang melapor. Pada 2015 dari 8.003 WP industri batu bara terdapat 4.532 WP yang tidak melaporkan SPT-nya. Angka ini tentu belum termasuk pemain-pemain batu bara skala kecil yang tidak registrasi sebagai pembayar pajak.

Perlu dicatat pula bahwa di antara WP yang melaporkan SPT-nya terdapat potensi tidak melaporkan sesuai fakta di lapangan. Tidak sedikit pula yang melaporkan SPT-nya dengan benar namun merupakan hasil dari penghindaran (tax avoidance) dan pengehematan pajak seperti aggressive tax planning, corporate inversion, profit shifting dan transfer mispricing.

Investigasi Batubara
Tumpukan batu bara di stockpile kawasan dekat dermaga Desa Bakungan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, (17/1/2019). (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Aliran Keuangan Gelap

Akibatnya, penerimaan pajak dari sektor minerba, terutama batu bara, masih jauh dari potensi yang sesungguhnya. Studi dari PRAKARSA (2019) menemukan massifnya aliran keuangan gelap sektor komoditas batu bara selama 1989-2017 yang berasal dari aktivitas ekspor.

PRAKARSA mencatat adanya aliran keuangan gelap batu bara dari aktivitas ekspor sebesar US$ 62,4 miliar. Dari nilai tersebut, sekitar US$ 41,8 miliar berupa aliran keuangan gelap yang keluar dari Indonesia (illicit financial outflows) dan US$ 20,6 miliar dollar berupa arus keuangan gelap yang masuk ke Indonesia (illicit financial inflows).

Secara bersih terdapat aliran keuangan gelap ke luar negeri sebesar US$ 21,2 miliar atau 25% dari total nilai ekspor batu bara. Besaran estimasi ini diperoleh dari ketidaksesuaian nilai ekspor yang tercatat di Indonesia dengan nilai impor negara-negara yang mengklaim mengimpor batu bara dari Indonesia.

Halaman:
  • Penanggung jawab
  • Koordinator
  • Editor

  • Penulis
  • Penyumbang Bahan


  • Analis
  • Riset dan Data


  • Multimedia
  • Video & Foto
  • Video Editor
  • Foto Editor
  • Grafis


  • Ilustrator
  • Desain Web
  • Programmer
  • Yura Syahrul
  • Muchamad Nafi
  • Metta Dharmasaputra
    Muchamad Nafi
  • Yuliawati
  • Yovanda
    Fariha Sulmaihati
    Dimas Jarot Bayu
  • Stevanny Limuria
  • Nenden S. Arum
    Jeany Hartriani
    Ika Rodhiah Putri
  • Aria Wiratma
  • Ajeng Dinar Ulfiana ,Yovanda
  • Muhamad Yana
  • Arif Kamaludin,Donang Wahyu
  • Cicilia Sri Bintang Lestari,
    Pretty Zulkarnain
    Nunik Septiyanti
  • Betaria Sarulina
  • Firman Firdaus
  • Bayu Mahdani
    Heri Nurwanto