OPEC Plus, Jurus Lima Pendekar Flamboyan dalam Perang Minyak

Sampe L. Purba
Oleh Sampe L. Purba
15 Maret 2020, 06:00
Sampe L. Purba
KATADATA/JOSHUA SIRINGO RINGO
Salah satu area kerja blok Mahakam di North Processing Unit (NPU) Kutai Kertanagara Minggu (31/12/2017). Sebelum serah terima pengelolaan ke Pertamina, Total & Inpex bekerja sama melakukan transisi dengan baik.

Dunia sedang dihantui virus corona (Covid-19), yang ditandai dengan pembatasan dan penurunan lalu lintas pergerakan barang, jasa, dan orang. Padahal, dewasa ini setiap negara tergantung kepada interaksi global. Kebutuhan suatu negara baik ekspor, impor, komponen teknologi, dan pembiayaan adalah dari dan dengan negara lainnya. Dunia telah menjadi satu komunitas yang terintegrasi.

Pada 2018, WTO mencatat 46% nilai perdagangan internasional barang dan jasa berasal dari perdagangan dunia dengan total US$ 39,6 triliun. Adanya virus corona, yang belum diketahui kapan tuntas teratasinya, memorakporandakan seluruh angka-angka dan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia.

Advertisement

Italia dan Norwegia, misalnya. Negara tersebut baru-baru ini menutup perbatasannya terhadap interaksi dengan negara luar. Hongkong, Singapura, dan Dubai yang mengandalkan ekonominya sebagai hub/transit mulai terkapar. Ketakutan yang ditimbulkan virus corona menjadi semacam virus tersendiri. Apabila tidak dapat diatasi dengan tepat, keadaan ini menjurus ke stagflasi, resesi, hingga depresi.

Di bulan Februari 2020, harga minyak terkoreksi hingga 24 %. Minyak jenis Brent jatuh dari US$ 65 ke 55 per barel hanya dalam bilangan hari. Permintaan minyak mentah turun sekitar 450 ribu barel per hari. Sebelum Covid-19 merebak, masalah over supply minyak sekitar satu juta barel per hari telah membayangi sehubungan dengan rencana penambahan produksi minyak di Amerika, Brazil, Kanada, dan Norwegia.

Palagan Perang Harga Minyak Memperebutkan Pangsa Pasar

Di tengah suasana yang demikian, OPEC plus Rusia bertemu di Vienna, Austria pada 5 - 6 Maret 2020. Harapannya adalah agar negara-negara produsen bersedia memangkas produksi sekitar 1,5 juta barel per hari hingga akhir tahun untuk menjaga kestabilan harga. Perlu dicatat, niat sekongkol negara-negara kartel ini untuk mempertahankan harga minyak, bukan untuk menurunkan harga demi membantu Cina dan negara lainnya yang terseok-seok ditimpa kesulitan.

Rusia menolak. Alih-alih mau menurunkan produksi, negara yang dikomandoi Vladimir Putin -mantan agen rahasia- tersebut gencar mengincar pasar-pasar tradisional Arab Saudi di belahan Asia. Sebelumnya, Saudi beserta para kartel aliansi OPEC-nya telah terpukul dengan ditemukan dan diproduksikannya minyak dan gas yang melimpah di Amerika Serikat (shale oil dan shale gas).

Amerika Serikat adalah negara eksportir minyak baru di dunia, meningkatkan ekspornya 45 % hanya dalam satu tahun. Saat ini ekspornya sekitar tiga juta barel minyak per hari. Jauh di atas produksi minyak Libya atau Kwait. Tujuan ekspornya adalah negara-negara yang selama ini menjadi pangsa pasar incaran Saudi.

(Baca Juga: Harga Minyak Jenis Brent Anjlok 28% Dalam Sepekan Karena Virus Corona)

Shale oil dan shale gas adalah minyak dan gas yang langsung diproduksi/di-crack dari sumber (source rock kitchen)-nya tanpa harus menunggu migrasi alami sebagai cadangan yang terakumulasi di reservoir (kandungan perut bumi). Melalui proses pyrolysis, hydrogeration, atau thermal dissolution dengan prinsip pemanasan, minyak tersebut dapat diproduksi. Tidak konvensional. Seperti membuat bayi tabung.

Produksi komersial shale oil Amerika Serikat telah mengubah peta permainan (game changer). Berkat teknologi canggihnya, pada pertengahan 2019 ekspor minyak Amerika melebihi impornya. Amerika menjadi negara net eksportir minyak.

Arab Saudi, di bawah komando Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) yang flamboyan menggunakan jurus lama yang asimetris eksentrik – untuk melawan dua pangeran flamboyan lainnya, yaitu Presiden Vladimir Putin dari Rusia dan Presiden Donald Trump dari Amerika Serikat yang menggerogoti pasarnya.

Pangeran Mohammed yang murka, akhir pekan itu memangkas harga, sekaligus mengumumkan menaikkan produksinya. Tujuannya seperti pedang bermata dua. Di satu sisi memproteksi pasar tradisionalnya dari incaran Rusia, dan pada saat yang sama mencoba menenggelamkan proyek shale crude Amerika yang biaya produksinya diperkirakan US$50 per barel.

Logika Mohammed sederhana. Proteksi pasar, manjakan pelanggan, sekaligus hempang pesaingmu. Tokh biaya produksi minyak di Saudi di bawah US$ 20 per barel.

Akibatnya segera terlihat. Harga minyak jatuh hingga di US$ 30-an. Dapat diduga efek berantainya. Ketika bursa dibuka di hari Senin, 9 Maret 2020, saham-saham perusahaan minyak di bursa London dan New York langsung terkapar hingga 30 %.

Pergerakan Harga Minyak OPEC Basket
Pergerakan Harga Minyak OPEC Basket (Oil Price.com)

Efeknya meluas ke mana-mana. Proyeksi pertumbuhan ekonomi maupun corporate plan harus disesuaikan. Para produsen hulu migas perlu berhitung kembali apakah akan ekspansi dalam eksplorasi atau cukup mengoptimasi produksi sambil menunggu perbaikan harga.

Hal yang sama juga menimpa perusahaan produsen LNG, terutama yang keekonomian proyeknya di atas asumsi US$ 60 per barel. Lembaga keuangan pun menghitung ulang arus kas dari  project finance. Hal ini dapat berujung pada semakin sulitnya mendapatkan pinjaman perbankan ditambah semakin mahalnya cost of fund.

Halaman selanjutnya: Langkah Riskan Manuver Arab Saudi

Langkah Riskan Manuver Arab Saudi 

Apakah manuver Pangeran Mohammed akan berhasil atau malah menyeret negara OPEC lainnya ikut menaikkan produksi ke bunuh diri massal?

Kami berpendapat, tindakan Pangeran Mohammed, jika tujuannya untuk menghempang raksasa Rusia dan Amerika Serikat, tidak akan berhasil untuk jangka panjang. Paling hanya menimbulkan sensasi turbulensi, yang mudah diatasi para pendekar super sakti Putin atau Trump. Hal ini didasari setidaknya dengan tiga argumen.

Pertama, negara-negara OPEC bukan lagi penentu utama di pasar minyak. Memang betul OPEC masih mengontrol 75 % cadangan minyak dan memproduksinya 42 %. Tetapi di sisi lain, Amerika dan Rusia memproduksi 26 juta barel per hari. Itu setara dengan 32 % produksi dunia. Jadi kalau negara-negara OPEC hendak membanjiri atau mengurangi sepihak produksi, kedua negara tersebut dapat bertindak sebaliknya. Ini bukan lagi medan 1973-an, di mana negara-negara OPEC sangat menentukan.

Sepuluh Negara Terbesar Produsen Minyak Dunia
Sepuluh Negara Terbesar Produsen Minyak Dunia (US Energy Information Administration, 2019)

Kedua, Rusia dan Amerika selain negara produsen juga sebagai importir dan konsumen terbesar energi termasuk minyak. Di sisi lain, negara-negara OPEC hanyalah eksportir minyak dengan konsumsi domestik yang sangat minimal. Sesuai hukum ekonomi dasar, harga tercipta sebagai interaksi supply and demand. Negara-negara OPEC hanya dapat berkiprah di sisi supply.

Sepuluh Negara Importir Minyak Terbesar Dunia
Sepuluh Negara Importir Minyak Terbesar Dunia (US Energy Information Agency, 2019)

Ketiga, Amerika adalah negara besar dengan kemajuan teknologi yang tidak terduga. Pada satu dekade yang lalu, biaya produksi per barel masih sekitar US$ 90, namun saat ini diperkirakan sekitar US$ 25 per barel.

Selain itu, hal penting lainnya yang mungkin luput dari perhitungan Pangeran Mohammed yaitu keberlangsungan perusahaan minyak Saudi Aramco yang juga banyak tergantung kepada negara-negara maju. Perusahaan tersebut mencari utang (obligasi) dan tambahan modal di pasar dunia. Teknologi dan pasarnya pun tidak independen. Sangat erat dengan dunia. Trump hanya akan mengizinkan manuver eksternal Pangeran Mohammed sejauh tidak membahayakan kepentingan strategis Amerika.

Lalu siapa yang diuntungkan dengan manuver Pangeran Mohammed yang oleh sebagian kalangan dianggap blunder tersebut?

Para importir minyak besar, seperti Cina, India, Jepang, dan Korea Selatan, yang mendapatkan windblow blessing seperti tiupan angin sepoi-sepoi yang menyejukkan di musim panas virus corona.

Pada 2018 tercatat 34 % pertumbuhan energi primer global merupakan kontribusi Cina. Presiden Xi Jin Ping bagaikan pendekar gurun pasir yang mampu memanfaatkan kekalutan lawan menjadi kekuatan pendikte. Sebagai raksasa ekonomi, konsumsi minyak Cina naik dari 4,6 juta barel per hari pada 2010 menjadi 13,9 juta barel per hari di 2018. Sementara kemampuan produksi domestiknya hanya di kisaran 4,8 juta barel per hari.

Cina dengan cerdik memainkan kartu posisi sentralnya sebagai salah satu pembeli utama minyak dunia, yang dapat memilih untuk berbelanja ke Arab Saudi, Rusia, atau negara-negara Atlantik. Presiden Xi Jin Ping –yang baru-baru ini berhasil mengkonsolidasikan dirinya untuk dimungkinkan sebagai presiden seumur hidup sejajar dengan Ketua Mao- di tengah-tengah kesibukannya mengatasi dampak coronavirus tetap tidak kehilangan arah.

Kontribusi Pertumbuhan Energi Primer 2018
Kontribusi Pertumbuhan Energi Primer 2018 (BP Statistical Review, 2019)

Jurus seruling silat yang mirip juga dipertontonkan Perdana Menteri Narendra Modi dari India. Dengan kepentingan geostrategis bersama untuk mengimbangi Cina di Samudera Hindia yang ekspansi dagang hingga ke Afrika, India meningkatkan hubungan dagang dan keamanannya dengan Amerika.

Halaman:
Sampe L. Purba
Sampe L. Purba
Praktisi Energi Global. Managing Partner SP-Consultant

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement